Jabar Bisa Lebih Maju Asalkan Emil-Dedi Turunkan Ego
A
A
A
BANDUNG - Duet Ridwan Kamil (Emil)-Dedi Mulyadi bisa menjanjikan lompatan pembangunan, apabila keduanya mau menurunkan ego masing-masing ketika memimpin Jawa Barat. Karakter dua figur ini dinilai cukup menonjol dan masih bisa bersinergis untuk membawa masyarakat Jabar ke arah yang lebih baik.
Pengamat politik dan pemerintahan Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Prof Asep Warlan Yusuf, menyebutkan, mengolaborasikan karakter yang menonjol pada kedua figur ini tampaknya akan sulit terjadi, namun bukan mustahil bisa terwujud. Emil yang menonjolkan sisi modern melalui berbagai inovasi di Kota Bandung merupakan potensi yang sangat besar bagi masyarakat Jawa Barat.
Begitu pula Dedi Mulyadi yang mengedepankan aspek kultural dengan konsep-konsep merakyatnya sudah diwujudkan di Kabupaten Purwakarta menjadi modal besar untuk memimpin Jawa Barat ke depan.
“Hanya saja, keduanya yang sama-sama memiliki kreativitas, inovasi, serta sama-sama pupujieun (ingin disanjung), membuatnya sulit menyatu. Potensi untuk saling menonjolkan diri sangatlah kuat. Jika keduanya tak mengedepankan kepentingan masyarakat Jabar tentu akan jalan masing-masing ketika memimpin Jabar. Tapi kalau egonya diturunkan ini akan menjadi kekuatan luar biasa,”ungkap Warlan kepada SINDOnews, Kamis (10/8/2017) .
Baginya, sangatlah beralasan ketika muncul kekhawatiran akan terjadinya dua matahari saat mereka memimpin Jabar. Jika pasangan ini ditakdirkan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Jabar, paling hanya enam bulan untuk seiring sejalan. Selebihnya akan bermain masing-masing guna menonjolkan diri.
Dalam konteks ini, satu-satunya pengendali selain kesadaran mereka untuk lebih mengutamakan kepentingan masyarakat, adalah partai politik agar Emil-Dedi berjalan secara harmonis. Meskipun sebenarnya dishamonis tidak akan terjadi jika tunduk dan patuh pada regulasi tentang pembagian tugas dan wewenang antara gubernur dan wakil gubernur.
Pengamat politik dan pemerintahan Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Prof Asep Warlan Yusuf, menyebutkan, mengolaborasikan karakter yang menonjol pada kedua figur ini tampaknya akan sulit terjadi, namun bukan mustahil bisa terwujud. Emil yang menonjolkan sisi modern melalui berbagai inovasi di Kota Bandung merupakan potensi yang sangat besar bagi masyarakat Jawa Barat.
Begitu pula Dedi Mulyadi yang mengedepankan aspek kultural dengan konsep-konsep merakyatnya sudah diwujudkan di Kabupaten Purwakarta menjadi modal besar untuk memimpin Jawa Barat ke depan.
“Hanya saja, keduanya yang sama-sama memiliki kreativitas, inovasi, serta sama-sama pupujieun (ingin disanjung), membuatnya sulit menyatu. Potensi untuk saling menonjolkan diri sangatlah kuat. Jika keduanya tak mengedepankan kepentingan masyarakat Jabar tentu akan jalan masing-masing ketika memimpin Jabar. Tapi kalau egonya diturunkan ini akan menjadi kekuatan luar biasa,”ungkap Warlan kepada SINDOnews, Kamis (10/8/2017) .
Baginya, sangatlah beralasan ketika muncul kekhawatiran akan terjadinya dua matahari saat mereka memimpin Jabar. Jika pasangan ini ditakdirkan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Jabar, paling hanya enam bulan untuk seiring sejalan. Selebihnya akan bermain masing-masing guna menonjolkan diri.
Dalam konteks ini, satu-satunya pengendali selain kesadaran mereka untuk lebih mengutamakan kepentingan masyarakat, adalah partai politik agar Emil-Dedi berjalan secara harmonis. Meskipun sebenarnya dishamonis tidak akan terjadi jika tunduk dan patuh pada regulasi tentang pembagian tugas dan wewenang antara gubernur dan wakil gubernur.
(wib)