Pungutan di SMPN 2 Arut Selatan Capai Rp552 Juta Dikeluhkan
A
A
A
PANGKALAN BUN - Pungutan sumbangan komite sekolah di SMPN 2 Arut Selatan, Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat (Kobar), Kalteng yang mencapai hampir Rp552 juta dikeluhkan para orang tua murid. Total dana yang terkumpul bersumber dari sumbangan siswa kelas VII, VIII dan kelas IX dengan nilai bervariasi antara Rp500 ribu hingga Rp600 ribu per siswa.
Berdasarkan rincinanya ratusan juta uang sumbangan tersebut akan digunakan untuk membiayai beberapa kegiatan peningkatan sarana dan prasarana sekolah.
Di antaranya adalah pembangunan delapan pintu WC siswa dengan anggaran Rp200 juta dan 8 wastafel dengan anggaran Rp40 juta, termasuk membiayai honor jaga malam dan satpam sekolah.
"Hampir setiap tahun ya minta sumbangan berkedok uang komite, tapi setiap membayar tidak diberikan tanda terima. Dan lucunya lagi uang digunakan untuk pembangunan bangunan ini seperti WC, keramik kelas, itu kan tugas pemerintah. Dan anggarannya tidak masuk akal, misal bangun 2 WC total Rp60 Juta," keluh seorang wali murid AN saat ditemui di rumahnya, Senin (31/7/2017).
Dia mengatakan, nilai sumbangan yang ditetapkan berdasarkan rapat komite dengan orang tua siswa kelas VII tersebut menimbulkan polemik. Terutama orang tua siswa kelas VIII dan IX. Apalagi anak mereka meminta uang Rp500 ribu untuk sumbangan sekolah.
Mayoritas wali siswa kaget karena merasa tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan nilai sumbangan.
Pihak komite sekolah beralasan tidak diundangnya orang tua kelas VII dan IX karena sebelumnya saat anak mereka kelas VII sudah pernah mengikuti rapat serupa dengan pihak komite sekolah sehingga sudah dianggap mengetahui program tersebut.
"Kita undang semua orang tua siswa kelas VII dan kita jelaskan beberapa program komite secara terbuka dan transparan," kata Ketua Komite SMP Negeri 2 Pangkalan Bun, Prayitno saat dihubungi MNC Media.
Sumbangan dari orangtua siswa diakui Prayitno bukan hanya kali ini. Sebelumnya sudah dua kali diadakan untuk pengadaan infokus di semua kelas yang berjumlah 28 kelas dan empat unit WC dari total delapan WC yang sudah tersedia.
Menurutnya, Jumlah WC yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah siswa saat ini yang mencapai 900 orang, atau terbanyak se Kalteng.
"Idealnya satu WC untuk satu kelas. Jadi kunci kita serahkan kepada ketua kelas untuk mengelola wc tersebut," kilahnya.
Dia menegaskan, bagi orang tua siswa yang tidak mampu maka tidak ada kewajiban untuk membayar sumbangan tersebut. Juga berlaku bagi orangtua yang anaknya di sekolah tersebut ada dua orang, atau yang kembar. Diwajibkan hanya membayar satu orang.
Terkait adanya keterangan dari salah satu orangtua siswa yang mengatakan apabila uang sumbangan tersebut tidak dilunasi, maka akan ditahan buku raport ataupun ijazahnya, dibantah Prayitno.
"Kata siapa tidak ada seperti itu, kalau ada bilang sama saya. Jangan main-main program ini sudah berjalan tiga tahun," timpalnya
Untuk diketahui rencana anggaran kegiatan program komite dari hasil sumbangan siswa di tiga kelas berjumlah total sebesar Rp497.200.000
Sementara rencana pengeluaran dana untuk membiayai program komite membutuhkan anggaran sebesar Rp552.000.000. Saat ini lembaran kegiatan dan anggaran yang dikeluarkan komite, menyebar luas di media sosial dan menimbulkan polemik.
Berdasarkan rincinanya ratusan juta uang sumbangan tersebut akan digunakan untuk membiayai beberapa kegiatan peningkatan sarana dan prasarana sekolah.
Di antaranya adalah pembangunan delapan pintu WC siswa dengan anggaran Rp200 juta dan 8 wastafel dengan anggaran Rp40 juta, termasuk membiayai honor jaga malam dan satpam sekolah.
"Hampir setiap tahun ya minta sumbangan berkedok uang komite, tapi setiap membayar tidak diberikan tanda terima. Dan lucunya lagi uang digunakan untuk pembangunan bangunan ini seperti WC, keramik kelas, itu kan tugas pemerintah. Dan anggarannya tidak masuk akal, misal bangun 2 WC total Rp60 Juta," keluh seorang wali murid AN saat ditemui di rumahnya, Senin (31/7/2017).
Dia mengatakan, nilai sumbangan yang ditetapkan berdasarkan rapat komite dengan orang tua siswa kelas VII tersebut menimbulkan polemik. Terutama orang tua siswa kelas VIII dan IX. Apalagi anak mereka meminta uang Rp500 ribu untuk sumbangan sekolah.
Mayoritas wali siswa kaget karena merasa tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan untuk menentukan nilai sumbangan.
Pihak komite sekolah beralasan tidak diundangnya orang tua kelas VII dan IX karena sebelumnya saat anak mereka kelas VII sudah pernah mengikuti rapat serupa dengan pihak komite sekolah sehingga sudah dianggap mengetahui program tersebut.
"Kita undang semua orang tua siswa kelas VII dan kita jelaskan beberapa program komite secara terbuka dan transparan," kata Ketua Komite SMP Negeri 2 Pangkalan Bun, Prayitno saat dihubungi MNC Media.
Sumbangan dari orangtua siswa diakui Prayitno bukan hanya kali ini. Sebelumnya sudah dua kali diadakan untuk pengadaan infokus di semua kelas yang berjumlah 28 kelas dan empat unit WC dari total delapan WC yang sudah tersedia.
Menurutnya, Jumlah WC yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah siswa saat ini yang mencapai 900 orang, atau terbanyak se Kalteng.
"Idealnya satu WC untuk satu kelas. Jadi kunci kita serahkan kepada ketua kelas untuk mengelola wc tersebut," kilahnya.
Dia menegaskan, bagi orang tua siswa yang tidak mampu maka tidak ada kewajiban untuk membayar sumbangan tersebut. Juga berlaku bagi orangtua yang anaknya di sekolah tersebut ada dua orang, atau yang kembar. Diwajibkan hanya membayar satu orang.
Terkait adanya keterangan dari salah satu orangtua siswa yang mengatakan apabila uang sumbangan tersebut tidak dilunasi, maka akan ditahan buku raport ataupun ijazahnya, dibantah Prayitno.
"Kata siapa tidak ada seperti itu, kalau ada bilang sama saya. Jangan main-main program ini sudah berjalan tiga tahun," timpalnya
Untuk diketahui rencana anggaran kegiatan program komite dari hasil sumbangan siswa di tiga kelas berjumlah total sebesar Rp497.200.000
Sementara rencana pengeluaran dana untuk membiayai program komite membutuhkan anggaran sebesar Rp552.000.000. Saat ini lembaran kegiatan dan anggaran yang dikeluarkan komite, menyebar luas di media sosial dan menimbulkan polemik.
(sms)