Warga Yogyakarta Masih Persoalkan Dua Nama Sultan
A
A
A
YOGYAKARTA - Meski proses penetapan Gubernur DIY dan Wakil Gubernur DIY tinggal menunggu pelantikan saja, namun masih ada saja elemen masyarakat yang menyoal perihal dua nama Sri Sultan Hamangku Buwono X.
Kemarin puluhan masyarakat dari sejumlah elemen melakukan audensi ke DPRD DIY. Mereka meminta DPRD DIY mengevaluasi atau membatalkan penetapan tersebut.
“Kami meminta hasil pansus penetapan dibatalkan karena tidak sesuai dengan UUK DIY dan paugeran adat,” kata Ketua Pejuang Mataram Islam, Tas’an di ruang lobi lantai 1 DPRD DIY, Rabu (23/8/2017).
Seperti diketahui, polemik soal nama ini muncul setelah 30 April 2015 Sultan mengeluarkan Sabdaraja yang mengganti namanya menjadi Hamengku Bawono Ka 10. Dalam kegiatan internal Sultan menggunakan gelar Bawono Ka 10 tersebut sementara dalam kegiatan eksternal utamanya yang berkaitan dengan pemerintahan Sultan tetap menggunakan nama Sri Sultan Hamangku Buwono X.
Sementara itu menurut Wakil Sekertaris Majelis Takmir Masjid Pathok Nagari dan Masjid Kagungan Dalem Kasultanan Ngayojokarto Hadiningrat, Ahmad Sarwono, secara de fakto Sultan yang bertahta adalah Sultan Hamengku Bawono sebagaimana surat yang dikeluarkan Kawedanan Hageng Panitiputra tertanggal 17 Juli 2017 nomor 202/KH.PP/DD/Swl.VII/JE.1950.2017 disertai 1 lembar formulir Bab Pawiyatan Pelaporan yang jelas bertentangan dan tidak dikenal oleh UUK 13/2012 yang mensyaratkan Gubernur DIY adalah Sultan bertahta bergelar Sultan Hamengku Buwono.
“Untuk itu kami bertanya kepada anggota dewan yang terhormat, jika ditemukan bukti atau fakta adanya Sultan bertahta tidak dikenal dalam UUK No 13/2012 apakah membatalkan persyaratan gubernur,” tegasnya.
Elemen masyarakat lainnya yang menamakan diri sebagai Paguyuban Warga Jogja Istimewa menilai keputusan pansus penetapan bertentangan dengan aspirasi warga. “Ini ada nama oplosan kok dibiarkan saja,” ujar Sri Yadi, Ketua Paguyuban Warga Jogja.
Sementara itu Wakil Ketua DPRD DIY Dharma Setiawan menyebut apa yang disampaikan elemen masyarakat tadi juga sudah menjadi bahan pertimbangan Pansus sebelum mengambil keputusan.
“Semua yang disampaikan tadi sudah kita bahas di pansus termasuk soal munculnya undhang (pengumuman) perubahan nama tersebut dan kita sudah melakukan klarifikasi ke Kasultanan,” tegasnya.
Lebih jauh Dharma berjanji akan memberikan hasil rekomendasi pansus kepada perwakilan elemen masyarakat.
Sementara itu Agus Sumartono, anggota FPKS yang ikut menemui elemen warga menyebut Pansus penetapan menyimpulkan bahwa nama yang diajukan sebagai calon Gubernur DIY adalah nama yang diatur dalam Pasal 1 angka 4 UU No 13 /2012 tentang Keistimewaan DIY yakni Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senapati Ing Ngalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifullah.
Pansus sudah melaporkan hasilnya dalam rapat paripurna. “Pansus menyebut calon gubernur yang dimaksud adalah Sultan Hamengku Buwono X sehingga tidak dikenal nama lain sebagaimana dimaksud dalam UU No 13 /2012,” terangnya.
Meski belum puas dengan jawaban para anggota DPRD, pertemuan tersebut terpaksa diakhiri pada pukul 14.30 WIB lantaran pada saat yang bersamaan juga dijadwalkan rapat Paripurna DPRD.
Sri Yadi meminta agar anggota Dewan memberikan jawaban tegas terkait aspirasi mereka tuju hari sejak kedatangan mereka. “Kami akan datang lagi. Mohon ada jawaban yang tegas,” terangnya.
Seperti diketahui Rabu 2 Agustus silam Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Paku Alam X kemarin resmi ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY periode 2017-2022 oleh DPRD DIY melalui rapat Paripurna Penetapan di Gedung DPRD DIY.
