Kisah Para Arsiparis, Merawat Arsip Kuno dan Menjaga Sejarah
A
A
A
YOGYAKARTA - Telaten menjadi kata kunci untuk menjadi seorang arsiparis yang andal. Banyak naskah kuno yang butuh keahlian khusus dan ketelatenan seorang arsiparis agar umurnya lebih panjang dan bisa digunakan lagi. Saat ini, masih ada ribuan arsip kuno di Keraton Yogyakarta dan Puro Pakualaman yang butuh sentuhan khusus para petugas arsip ini. Sayangnya, jumlah mereka sangat terbatas.
Salah satu petugas arsip Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) DIY adalah Pitoyo. Ditemui Kamis 24 Agustus 2017, pria ini tengah mendemonstrasikan cara perawatan arsip kuno saat Pameran Arsip di Sasono Hinggil Dwi Abad Alun-alun Selatan, Yogyakarta. Satu persatu arsip kuno itu di bersihkan. Jika ada yang terlipat, dirapikan.
Bagian yang sobek atau yang terpisah, direstorasi ulang dengan menyambung atau menyatukan kembali. Setelah semuanya bersih, bagian belakang arsip diberi lem khusus yang diimpor dari Jepang. Arsip selanjutnya direkatkan dengan sejenis kertas yang disebut tisu Jepang. “Semua masih impor. Harga tisu Jepang ini per gulung Rp7 juta, bisa untuk melapisi 400 arsip ukuran folio,” paparnya.
Arsip kuno mengandung asam yang tinggi. Untuk mengurangi kadar asam ini digunakan larutan kalsium karbonat. Langkah selanjutnya dengan mengangin-anginkan secara alami sampai kering. “Setelah direstorasi dan dilapisi tisu Jepang ini, arsip kemudian disimpan di tempat khusus. Dengan penyimpanan yang benar, arsip bisa bertahan hingga ratusan tahun,” ujar lelaki yang bergulat dengan arsip sejak tahun 1995 ini.
Menurut Pitoyo, selain merawat arsip milik BPAD, dia juga bertugas merawat dan merestorasi arsip milik Keraton. Hingga kini, sudah ribuan arsip yang telah direstorasi oleh BPAD DIY. Meski begitu, masih ada ribuan arsip lagi yang belum direstorasi. “Petugasnya terbatas,” ujarnya.
Sunarto, arsiparis yang lain menceritakan, BPAD juga melakukan restorasi terhadap arsip milik Puro Pakualaman. Salah satunya adalah arsip tahun 1813 yang berisi perjanjian Puro Pakualam dengan Raffles. “Itu arsip paling tua yang pernah kami rawat,” ujarnya.
Menurut Sunarto, seorang arsiparis juga dituntut untuk memiliki keahlian Bahasa Jawa kuno. Pasalnya, banyak arsip yang menggunakan bahasa dan aksara Jawa. “Selain dituntut punya keahlian merawat arsip, kami juga harus tau bagaimana cara membaca dan mengartikannya, karena kita dituntut menyatukan arsip yang rusak. Kalau tidak bisa baca kan bisa salah menyambungkannya,” jelasnya.
Dalam praktiknya, seorang arsiparis juga bertugas mengalihbahasakan arsip-arsip kuno lantaran BPAD belum mempunyai petugas khusus yang bertugas mengalihbahasakan arsip kuno. “Cukup sulit memang karena huruf Jawanya, huruf Jawa seret. Tapi kami belajar otodidak dan perlahan lahan kami bisa memahaminya,” terangnya.
Sunarto berharap masyarakat bisa menghargai pentingnya melestarikan arsip kuno. Karena sejarah suatu bangsa bisa diketahui salah satunya dari arsip yang ada. “Kita bisa mengetahui sejarah Yogya salah satunya dari arsip-arsip ini. Masyarakat umum juga bisa mengakses arsip koleksi kami yang telah kami digitalisasi,” pungkasnya.
Salah satu petugas arsip Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) DIY adalah Pitoyo. Ditemui Kamis 24 Agustus 2017, pria ini tengah mendemonstrasikan cara perawatan arsip kuno saat Pameran Arsip di Sasono Hinggil Dwi Abad Alun-alun Selatan, Yogyakarta. Satu persatu arsip kuno itu di bersihkan. Jika ada yang terlipat, dirapikan.
Bagian yang sobek atau yang terpisah, direstorasi ulang dengan menyambung atau menyatukan kembali. Setelah semuanya bersih, bagian belakang arsip diberi lem khusus yang diimpor dari Jepang. Arsip selanjutnya direkatkan dengan sejenis kertas yang disebut tisu Jepang. “Semua masih impor. Harga tisu Jepang ini per gulung Rp7 juta, bisa untuk melapisi 400 arsip ukuran folio,” paparnya.
Arsip kuno mengandung asam yang tinggi. Untuk mengurangi kadar asam ini digunakan larutan kalsium karbonat. Langkah selanjutnya dengan mengangin-anginkan secara alami sampai kering. “Setelah direstorasi dan dilapisi tisu Jepang ini, arsip kemudian disimpan di tempat khusus. Dengan penyimpanan yang benar, arsip bisa bertahan hingga ratusan tahun,” ujar lelaki yang bergulat dengan arsip sejak tahun 1995 ini.
Menurut Pitoyo, selain merawat arsip milik BPAD, dia juga bertugas merawat dan merestorasi arsip milik Keraton. Hingga kini, sudah ribuan arsip yang telah direstorasi oleh BPAD DIY. Meski begitu, masih ada ribuan arsip lagi yang belum direstorasi. “Petugasnya terbatas,” ujarnya.
Sunarto, arsiparis yang lain menceritakan, BPAD juga melakukan restorasi terhadap arsip milik Puro Pakualaman. Salah satunya adalah arsip tahun 1813 yang berisi perjanjian Puro Pakualam dengan Raffles. “Itu arsip paling tua yang pernah kami rawat,” ujarnya.
Menurut Sunarto, seorang arsiparis juga dituntut untuk memiliki keahlian Bahasa Jawa kuno. Pasalnya, banyak arsip yang menggunakan bahasa dan aksara Jawa. “Selain dituntut punya keahlian merawat arsip, kami juga harus tau bagaimana cara membaca dan mengartikannya, karena kita dituntut menyatukan arsip yang rusak. Kalau tidak bisa baca kan bisa salah menyambungkannya,” jelasnya.
Dalam praktiknya, seorang arsiparis juga bertugas mengalihbahasakan arsip-arsip kuno lantaran BPAD belum mempunyai petugas khusus yang bertugas mengalihbahasakan arsip kuno. “Cukup sulit memang karena huruf Jawanya, huruf Jawa seret. Tapi kami belajar otodidak dan perlahan lahan kami bisa memahaminya,” terangnya.
Sunarto berharap masyarakat bisa menghargai pentingnya melestarikan arsip kuno. Karena sejarah suatu bangsa bisa diketahui salah satunya dari arsip yang ada. “Kita bisa mengetahui sejarah Yogya salah satunya dari arsip-arsip ini. Masyarakat umum juga bisa mengakses arsip koleksi kami yang telah kami digitalisasi,” pungkasnya.
(mcm)