Karomah Syekh Amir Hasan Pemersatu 6 Suku di Karimunjawa
A
A
A
Bagi warga Kepulauan Karimunjawa nama Syekh Amir Hasan yang juga dikenal sebagai Sunan Nyamplungan begitu melegenda karena dia merupakan penyebar agama Islam di pulau tersebut. Amir Hasan adalah anak dari Sunan Muria dan Dewi Sujinah.
Amir Hasan merupakan santri dari Sunan Kudus yang sangat cerdas tetapi konon dia memiliki sifat tidak baik yaitu sombong. Sejak kecil Amir Hasan agak dimanjakan oleh ibundanya Dewi Sujinah, sehingga perilakunya cenderung nakal.
Amir Hasan dititipkan kepada pamannya, Sunan Kudus, dengan harapan perilakunya berubah dan itu menjadi kenyataan karena kemudian dia menjadi sosok pemuda yang sangat taat.
Kesombongan yang membuat Sunan Muria geram adalah ketika seluruh santrinya disuruh mencari Kijang, Tetapi Amir Hasan tidak mau ikut mencari melainkan hanya menunjukan jarinya yang bisa mengeluarkan cahaya kearah kijang.
Karena Amir Hasan memamerkan keistimewaanya dia, maka dia diusir untuk pergi ke pulau yang terlihat kremun-kremun (samar-samar) dari atas Gunung Muria.
Disertai dua orang abdi, Amir Hasan berangkat dan diberi bekal berupa dua buah biji Nyamplung untuk ditanam di pulau tersebut. Di samping itu dia juga membawa Mustaka Masjid (sampai saat ini masih berada di kompleks pemakaman Sunan Nyamplung)
Sunan Nyamplungan pergi kearah Pulau Kremun-Kremun (Karimunjawa), tapi ketika baru sampai disebuah pantai terdapat banyak sekali ikan Bandeng maka pantai tersebut diberi nama Pantai Bandengan.
Sesampai disana, Amir Hasan (Sunan Nyamplungan) menanam biji nyamplungan hingga tumbuhan tersebut subur dan berkembang biak dan mengitari Pulau Karimunjawa.
Berdasar cerita Syekh Amir Hasan lalu menyiarkan Islam yang dilakukan dengan damai dan teduh sehingga menarik minat warga. Hasilnya, penduduk Karimun Jawa era abad 15 atau 16 Masehi hingga sekarang secara turun temurun beragama Islam.
Selain itu dengan kharisma dan karomah yang dia miliki mampu mempersatukan enam suku di pulau Karimunjawa hingga hidup rukun damai sejahtera.
Nilai-nilai kerukunan dan keharmonisan antar suku di pulau tersebut diwariskan dan lestari hingga sekarang di seantero wilayah Karimunjawa.
Ada enam suku yang menghuni Kepulauan Karimunjawa, yakni Bugis, Madura, Jawa, Buton, Bajo dan Mandar. Mereka mengelompok di berbagai titik yang berbeda.
Seperti Suku Bugis dengan rumah panggungnya di Batulawang, Suku Madura tinggal di kawasan Legon Bajak Kemojan, lalu Suku Buton di Desa Karimunjawa dan lain sebagainya.
Sekretaris Yayasan Safinatul Huda Karimunjawa, Hisyam Zamroni mengatakan, berdasarkan catatan penjelajah Belanda, sekitar abad 15 wilayah Karimun Jawa sudah ramai.
Sebab kawasan tersebut menjadi lokasi transit kapal dari berbagai wilayah yang melintas di pesisir utara Pulau Jawa.
Waktu itu, Karimunjawa yang dikenal dengan nama Pulau Pawinihan dihuni oleh banyak suku. Bahkan lebih banyak dibanding saat ini.
Syekh Amir Hasan, kata Hisyam, memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat. Saat itu, Pulau Pawinihan merupakan tanah perdikan dan Syekh Amir Hasan yang menjadi "penguasa".
Dia sangat bijak saat mengatur masyarakat. Hingga tidak muncul konflik baik antarsuku maupun antarpribadi di Karimunjawa.
"Dan warisan itu lestari hingga sekarang. Tidak ada konflik di Karimunjawa sampai hari ini. Kalau tak percaya coba saja cek langsung ke lapangan," terangnya.
Salah satu upaya yang dilakukan Syekh Amir Hasan untuk mempersatukan berbagai suku di Karimunjawa lewat jalan dakwah bil hikmah. Syekh Amir Hasan adalah seorang mursyid thoriqoh.
