Tak Punya Biaya Sewa Rumah, Sofian dan Putrinya Tinggal di Gubuk Reyot
A
A
A
PASANGKAYU - Tidak mempunyai biaya untuk sewa rumah kontrakan, bapak satu anak yang berprofesi sebagai sopir bentor, Sofian, terpaksa tinggal bersama dengan putrinya, Sapna, di gubuk reyot beratap daun rumbia dan berdinding papan bekas.
Pesatnya pembangunan di Kabupaten Mamuju Utara tak serta-merta meningkatkan perekonomian masyarakat. Hal ini dialami Sofian, warga Dusun Labuang, Kelurahan Pasangkayu, Kecamatan Pasangkayu. Sudah dua tahunan ini dia bersama putrinya terpaksa tinggal di gubuk reyot tanpa penerangan.
Di ruangan berukuran 2x3 meter itu tak tampak perabotan rumah tangga sebagaimana layaknya rumah tinggal. Bahkan, dapur dan tempat tidur pun satu ruangan. Bapak satu anak ini terpaksa harus tidur di atas papan beralaskan kasur dan karpet bekas yang sudah sangat lusuh.
Untuk bertahan hidup di tengah impitan ekonomi dan pesatnya pembangunan ibu kota Mamuju Utara, Sofian terpaksa harus mengumpulkan kardus dan kaleng bekas karena pendapatannya sebagai sopir bentor tak mencukupi biaya hidup bersama dengan putri semata wayangnya yang kini sudah berusia 10 tahun.
Kepada MNC Media, Senin (31/7/2017), Sofian mengaku terpaksa tinggal di gubuk reyot milik saudaranya tersebut karena tidak mampu membayar rumah kontrakan. Bahkan, untuk makan saja dia bersama putrinya kadang berharap sumbangan dari orang lain. Sementara, agar gubuk reyot tempatnya tinggal tidak kemasukan air hujan, atapnya ditempel dengan karpet plastik bekas.
Walau tergolong warga miskin, Sofian bersama dengan putrinya tak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah. Padahal, gubuk reyot yang ditinggalinya letaknya berada dalam Kota Pasangkayu, ibu kota Mamuju Utara yang juga tidak jauh dari kantor Bupati Mamuju Utara.
Pesatnya pembangunan di Kabupaten Mamuju Utara tak serta-merta meningkatkan perekonomian masyarakat. Hal ini dialami Sofian, warga Dusun Labuang, Kelurahan Pasangkayu, Kecamatan Pasangkayu. Sudah dua tahunan ini dia bersama putrinya terpaksa tinggal di gubuk reyot tanpa penerangan.
Di ruangan berukuran 2x3 meter itu tak tampak perabotan rumah tangga sebagaimana layaknya rumah tinggal. Bahkan, dapur dan tempat tidur pun satu ruangan. Bapak satu anak ini terpaksa harus tidur di atas papan beralaskan kasur dan karpet bekas yang sudah sangat lusuh.
Untuk bertahan hidup di tengah impitan ekonomi dan pesatnya pembangunan ibu kota Mamuju Utara, Sofian terpaksa harus mengumpulkan kardus dan kaleng bekas karena pendapatannya sebagai sopir bentor tak mencukupi biaya hidup bersama dengan putri semata wayangnya yang kini sudah berusia 10 tahun.
Kepada MNC Media, Senin (31/7/2017), Sofian mengaku terpaksa tinggal di gubuk reyot milik saudaranya tersebut karena tidak mampu membayar rumah kontrakan. Bahkan, untuk makan saja dia bersama putrinya kadang berharap sumbangan dari orang lain. Sementara, agar gubuk reyot tempatnya tinggal tidak kemasukan air hujan, atapnya ditempel dengan karpet plastik bekas.
Walau tergolong warga miskin, Sofian bersama dengan putrinya tak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah. Padahal, gubuk reyot yang ditinggalinya letaknya berada dalam Kota Pasangkayu, ibu kota Mamuju Utara yang juga tidak jauh dari kantor Bupati Mamuju Utara.
(zik)