Mengintip Sistem Kerja E-Tilang di Kota Surabaya
A
A
A
SURABAYA - Sistem tilang dengan kamera CCTV sukses menekan angka pelanggaran lalu lintas di Kota Surabaya, Jawa Timur. Sejak beroperasi awal September lalu, Tilang by CCTV ini mampu mengurangi angka pelanggaran hingga lebih dari 50%. Bagaimana sistem kerjanya?
Suara alarm beberapa kali berbunyi di Ruang Pusat Kendali Transportasi UPT SITS (Surabaya Intelligent Transport System) Dinas Perhubungan Kota Surabaya. Intensitasnya lumayan tinggi. Dalam waktu kurang dari 20 menit, sudah dua kali bunyi pengingat itu berbunyi. Itu artinya, petugas jaga harus segera mengidentifikasi dan melaporkan kejadian itu kepada Satlantas Polrestabes Surabaya.
Ya, alarm itu adalah tanda bahwa ada pelaku pelanggaran lalu lintas tertangkap kamera. Saat terjadi pelanggaran, alarm di ruang pusat kendali lalu lintas otomatis akan berbunyi. Setelah itu, gambar akan ter-capture dan masuk ke dalam sistem penyimpanan data (storage).
Prosesnya begitu cepat. Tak lebih dari lima menit setelah alarm berbunyi, petugas sudah bisa mengidentifikasi jenis pelanggaran, pelaku, hingga lokasi pelanggaran berada. Mungkin karena alasan ini, sehingga tak banyak petugas yang berjaga di pusat pengendali itu.
Bayangkan, untuk memantau lalu lintas dalam satu kota, hanya tiga orang yang bertugas. Tiga orang inilah yang memelototi 33 unit layar raksasa di SITS. Satu orang bertugas mengendalikan traffic light; satu orang memantau kejadian di layar raksasa; serta seorang lagi memonitor pelanggaran lalu lintas.
"Semua ini sistem yang bekerja. Kami tinggal mendata saja. Begitu ada pelanggaran, kami lakukan pendataan dan meneruskannya ke bagian penegakan hukum (Gakum) Satlantas Polrestabes Surabaya. Selanjutnya mereka yang mengambil tindakan. Prosesnya juga cepat. Hanya dua hari surat tilang sudah sampai ke alamat tujuan," jelas Kepala Bidang Rekayasa Lalu Lintas Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya Robben Rico.
Namun, karena SITS ini beroperasi 24 jam, pihaknya harus menyiagakan petugas hingga tiga shift. Sehingga, seluruh kejadian di lapangan mampu terkontrol dengan baik. "Satu shift ada tiga orang. Masing-masing shift bekerja selama delapan jam setiap hari. Tetapi, sejak berlakunya e-tilang September lalu, ada seorang petugas tambahan dari Polrestabes Surabaya untuk ikut memantau," katanya.
Sebagai kelengkapan tugas, dia hanya membekali masing-masing petugas dengan handy talky (HT). Alat komunikasi ini terhubung langsung dengan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Polrestabes Surabaya. Sehingga, begitu ada perintah mendadak dari wali kota dan atasan mereka, tiga petugas bisa cepat merespons. Misalnya, ketika ada lampu merah yang harus dinyalakan karena ada pengawalan.
Rico menjelaskan, tilang by CCTV yang diterapkan kali ini memang sepenuhnya menggunakan teknologi. Selain layar kontrol di SITS, ada tiga alat khusus yang dipasang di titik pantau, yakni satu kamera pendeteksi pelanggaran, dua kamera penerang saat malam hari, dan alat detektor lampu yang terkoneksi dengan kamera.
"Begitu lampu di traffic light menyala merah, alat detektor ini akan menyala. Alat inilah yang akan mendeteksi secara otomatis ketika ada pelanggaran terjadi. Apakah itu menerobos lampu merah, stop line, atau juga marka jalan. Objek yang tertangkap akan ter-capture, dan sensor alarm di pusat kendali kita berbunyi," urainya.
Hasilnya cukup akurat. Sebab semua objek pelanggaran yang tertangkap kamera bisa dilihat secara detail, terutama pelat nomor kendaraan. "Akurasinya cukup bagus. Tetapi, namanya teknologi memang punya kelemahan, walaupun kecil."
Sebagaimana disampaikan Andika, petugas jaga, kamera e-tilang masih kesulitan mendeteksi objek dengan pelat nomor rusak atau modifikasi. Misalnya huruf atau nomor yang terhapus. Kondisi pelat nomor tersebut seringkali membuat kamera salah membaca. Sehingga, identitas pemilik kendaraan pun kadang keliru.
