Mengintip Jejak Kerajaan Majapahit di Masjid Agung Demak
A
A
A
Masjid Agung Demak berbeda dari kebanyakan bangunan Masjid di Tanah Air, yang mengadopsi arsitektur Timur Tengah.
Bahkan, Masjid yang disebut-sebut menjadi tempat berkumpulnya Walisongo itu, menjadi saksi sejarah untuk menelusuri jejak-jejak Kerajaan Majapahit.
Ciri khas Masjid yang didirikan Raden Patah bersama Walisongo itu sudah terlihat dari luar. Atapnya berbentuk limas piramida, yang identik dengan bangunan khas Jawa. Kemudian, ketika memasuki area masjid terdapat bangunan terbuka yang akrab disebut Serambi Majapahit.
Serambi seluas 31 x 15 meter persegi ini memiliki delapan pilar penyangga bergaya ukiran khas Majapahit. Sebagian kalangan berpendapat, tiang-tiang tersebut merupakan hadiah dari Raja Majapahit Prabu Brawijaya V kepada Raden Patah, yang tak lain adalah anak kandungnya dari istri bernama Putri Campa.
Namun, pendapat berbeda menyatakan tiang-tiang pendapa kerajaan itu bukan hadiah, melainkan hasil rampasan perang. Sebab, Prabu Brawijaya pernah dikudeta oleh Girindrawardana hingga mengangkat dirinya sebagai Raja Majapahit ke-12.
Kemudian, Raden Patah yang juga Sultan Demak, melakukan penyerangan ke Majapahit untuk merebut kembali tahta ayahandanya.
"Ukiran dan kayu-kayu di serambi Masjid itu asli dari Majapahit. Sampai sekarang kondisinya masih terawat dengan baik," kata seorang pengurus Takmis Masjid Agung Demak, Suwagiyo, belum lama ini.
Dia menambahkan, benda berharga peningalan Kerajaan Majapahit yang saat ini berada di Masjid Agung Demak adalah Dampar Kencana atau singgasana raja. Dampar Kencana dari kayu berukir itu kini diselimuti kain berwarna hijau dan digunakan khatib menyampaikan khutbah.
Dampar Kencana ini juga disebut-sebut sebagai hadiah dari Prabu Brawijaya V. Hal itu pun kembali dibantah, karena Dampar Kencana bersifat sangat sakral sehingga tak akan diberikan kepada orang lain, sang raja masih menduduki tahtanya.
"Logikanya begini, ketika ada seorang anak datang kepada orangtuanya, apa langsung diberi oleh-oleh bangunan pendapa yang masih berdiri tegak di kerajaan. Apalagi, diberi hadiah Dampar Kecana, yang mana tempat duduk raja itu sangat sakral. Istri atau anak tidak akan berani duduk di tempat itu," jelasnya.
Jejak Majapahit lainnya terdapat di atas mihrab atau tempat Imam. Sebuah gambar hiasan berbentuk segi delapan yang disebut Surya Majapahit, diartikan sebagai lambang Kerajaan Majapahit. Sementara di dalam mihrab, terdapat gambar bulus yang merupakan prasasti Condro Sengkala.
"Prasasti ini memiliki arti sarira sunyi kiblating gusti, bermakna tahun 1401 saka atau 1479 Masehi, yang dipercaya sebagai tahun berdirinya masjid. Gambar bulus terdiri kepala yang berarti angka satu, empat kaki berarti angka empat, badan bulus berarti angka nol, sedangkan ekor bulus berarti angka satu," pungkasnya.
Bahkan, Masjid yang disebut-sebut menjadi tempat berkumpulnya Walisongo itu, menjadi saksi sejarah untuk menelusuri jejak-jejak Kerajaan Majapahit.
Ciri khas Masjid yang didirikan Raden Patah bersama Walisongo itu sudah terlihat dari luar. Atapnya berbentuk limas piramida, yang identik dengan bangunan khas Jawa. Kemudian, ketika memasuki area masjid terdapat bangunan terbuka yang akrab disebut Serambi Majapahit.
Serambi seluas 31 x 15 meter persegi ini memiliki delapan pilar penyangga bergaya ukiran khas Majapahit. Sebagian kalangan berpendapat, tiang-tiang tersebut merupakan hadiah dari Raja Majapahit Prabu Brawijaya V kepada Raden Patah, yang tak lain adalah anak kandungnya dari istri bernama Putri Campa.
Namun, pendapat berbeda menyatakan tiang-tiang pendapa kerajaan itu bukan hadiah, melainkan hasil rampasan perang. Sebab, Prabu Brawijaya pernah dikudeta oleh Girindrawardana hingga mengangkat dirinya sebagai Raja Majapahit ke-12.
Kemudian, Raden Patah yang juga Sultan Demak, melakukan penyerangan ke Majapahit untuk merebut kembali tahta ayahandanya.
"Ukiran dan kayu-kayu di serambi Masjid itu asli dari Majapahit. Sampai sekarang kondisinya masih terawat dengan baik," kata seorang pengurus Takmis Masjid Agung Demak, Suwagiyo, belum lama ini.
Dia menambahkan, benda berharga peningalan Kerajaan Majapahit yang saat ini berada di Masjid Agung Demak adalah Dampar Kencana atau singgasana raja. Dampar Kencana dari kayu berukir itu kini diselimuti kain berwarna hijau dan digunakan khatib menyampaikan khutbah.
Dampar Kencana ini juga disebut-sebut sebagai hadiah dari Prabu Brawijaya V. Hal itu pun kembali dibantah, karena Dampar Kencana bersifat sangat sakral sehingga tak akan diberikan kepada orang lain, sang raja masih menduduki tahtanya.
"Logikanya begini, ketika ada seorang anak datang kepada orangtuanya, apa langsung diberi oleh-oleh bangunan pendapa yang masih berdiri tegak di kerajaan. Apalagi, diberi hadiah Dampar Kecana, yang mana tempat duduk raja itu sangat sakral. Istri atau anak tidak akan berani duduk di tempat itu," jelasnya.
Jejak Majapahit lainnya terdapat di atas mihrab atau tempat Imam. Sebuah gambar hiasan berbentuk segi delapan yang disebut Surya Majapahit, diartikan sebagai lambang Kerajaan Majapahit. Sementara di dalam mihrab, terdapat gambar bulus yang merupakan prasasti Condro Sengkala.
"Prasasti ini memiliki arti sarira sunyi kiblating gusti, bermakna tahun 1401 saka atau 1479 Masehi, yang dipercaya sebagai tahun berdirinya masjid. Gambar bulus terdiri kepala yang berarti angka satu, empat kaki berarti angka empat, badan bulus berarti angka nol, sedangkan ekor bulus berarti angka satu," pungkasnya.
(nag)