Triwulan II, Pertumbuhan Ekonomi Jabar Melambat
A
A
A
BANDUNG - Pertumbuhan perekonomian di Jawa Barat pada kuartal II mengalami perlambatan dibandingkan dengan pertumbuhan kuartal sebelumnya. Badan Pusat Statistik (BPS) Jabar mencatat pertumbuan di kuartal II hanya mencapai 5,29% meskipun lebih tinggi dibandingkan angka nasional sebesar 5%.
Persoalan perlambatan ekonomi di Jawa Barat ini dibahas dalam diskusi ringan Obrolan Teras SINDO (OTS) dengan tema Geliat Ekonomi vs Daya Beli yang berlangsung di Restoran Kalapa Lagoon, Jalan Sumatera, Kota Bandung, Selasa(22/8/2017). Hadir dalam diskusi Kepala BPS Jabar Dody Herlando, Ketua Jaringan Pengusaha Nasional (JapNas) Jawa Barat Iwan Gunawan, dan Pengamat Ekonomi dan Kependudukan dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Ferry Hadiyanto.
Kepala BPS Jabar Dody Herlando mengakui, terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat. Berdasarkan data statistik tercatat pertumbuhan ekonomi hanya berada di angka 5,29% PDRB. "Angka ini sebenarnya masih tinggi dari nasional. Daya beli masyarakat juga masih bagus. Masih bergerak, tapi memang ada perlambatan," katanya.
Dia menyebutkan, perlambatan perekonomian ini hanya terjadi di sektor makro. Banyak faktor yang membuat perlambatan tersebut, di antaranya adalah adanya degradasi pola belanja masyarakat, risiko kompetisi dengan kompetitor nasional dan internasional. "Menurut saya ini hanya situasional saja. Buktinya di sektor mikro terjadi peningkatan belanja masyarakat," ujarnya.
Ketua Jaringan Pengusaha Nasional (Japnas) Jawa Barat Iwan Gunawan mengatakan, perlambatan ekonomi terjadi pada produk tekstil, properti, logam, makanan dan minuman, serta industri jasa seperti ritel. Menurut dia, penurunan ekonomi ini akibat dampak kondisi ekonomi global. Dampak perekonomian global ini sangat dirasakan pada industri garmen.
"Penurunan ini sangat dirasakan dunia usaha. Kami terus berupaya mencari solusi untuk mengembangkan usaha. Kepastian investasi dan upah menjadi salah satunya," kata Iwan.
Kendati demikian, para pelaku usaha tetap optimistis bisa mengembangkan produknya dengan bekerja sama dengan pemerintah. "Mudah-mudahan kondisi ini hanya jangka pendek saja. Kami juga terus berinovasi dengan mengembangkan traditional trade dan modern trade," ungkap dia.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi dan Kependudukan Universitas Padjadjaran (Unpad) Ferry Hadiyanto mengatakan, sebenarnya konteks pertumbuhan ekonomi bisa dibagi dua yakni makro dan mikro. Untuk pertumbuhan ekonomi makro saat ini memang mengalami perlambatan walaupun angka di Jabar masih lebih tinggi dibandingkan nilai nasional.
Sedangkan, pertumbuhan di sektor mikro hanya terjadi perubahan pola struktur dalam item pengeluaran. Artinya ada perubahan dalam gaya daya beli masyarakat. "Kalau dilihat dari total daya beli sebenarnya tidak ada perubahan. Hanya komposisi pengeluaran masyarakat saja yang bergeser. Ini tidak menunjukan penurunan ekonomi," ujarnya.
Namun, Ferry mengakui, pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat saat ini sedang mengalami stagnan. "Tetapi, stagnan ini masih menumbuhkan potensi karena angka pertumbuhan ekonomi kita masih mencapai 5,29%. Kecuali, kalau angka kita hanya 3%," pungkasnya.
Persoalan perlambatan ekonomi di Jawa Barat ini dibahas dalam diskusi ringan Obrolan Teras SINDO (OTS) dengan tema Geliat Ekonomi vs Daya Beli yang berlangsung di Restoran Kalapa Lagoon, Jalan Sumatera, Kota Bandung, Selasa(22/8/2017). Hadir dalam diskusi Kepala BPS Jabar Dody Herlando, Ketua Jaringan Pengusaha Nasional (JapNas) Jawa Barat Iwan Gunawan, dan Pengamat Ekonomi dan Kependudukan dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Ferry Hadiyanto.
Kepala BPS Jabar Dody Herlando mengakui, terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat. Berdasarkan data statistik tercatat pertumbuhan ekonomi hanya berada di angka 5,29% PDRB. "Angka ini sebenarnya masih tinggi dari nasional. Daya beli masyarakat juga masih bagus. Masih bergerak, tapi memang ada perlambatan," katanya.
Dia menyebutkan, perlambatan perekonomian ini hanya terjadi di sektor makro. Banyak faktor yang membuat perlambatan tersebut, di antaranya adalah adanya degradasi pola belanja masyarakat, risiko kompetisi dengan kompetitor nasional dan internasional. "Menurut saya ini hanya situasional saja. Buktinya di sektor mikro terjadi peningkatan belanja masyarakat," ujarnya.
Ketua Jaringan Pengusaha Nasional (Japnas) Jawa Barat Iwan Gunawan mengatakan, perlambatan ekonomi terjadi pada produk tekstil, properti, logam, makanan dan minuman, serta industri jasa seperti ritel. Menurut dia, penurunan ekonomi ini akibat dampak kondisi ekonomi global. Dampak perekonomian global ini sangat dirasakan pada industri garmen.
"Penurunan ini sangat dirasakan dunia usaha. Kami terus berupaya mencari solusi untuk mengembangkan usaha. Kepastian investasi dan upah menjadi salah satunya," kata Iwan.
Kendati demikian, para pelaku usaha tetap optimistis bisa mengembangkan produknya dengan bekerja sama dengan pemerintah. "Mudah-mudahan kondisi ini hanya jangka pendek saja. Kami juga terus berinovasi dengan mengembangkan traditional trade dan modern trade," ungkap dia.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi dan Kependudukan Universitas Padjadjaran (Unpad) Ferry Hadiyanto mengatakan, sebenarnya konteks pertumbuhan ekonomi bisa dibagi dua yakni makro dan mikro. Untuk pertumbuhan ekonomi makro saat ini memang mengalami perlambatan walaupun angka di Jabar masih lebih tinggi dibandingkan nilai nasional.
Sedangkan, pertumbuhan di sektor mikro hanya terjadi perubahan pola struktur dalam item pengeluaran. Artinya ada perubahan dalam gaya daya beli masyarakat. "Kalau dilihat dari total daya beli sebenarnya tidak ada perubahan. Hanya komposisi pengeluaran masyarakat saja yang bergeser. Ini tidak menunjukan penurunan ekonomi," ujarnya.
Namun, Ferry mengakui, pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat saat ini sedang mengalami stagnan. "Tetapi, stagnan ini masih menumbuhkan potensi karena angka pertumbuhan ekonomi kita masih mencapai 5,29%. Kecuali, kalau angka kita hanya 3%," pungkasnya.
(wib)