AJI Desak Pelaku Intimidasi Pers Diproses Hukum
A
A
A
PALEMBANG - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Palembang mengecam tindakan intimidasi dari oknum Polri terhadap jurnalis bernama Sri Hidayatun.
Dimana intimidasi tersebut terjadi saat peliputan penggerebekan diduga lokasi gembong penipuan online di Jalan Bungaran I, Kecamatan SU I Palembang, Rabu (10/05/2017).
Sri yang juga Ketua Bidang Perempuan AJI Palembang menceritakan, sejak pagi dirinya yang mendapat tugas liputan desk kriminal.
Mendapat informasi penggerebekan gabungan dari Polda Metro Jaya dan Polresta Palembang. Karena khawatir tidak mendapatkan momentum, dirinya bersama enam wartawan lain (cetak dan elektronik) langsung menuju lokasi penggerebekan.
Setibanya di lokasi, Sri mengambil foto sekaligus video penggerebekan dari dalam mobil begitu tiba di lokasi.
Ternyata aksinya diketahui salah satu anggota polisi yang mengaku dari Polda Metro Jaya. "Hey, kamu lagi ngapain, kenapa ambil-ambil foto," kata Sri menirukan teriakan oknum anggota yang berpakaian preman tersebut.
Sambil tergesa-gesa, anggota yang tidak diketahui namanya itu menuju mobil wartawan dan menghampiri korban yang duduk di bagian depan. Anggota itu mendesak Sri, untuk menyerahkan handphone yang digunakan untuk mengambil momen penggerebekan (foto dan video).
"Saya turun dari mobil, dan menolak untuk menyerahkan handphone saya. Tapi dia terus mendesak sambil membentak saya, karena takut saya memberikan handphone saya dan langsung dia menghapus semua foto dan video liputan saya dari galeri," sesalnya.
Atas kejadian ini, dirinya berharap pihak kepolisian untuk menindak aparat yang nyata-nyata menghalangi tugas jurnalis.
"Tindakan ini tidak bisa dibiarkan. Harus ada diproses hukum terhadap pelaku,” tegas Ketua AJI Kota Palembang Ibrahim Arsyad.
Ia menerangkan, tindakan oknum aparat Polri ini jelas melanggar Undang-Undang Pers dan merupakan tindak pidana. Dalam Pasal 4 Ayat (2) UU Pers disebutkan bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelanggaran penyiaran.
"Artinya, penghapusan gambar hasil kerja jurnalis oleh anggota Polisi jelas melanggar hukum," sesal Ibrahim.
Pelanggaran Pasal ini, jelas dia, diancam dengan hukuman penjara 2 tahun atau denda Rp500 juta, seperti tercantum pada Pasal 18 ayat (1) yang berbunyi: (1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja dan melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
"Selain melawan hukum, tindakan itu juga mengancam kebebasan pers,"tandasnya.
Tindakan ini mencerminkan pelaku tidak menghargai dan menghormati profesi jurnalis. Tekanan dan tindakan kekerasan terhadap jurnalis sudah menghalangi hak publik dalam memperoleh informasi.
"Dengan dihukum bisa memberikan efek jera, sehingga masyarakat ke depan bisa memahami bahwa kebebasan pers dilindungi Undang-Undang," pungkasnya.
Dimana intimidasi tersebut terjadi saat peliputan penggerebekan diduga lokasi gembong penipuan online di Jalan Bungaran I, Kecamatan SU I Palembang, Rabu (10/05/2017).
Sri yang juga Ketua Bidang Perempuan AJI Palembang menceritakan, sejak pagi dirinya yang mendapat tugas liputan desk kriminal.
Mendapat informasi penggerebekan gabungan dari Polda Metro Jaya dan Polresta Palembang. Karena khawatir tidak mendapatkan momentum, dirinya bersama enam wartawan lain (cetak dan elektronik) langsung menuju lokasi penggerebekan.
Setibanya di lokasi, Sri mengambil foto sekaligus video penggerebekan dari dalam mobil begitu tiba di lokasi.
Ternyata aksinya diketahui salah satu anggota polisi yang mengaku dari Polda Metro Jaya. "Hey, kamu lagi ngapain, kenapa ambil-ambil foto," kata Sri menirukan teriakan oknum anggota yang berpakaian preman tersebut.
Sambil tergesa-gesa, anggota yang tidak diketahui namanya itu menuju mobil wartawan dan menghampiri korban yang duduk di bagian depan. Anggota itu mendesak Sri, untuk menyerahkan handphone yang digunakan untuk mengambil momen penggerebekan (foto dan video).
"Saya turun dari mobil, dan menolak untuk menyerahkan handphone saya. Tapi dia terus mendesak sambil membentak saya, karena takut saya memberikan handphone saya dan langsung dia menghapus semua foto dan video liputan saya dari galeri," sesalnya.
Atas kejadian ini, dirinya berharap pihak kepolisian untuk menindak aparat yang nyata-nyata menghalangi tugas jurnalis.
"Tindakan ini tidak bisa dibiarkan. Harus ada diproses hukum terhadap pelaku,” tegas Ketua AJI Kota Palembang Ibrahim Arsyad.
Ia menerangkan, tindakan oknum aparat Polri ini jelas melanggar Undang-Undang Pers dan merupakan tindak pidana. Dalam Pasal 4 Ayat (2) UU Pers disebutkan bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelanggaran penyiaran.
"Artinya, penghapusan gambar hasil kerja jurnalis oleh anggota Polisi jelas melanggar hukum," sesal Ibrahim.
Pelanggaran Pasal ini, jelas dia, diancam dengan hukuman penjara 2 tahun atau denda Rp500 juta, seperti tercantum pada Pasal 18 ayat (1) yang berbunyi: (1) Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja dan melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
"Selain melawan hukum, tindakan itu juga mengancam kebebasan pers,"tandasnya.
Tindakan ini mencerminkan pelaku tidak menghargai dan menghormati profesi jurnalis. Tekanan dan tindakan kekerasan terhadap jurnalis sudah menghalangi hak publik dalam memperoleh informasi.
"Dengan dihukum bisa memberikan efek jera, sehingga masyarakat ke depan bisa memahami bahwa kebebasan pers dilindungi Undang-Undang," pungkasnya.
(nag)