Misteri Pintu Petir di Masjid Agung Demak
A
A
A
Pintu petir atau bledeg merupakan salah satu pintu utama dari Masjid Demak pada zaman Kerajaan Demak dahulu. Dilihat dari namanya Pintu Bledeg ini berarti petir sehingga seringkali diartikan sebagai pintu petir.
Ada sejarah dan cerita unik dibalik peninggalan Kerajaan Demak ini. Bahkan banyak cerita masyarakat yang beredar terkait Pintu Bledeg yang melegenda dan selalu menjadi bumbu dalam sejarah Kerajaan Demak ini.
Pintu ini juga merupakan Prasasti Condro Sengkolo yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani. Dimana di pintu tersebut terdapat gambar kepala naga.
Dalam prasasti itu tertera tahun 1388 Saka atau 1466 Masehi. Tahun tersebut diprediksi sebagai peletakan batu pertama dari pembangunan Masjid Agung Demak. Pintu bledeg ini memang dulunya digunakan sebagai pintu di masjid tersebut.
Menurut cerita masyarakat sekitar, disebutkan bahwa kisah pintu petir tersebut dimulai saat Ki Ageng Selo (salah satu keturunan Raja Majapahit, Brawijaya V) itu pergi bekerja di tengah sawah yang terbentang luas. Lalu tiba-tiba hari yang cerah menjadi mendung yang gelap gulita dan kemudian hujan turun begitu derasnya.
Kemudian karena hujan begitu lebat, maka Ki Ageng Selo pun menghentikan pekerjaannya sambil bergumam "sawah iki kemendungan". Ki Ageng Selo bergumam demikian karena beberapa meter bagian sawah dari sawah yang kehujanan tersebut tidak ada mendung apalagi hujan, maka Ki Ageng Selo meneruskan pekerjaannya di sawah yang tidak kehujanan.
Namun kemudian setelah pindah ke sawah yang lain, ternyata mendung dan kilat pun juga berpindah dan menghujani sawah tempat Ki Ageng Selo tersebut bekerja.
Seakan mendung, petir dan hujan mengikuti kemana Ki Ageng Selo bekerja. Dan kemudian terjadilah pertempuran antara Ki Ageng Selo dan petir yang terus mengancam dan seakan menyambar ke kepala Ki Ageng Selo.
Ki Ageng Selo pun melawan petir tersebut sambil tetap berdiri tegak di tengah sawah sambil mengacungkan dan menunjukkan tangannya ke arah bledeg atau petir yang mengamuk tersebut.
Petir itu yang mangamuk itu pun kemudian menyambar Ki Ageng Selo dengan suara yang memekakkan telinga, Ki Ageng Selo seakan tersambar. Ada beberapa murid Ki Ageng Selo yang menyaksikan kejadian tersebut dan menyangka bahwa Ki Ageng Selo tidak akan selamat atau hancur berkeping-keping karena sambaran petir tersebut.
Namun mendadak murid tersebut terbelalak matanya demi menyaksikan sesuatu yang sangat mengejutkan. Tubuh Ki Ageng Selo sama sekali tidak terluka sedikitpun dan bahkan nampak Ki Ageng Selo mengikat sesuatu yang sangat besar dengan damen (gagang padi kering) yang diikatkan pada pohon Gandri.
Peristiwa yang luar biasa tersebut kemudian cepat tersiar dan pada akhirnya sampai juga kepada pihak Istana Demak. Ahirnya utusan dari Demak meminta tangkapan Ki Ageng Selo tersebut di bawa ke Demak.
Kemudian bledeg tersebut dibawa ke Demak dan Ki Ageng Selo juga mempersilahkan para prajurit tersebut.
Sesampainya di Demak, bledeg tersebut kemudian langsung dibawa ke Masjid Demak dan banyak masyarakat yang turut menyaksikan bledeg tersebut.
Setelah beberapa waktu, kemudian diperintahkan juru lukis untuk menggambar bledeg tersebut. Namun ternyata, menggambar bledeg bukanlah pekerjaan yang semudah yang dibayangkan.
Konon kabarnya, bledeg yang dilukis tersebut selalu menampakkan bentuk yang berbeda-beda setiap waktu. Namun pada akhirnya sang pelukis mampu melukis bledeg tersebut dan masih diselesaikan pada bagian kepalanya saja.
Sayang setelah bagian kepala selesai, datang seorang perempuan tua yang membawa tempurung kelapa yang berisi air yang kemudian disiramkan ke arah bledeg tersebut.
Kemudian meledaklah bledeg tersebut disiram perempuan tua tersebut, dan perempuan tersebut tiba-tiba berubah wujud menjadi seorang berjubah putih dan hilang begitu saja.
Menurut kisah yang beredar, laki-laki berjubah putih tersebut adalah Ki Ageng Selo sendiri. Karena dia ternyata tidak tega melihat bledeg tangkapannya tersebut dijadikan sebagai tontonan orang banyak.
Meski pada awalnya bledeg tersebut mengancam nyawanya, namun Ki Ageng Selo melepaskannya karena merasa kasihan. Nah, lukisan yang masih selesai pada bagian kepala itulah yang kemudian dijadikan sebagai hiasan pintu utama Masjid Demak saat itu.
Namun kisah sejarah pintu bledeg yang lain adalah bahwa pintu petir tersebut hanyalah sebuah kiasan. Kiasan yang melambangkan nafsu dan angkara murka yang ada pada setiap manusia.