Dan hal ini terkonfirmasi dengan 'kesaksian" berbagai tokoh Karimunjawa seperti Mbah Ali Jangguk asal suku Bugis yang hidup sebelum Indonesia merdeka. Thoriqoh yang dilakukan sama dengan Syekh Yusuf Al Maqossory, Sulawesi.
"Makanya Islam di Karimunjawa sangat santun karena ada thoriqoh. Dakwahnya simpel tapi mengena sesuai karakter masyarakat," jelas Wakil Ketua PCNU Jepara ini.
Saat berdakwah, Syekh Amir Hasan menggunakan berbagai piranti lokal. Nama berbagai jenis kayu yang hingga kini digunakan warga Karimunjawa untuk berbagai kepentingan mulai dari bahan bangunan, perabot rumah hingga souvenir merupakan hasil penamaan oleh Syekh Amir Hasan.
Seperti kayu Stigi, Dewadaru dan Kalimasada. Nama-nama tersebut tentu saja mengandung nilai filosofis yang sangat tinggi dan berhubungan dengan Sang Pencipta.
"Terlepas dari khasiat kayu itu, tapi memang ada makna di balik namanya. Semisal Kalimosodo itu maksudnya kalimat syahadat yang tujuannya mengakui Keesaan Alloh SWT. Itu sangat dasar sekali," terang Hisyam.
Ketika wafat Syekh Amir Hasan dimakamkan di puncak bukit yang masuk wilayah Dukuh Nyamplungan, Desa Karimunjawa.
Ada puluhan anak tangga yang harus ditapaki satu persatu agar bisa sampai di pemakaman yang dikelilingi pepohonan kawasan Balai Taman Nasional (BTN) Karimunjawa tersebut.
Sekilas, makam tersebut lebih panjang dari ukuran lazimnya. Biasanya makam warga hanya sepanjang 2 meteran. Namun makam ini panjangnya sekitar 4 meter dengan lebar 2,5 meter.
"Sunan Nyamplungan jadi tokoh panutan warga. Hingga sekarang kalau warga mau punya hajat pasti ziarah ke makam. Mendoakan dan istilahnya juga "minta restu" karena Sunan Nyamplungan memang dianggap tokoh masyarakat," kata juru kunci makam tersebut, Marukan (67).
Tak heran jika dalam waktu-waktu tertentu selalu sayup-sayup terdengar bacaan tahlil dari puncak bukit yang masuk wilayah Dukuh Nyamplungan, Desa Karimunjawa tersebut.
Sumber:
- biografi-tokoh-ternama.blogspot
- wikipedia
Amir Hasan merupakan santri dari Sunan Kudus yang sangat cerdas tetapi konon dia memiliki sifat tidak baik yaitu sombong. Sejak kecil Amir Hasan agak dimanjakan oleh ibundanya Dewi Sujinah, sehingga perilakunya cenderung nakal.
Amir Hasan dititipkan kepada pamannya, Sunan Kudus, dengan harapan perilakunya berubah dan itu menjadi kenyataan karena kemudian dia menjadi sosok pemuda yang sangat taat.
Kesombongan yang membuat Sunan Muria geram adalah ketika seluruh santrinya disuruh mencari Kijang, Tetapi Amir Hasan tidak mau ikut mencari melainkan hanya menunjukan jarinya yang bisa mengeluarkan cahaya kearah kijang.
Karena Amir Hasan memamerkan keistimewaanya dia, maka dia diusir untuk pergi ke pulau yang terlihat kremun-kremun (samar-samar) dari atas Gunung Muria.
Disertai dua orang abdi, Amir Hasan berangkat dan diberi bekal berupa dua buah biji Nyamplung untuk ditanam di pulau tersebut. Di samping itu dia juga membawa Mustaka Masjid (sampai saat ini masih berada di kompleks pemakaman Sunan Nyamplung)
Sunan Nyamplungan pergi kearah Pulau Kremun-Kremun (Karimunjawa), tapi ketika baru sampai disebuah pantai terdapat banyak sekali ikan Bandeng maka pantai tersebut diberi nama Pantai Bandengan.
Sesampai disana, Amir Hasan (Sunan Nyamplungan) menanam biji nyamplungan hingga tumbuhan tersebut subur dan berkembang biak dan mengitari Pulau Karimunjawa.
Berdasar cerita Syekh Amir Hasan lalu menyiarkan Islam yang dilakukan dengan damai dan teduh sehingga menarik minat warga. Hasilnya, penduduk Karimun Jawa era abad 15 atau 16 Masehi hingga sekarang secara turun temurun beragama Islam.