"Misalnya huruf W terbaca V, maka identitasnya pasti salah. Tetapi, ini sudah teratasi. Sebab, sudah ada petugas kepolisian yang membantu verifikasi. Sehingga tidak keliru ketika dibuatkan surat laporan dan penindakan," kata pria kurus ini.
Meski begitu, Kepala Bidang Rekayasa Lalu Lintas Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya Robben Rico bersyukur, sistem e-tilang yang diterapkan kali ini mampu menekan angka pelanggaran lalu lintas secara signifikan. Saat ini, lanjut Rico, jumlah pelanggaran yang tercatat dalam sehari hanya berkisar 150-170 kejadian. Padahal, sebelumnya mencapai 400 pelanggaran.
"Rupanya ini efektif. Hasil pantauan di lapangan, pengendara mulai tertib. Mereka tak lagi berhenti di stop line seperti sebelumnya. Perlahan mereka mulai sadar, bahwa perjalanan mereka juga terpantau oleh kamera. Apalagi, surat tilang juga langsung datang ke rumah," tuturnya.
Rico menjelaskan, sistem e-tilang sejatinya bukan diterapkan untuk penindakan. Melainkan untuk edukasi, agar pengguna jalan lebih tertib. Sebab, banyak peristiwa kecelakaan terjadi di Surabaya akibat perilaku tidak tertib pengguna jalan.
"Hasil pendataan kami, 85% kecelakaan di Surabaya akibat menerobos lampu merah, itu fatal. Selebihnya karena pelanggaran marka jalan. Karena itu, perlu upaya pencegahan. Salah satunya melalui sistem penataan seperti ini (e-tilang)."
Karena itu, Dinas Perhubungan akan terus menambah kamera canggih ini di semua titik di Surabaya. "Sampai tahun ini ada tiga titik yang kami rencanakan, yakni di Kertajaya, Darmo, dan Bratang. Selanjutnya akan kami tambah hingga 10 titik."
Dia berharap, dengan penerapan e-tilang ini, tertib lalu lintas menjadi habit (kebiasaan) dan selanjutnya menjadi budaya. "Turunnya pelanggaran sejak program ini berjalan adalah buktinya. Ternyata warga Surabaya bisa diajak tertib, sekalipun harus 'dipaksa'," tuturnya.
Menurut Rico, kebutuhan untuk satu titik CCTV by tilang juga tidak mahal, antara Rp190-200 juta/titik. Angka tersebut, bagi dia, tidak sebanding dengan keselamatan nyawa yang terjadi akibat pelanggaran lalu lintas selama ini.
Suara alarm beberapa kali berbunyi di Ruang Pusat Kendali Transportasi UPT SITS (Surabaya Intelligent Transport System) Dinas Perhubungan Kota Surabaya. Intensitasnya lumayan tinggi. Dalam waktu kurang dari 20 menit, sudah dua kali bunyi pengingat itu berbunyi. Itu artinya, petugas jaga harus segera mengidentifikasi dan melaporkan kejadian itu kepada Satlantas Polrestabes Surabaya.
Ya, alarm itu adalah tanda bahwa ada pelaku pelanggaran lalu lintas tertangkap kamera. Saat terjadi pelanggaran, alarm di ruang pusat kendali lalu lintas otomatis akan berbunyi. Setelah itu, gambar akan ter-capture dan masuk ke dalam sistem penyimpanan data (storage).
Prosesnya begitu cepat. Tak lebih dari lima menit setelah alarm berbunyi, petugas sudah bisa mengidentifikasi jenis pelanggaran, pelaku, hingga lokasi pelanggaran berada. Mungkin karena alasan ini, sehingga tak banyak petugas yang berjaga di pusat pengendali itu.
Bayangkan, untuk memantau lalu lintas dalam satu kota, hanya tiga orang yang bertugas. Tiga orang inilah yang memelototi 33 unit layar raksasa di SITS. Satu orang bertugas mengendalikan traffic light; satu orang memantau kejadian di layar raksasa; serta seorang lagi memonitor pelanggaran lalu lintas.
"Semua ini sistem yang bekerja. Kami tinggal mendata saja. Begitu ada pelanggaran, kami lakukan pendataan dan meneruskannya ke bagian penegakan hukum (Gakum) Satlantas Polrestabes Surabaya. Selanjutnya mereka yang mengambil tindakan. Prosesnya juga cepat. Hanya dua hari surat tilang sudah sampai ke alamat tujuan," jelas Kepala Bidang Rekayasa Lalu Lintas Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya Robben Rico.