Secara aklamasi anggota Dewan yang hadir menyetujui Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Paku Alam X ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur periode 2017-2022. Saat ini proses penetapan tinggal menunggu pelantikan presiden.
Kemarin puluhan masyarakat dari sejumlah elemen melakukan audensi ke DPRD DIY. Mereka meminta DPRD DIY mengevaluasi atau membatalkan penetapan tersebut.
“Kami meminta hasil pansus penetapan dibatalkan karena tidak sesuai dengan UUK DIY dan paugeran adat,” kata Ketua Pejuang Mataram Islam, Tas’an di ruang lobi lantai 1 DPRD DIY, Rabu (23/8/2017).
Seperti diketahui, polemik soal nama ini muncul setelah 30 April 2015 Sultan mengeluarkan Sabdaraja yang mengganti namanya menjadi Hamengku Bawono Ka 10. Dalam kegiatan internal Sultan menggunakan gelar Bawono Ka 10 tersebut sementara dalam kegiatan eksternal utamanya yang berkaitan dengan pemerintahan Sultan tetap menggunakan nama Sri Sultan Hamangku Buwono X.
Sementara itu menurut Wakil Sekertaris Majelis Takmir Masjid Pathok Nagari dan Masjid Kagungan Dalem Kasultanan Ngayojokarto Hadiningrat, Ahmad Sarwono, secara de fakto Sultan yang bertahta adalah Sultan Hamengku Bawono sebagaimana surat yang dikeluarkan Kawedanan Hageng Panitiputra tertanggal 17 Juli 2017 nomor 202/KH.PP/DD/Swl.VII/JE.1950.2017 disertai 1 lembar formulir Bab Pawiyatan Pelaporan yang jelas bertentangan dan tidak dikenal oleh UUK 13/2012 yang mensyaratkan Gubernur DIY adalah Sultan bertahta bergelar Sultan Hamengku Buwono.
“Untuk itu kami bertanya kepada anggota dewan yang terhormat, jika ditemukan bukti atau fakta adanya Sultan bertahta tidak dikenal dalam UUK No 13/2012 apakah membatalkan persyaratan gubernur,” tegasnya.
Elemen masyarakat lainnya yang menamakan diri sebagai Paguyuban Warga Jogja Istimewa menilai keputusan pansus penetapan bertentangan dengan aspirasi warga. “Ini ada nama oplosan kok dibiarkan saja,” ujar Sri Yadi, Ketua Paguyuban Warga Jogja.
Sementara itu Wakil Ketua DPRD DIY Dharma Setiawan menyebut apa yang disampaikan elemen masyarakat tadi juga sudah menjadi bahan pertimbangan Pansus sebelum mengambil keputusan.
“Semua yang disampaikan tadi sudah kita bahas di pansus termasuk soal munculnya undhang (pengumuman) perubahan nama tersebut dan kita sudah melakukan klarifikasi ke Kasultanan,” tegasnya.
Lebih jauh Dharma berjanji akan memberikan hasil rekomendasi pansus kepada perwakilan elemen masyarakat.
Sementara itu Agus Sumartono, anggota FPKS yang ikut menemui elemen warga menyebut Pansus penetapan menyimpulkan bahwa nama yang diajukan sebagai calon Gubernur DIY adalah nama yang diatur dalam Pasal 1 angka 4 UU No 13 /2012 tentang Keistimewaan DIY yakni Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senapati Ing Ngalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifullah.
Pansus sudah melaporkan hasilnya dalam rapat paripurna. “Pansus menyebut calon gubernur yang dimaksud adalah Sultan Hamengku Buwono X sehingga tidak dikenal nama lain sebagaimana dimaksud dalam UU No 13 /2012,” terangnya.
Meski belum puas dengan jawaban para anggota DPRD, pertemuan tersebut terpaksa diakhiri pada pukul 14.30 WIB lantaran pada saat yang bersamaan juga dijadwalkan rapat Paripurna DPRD.
Sri Yadi meminta agar anggota Dewan memberikan jawaban tegas terkait aspirasi mereka tuju hari sejak kedatangan mereka. “Kami akan datang lagi. Mohon ada jawaban yang tegas,” terangnya.
Seperti diketahui Rabu 2 Agustus silam Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Paku Alam X kemarin resmi ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY periode 2017-2022 oleh DPRD DIY melalui rapat Paripurna Penetapan di Gedung DPRD DIY.
Secara aklamasi anggota Dewan yang hadir menyetujui Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Paku Alam X ditetapkan sebagai gubernur dan wakil gubernur periode 2017-2022. Saat ini proses penetapan tinggal menunggu pelantikan presiden.
(sms)