Selain itu dengan kharisma dan karomah yang dia miliki mampu mempersatukan enam suku di pulau Karimunjawa hingga hidup rukun damai sejahtera.
Nilai-nilai kerukunan dan keharmonisan antar suku di pulau tersebut diwariskan dan lestari hingga sekarang di seantero wilayah Karimunjawa.
Ada enam suku yang menghuni Kepulauan Karimunjawa, yakni Bugis, Madura, Jawa, Buton, Bajo dan Mandar. Mereka mengelompok di berbagai titik yang berbeda.
Seperti Suku Bugis dengan rumah panggungnya di Batulawang, Suku Madura tinggal di kawasan Legon Bajak Kemojan, lalu Suku Buton di Desa Karimunjawa dan lain sebagainya.
Sekretaris Yayasan Safinatul Huda Karimunjawa, Hisyam Zamroni mengatakan, berdasarkan catatan penjelajah Belanda, sekitar abad 15 wilayah Karimun Jawa sudah ramai.
Sebab kawasan tersebut menjadi lokasi transit kapal dari berbagai wilayah yang melintas di pesisir utara Pulau Jawa.
Waktu itu, Karimunjawa yang dikenal dengan nama Pulau Pawinihan dihuni oleh banyak suku. Bahkan lebih banyak dibanding saat ini.
Syekh Amir Hasan, kata Hisyam, memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat. Saat itu, Pulau Pawinihan merupakan tanah perdikan dan Syekh Amir Hasan yang menjadi "penguasa".
Dia sangat bijak saat mengatur masyarakat. Hingga tidak muncul konflik baik antarsuku maupun antarpribadi di Karimunjawa.
"Dan warisan itu lestari hingga sekarang. Tidak ada konflik di Karimunjawa sampai hari ini. Kalau tak percaya coba saja cek langsung ke lapangan," terangnya.
Salah satu upaya yang dilakukan Syekh Amir Hasan untuk mempersatukan berbagai suku di Karimunjawa lewat jalan dakwah bil hikmah. Syekh Amir Hasan adalah seorang mursyid thoriqoh.
Dan hal ini terkonfirmasi dengan 'kesaksian" berbagai tokoh Karimunjawa seperti Mbah Ali Jangguk asal suku Bugis yang hidup sebelum Indonesia merdeka. Thoriqoh yang dilakukan sama dengan Syekh Yusuf Al Maqossory, Sulawesi.
"Makanya Islam di Karimunjawa sangat santun karena ada thoriqoh. Dakwahnya simpel tapi mengena sesuai karakter masyarakat," jelas Wakil Ketua PCNU Jepara ini.
Saat berdakwah, Syekh Amir Hasan menggunakan berbagai piranti lokal. Nama berbagai jenis kayu yang hingga kini digunakan warga Karimunjawa untuk berbagai kepentingan mulai dari bahan bangunan, perabot rumah hingga souvenir merupakan hasil penamaan oleh Syekh Amir Hasan.
Seperti kayu Stigi, Dewadaru dan Kalimasada. Nama-nama tersebut tentu saja mengandung nilai filosofis yang sangat tinggi dan berhubungan dengan Sang Pencipta.
"Terlepas dari khasiat kayu itu, tapi memang ada makna di balik namanya. Semisal Kalimosodo itu maksudnya kalimat syahadat yang tujuannya mengakui Keesaan Alloh SWT. Itu sangat dasar sekali," terang Hisyam.
Ketika wafat Syekh Amir Hasan dimakamkan di puncak bukit yang masuk wilayah Dukuh Nyamplungan, Desa Karimunjawa.
Ada puluhan anak tangga yang harus ditapaki satu persatu agar bisa sampai di pemakaman yang dikelilingi pepohonan kawasan Balai Taman Nasional (BTN) Karimunjawa tersebut.
Sekilas, makam tersebut lebih panjang dari ukuran lazimnya. Biasanya makam warga hanya sepanjang 2 meteran. Namun makam ini panjangnya sekitar 4 meter dengan lebar 2,5 meter.
"Sunan Nyamplungan jadi tokoh panutan warga. Hingga sekarang kalau warga mau punya hajat pasti ziarah ke makam. Mendoakan dan istilahnya juga "minta restu" karena Sunan Nyamplungan memang dianggap tokoh masyarakat," kata juru kunci makam tersebut, Marukan (67).
Tak heran jika dalam waktu-waktu tertentu selalu sayup-sayup terdengar bacaan tahlil dari puncak bukit yang masuk wilayah Dukuh Nyamplungan, Desa Karimunjawa tersebut.
Sumber:
- biografi-tokoh-ternama.blogspot
- wikipedia
(sms)