Namun, karena SITS ini beroperasi 24 jam, pihaknya harus menyiagakan petugas hingga tiga shift. Sehingga, seluruh kejadian di lapangan mampu terkontrol dengan baik. "Satu shift ada tiga orang. Masing-masing shift bekerja selama delapan jam setiap hari. Tetapi, sejak berlakunya e-tilang September lalu, ada seorang petugas tambahan dari Polrestabes Surabaya untuk ikut memantau," katanya.
Sebagai kelengkapan tugas, dia hanya membekali masing-masing petugas dengan handy talky (HT). Alat komunikasi ini terhubung langsung dengan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan Polrestabes Surabaya. Sehingga, begitu ada perintah mendadak dari wali kota dan atasan mereka, tiga petugas bisa cepat merespons. Misalnya, ketika ada lampu merah yang harus dinyalakan karena ada pengawalan.
Rico menjelaskan, tilang by CCTV yang diterapkan kali ini memang sepenuhnya menggunakan teknologi. Selain layar kontrol di SITS, ada tiga alat khusus yang dipasang di titik pantau, yakni satu kamera pendeteksi pelanggaran, dua kamera penerang saat malam hari, dan alat detektor lampu yang terkoneksi dengan kamera.
"Begitu lampu di traffic light menyala merah, alat detektor ini akan menyala. Alat inilah yang akan mendeteksi secara otomatis ketika ada pelanggaran terjadi. Apakah itu menerobos lampu merah, stop line, atau juga marka jalan. Objek yang tertangkap akan ter-capture, dan sensor alarm di pusat kendali kita berbunyi," urainya.
Hasilnya cukup akurat. Sebab semua objek pelanggaran yang tertangkap kamera bisa dilihat secara detail, terutama pelat nomor kendaraan. "Akurasinya cukup bagus. Tetapi, namanya teknologi memang punya kelemahan, walaupun kecil."
Sebagaimana disampaikan Andika, petugas jaga, kamera e-tilang masih kesulitan mendeteksi objek dengan pelat nomor rusak atau modifikasi. Misalnya huruf atau nomor yang terhapus. Kondisi pelat nomor tersebut seringkali membuat kamera salah membaca. Sehingga, identitas pemilik kendaraan pun kadang keliru.
"Misalnya huruf W terbaca V, maka identitasnya pasti salah. Tetapi, ini sudah teratasi. Sebab, sudah ada petugas kepolisian yang membantu verifikasi. Sehingga tidak keliru ketika dibuatkan surat laporan dan penindakan," kata pria kurus ini.
Meski begitu, Kepala Bidang Rekayasa Lalu Lintas Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Surabaya Robben Rico bersyukur, sistem e-tilang yang diterapkan kali ini mampu menekan angka pelanggaran lalu lintas secara signifikan. Saat ini, lanjut Rico, jumlah pelanggaran yang tercatat dalam sehari hanya berkisar 150-170 kejadian. Padahal, sebelumnya mencapai 400 pelanggaran.
"Rupanya ini efektif. Hasil pantauan di lapangan, pengendara mulai tertib. Mereka tak lagi berhenti di stop line seperti sebelumnya. Perlahan mereka mulai sadar, bahwa perjalanan mereka juga terpantau oleh kamera. Apalagi, surat tilang juga langsung datang ke rumah," tuturnya.
Rico menjelaskan, sistem e-tilang sejatinya bukan diterapkan untuk penindakan. Melainkan untuk edukasi, agar pengguna jalan lebih tertib. Sebab, banyak peristiwa kecelakaan terjadi di Surabaya akibat perilaku tidak tertib pengguna jalan.
"Hasil pendataan kami, 85% kecelakaan di Surabaya akibat menerobos lampu merah, itu fatal. Selebihnya karena pelanggaran marka jalan. Karena itu, perlu upaya pencegahan. Salah satunya melalui sistem penataan seperti ini (e-tilang)."
Karena itu, Dinas Perhubungan akan terus menambah kamera canggih ini di semua titik di Surabaya. "Sampai tahun ini ada tiga titik yang kami rencanakan, yakni di Kertajaya, Darmo, dan Bratang. Selanjutnya akan kami tambah hingga 10 titik."
Dia berharap, dengan penerapan e-tilang ini, tertib lalu lintas menjadi habit (kebiasaan) dan selanjutnya menjadi budaya. "Turunnya pelanggaran sejak program ini berjalan adalah buktinya. Ternyata warga Surabaya bisa diajak tertib, sekalipun harus 'dipaksa'," tuturnya.
Menurut Rico, kebutuhan untuk satu titik CCTV by tilang juga tidak mahal, antara Rp190-200 juta/titik. Angka tersebut, bagi dia, tidak sebanding dengan keselamatan nyawa yang terjadi akibat pelanggaran lalu lintas selama ini.
(zik)