Sehingga, sebelum anusia melaksanakan salat dan mendekatkan diri pada Ilahi, harus bisa menghilangkan sifat jahat dan angkara yang dilambangkan dengan bledeg tersebut.
Sumber :
- sejarahkerajaandemaklengkap
- wikipedia
Ada sejarah dan cerita unik dibalik peninggalan Kerajaan Demak ini. Bahkan banyak cerita masyarakat yang beredar terkait Pintu Bledeg yang melegenda dan selalu menjadi bumbu dalam sejarah Kerajaan Demak ini.
Pintu ini juga merupakan Prasasti Condro Sengkolo yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani. Dimana di pintu tersebut terdapat gambar kepala naga.
Dalam prasasti itu tertera tahun 1388 Saka atau 1466 Masehi. Tahun tersebut diprediksi sebagai peletakan batu pertama dari pembangunan Masjid Agung Demak. Pintu bledeg ini memang dulunya digunakan sebagai pintu di masjid tersebut.
Menurut cerita masyarakat sekitar, disebutkan bahwa kisah pintu petir tersebut dimulai saat Ki Ageng Selo (salah satu keturunan Raja Majapahit, Brawijaya V) itu pergi bekerja di tengah sawah yang terbentang luas. Lalu tiba-tiba hari yang cerah menjadi mendung yang gelap gulita dan kemudian hujan turun begitu derasnya.
Kemudian karena hujan begitu lebat, maka Ki Ageng Selo pun menghentikan pekerjaannya sambil bergumam "sawah iki kemendungan". Ki Ageng Selo bergumam demikian karena beberapa meter bagian sawah dari sawah yang kehujanan tersebut tidak ada mendung apalagi hujan, maka Ki Ageng Selo meneruskan pekerjaannya di sawah yang tidak kehujanan.
Namun kemudian setelah pindah ke sawah yang lain, ternyata mendung dan kilat pun juga berpindah dan menghujani sawah tempat Ki Ageng Selo tersebut bekerja.
Seakan mendung, petir dan hujan mengikuti kemana Ki Ageng Selo bekerja. Dan kemudian terjadilah pertempuran antara Ki Ageng Selo dan petir yang terus mengancam dan seakan menyambar ke kepala Ki Ageng Selo.
Ki Ageng Selo pun melawan petir tersebut sambil tetap berdiri tegak di tengah sawah sambil mengacungkan dan menunjukkan tangannya ke arah bledeg atau petir yang mengamuk tersebut.
Petir itu yang mangamuk itu pun kemudian menyambar Ki Ageng Selo dengan suara yang memekakkan telinga, Ki Ageng Selo seakan tersambar. Ada beberapa murid Ki Ageng Selo yang menyaksikan kejadian tersebut dan menyangka bahwa Ki Ageng Selo tidak akan selamat atau hancur berkeping-keping karena sambaran petir tersebut.
Namun mendadak murid tersebut terbelalak matanya demi menyaksikan sesuatu yang sangat mengejutkan. Tubuh Ki Ageng Selo sama sekali tidak terluka sedikitpun dan bahkan nampak Ki Ageng Selo mengikat sesuatu yang sangat besar dengan damen (gagang padi kering) yang diikatkan pada pohon Gandri.
Peristiwa yang luar biasa tersebut kemudian cepat tersiar dan pada akhirnya sampai juga kepada pihak Istana Demak. Ahirnya utusan dari Demak meminta tangkapan Ki Ageng Selo tersebut di bawa ke Demak.
Kemudian bledeg tersebut dibawa ke Demak dan Ki Ageng Selo juga mempersilahkan para prajurit tersebut.
Sesampainya di Demak, bledeg tersebut kemudian langsung dibawa ke Masjid Demak dan banyak masyarakat yang turut menyaksikan bledeg tersebut.
Setelah beberapa waktu, kemudian diperintahkan juru lukis untuk menggambar bledeg tersebut. Namun ternyata, menggambar bledeg bukanlah pekerjaan yang semudah yang dibayangkan.
Konon kabarnya, bledeg yang dilukis tersebut selalu menampakkan bentuk yang berbeda-beda setiap waktu. Namun pada akhirnya sang pelukis mampu melukis bledeg tersebut dan masih diselesaikan pada bagian kepalanya saja.
Sayang setelah bagian kepala selesai, datang seorang perempuan tua yang membawa tempurung kelapa yang berisi air yang kemudian disiramkan ke arah bledeg tersebut.
Kemudian meledaklah bledeg tersebut disiram perempuan tua tersebut, dan perempuan tersebut tiba-tiba berubah wujud menjadi seorang berjubah putih dan hilang begitu saja.
Menurut kisah yang beredar, laki-laki berjubah putih tersebut adalah Ki Ageng Selo sendiri. Karena dia ternyata tidak tega melihat bledeg tangkapannya tersebut dijadikan sebagai tontonan orang banyak.
Meski pada awalnya bledeg tersebut mengancam nyawanya, namun Ki Ageng Selo melepaskannya karena merasa kasihan. Nah, lukisan yang masih selesai pada bagian kepala itulah yang kemudian dijadikan sebagai hiasan pintu utama Masjid Demak saat itu.
Namun kisah sejarah pintu bledeg yang lain adalah bahwa pintu petir tersebut hanyalah sebuah kiasan. Kiasan yang melambangkan nafsu dan angkara murka yang ada pada setiap manusia.
Sehingga, sebelum anusia melaksanakan salat dan mendekatkan diri pada Ilahi, harus bisa menghilangkan sifat jahat dan angkara yang dilambangkan dengan bledeg tersebut.
Sumber :
- sejarahkerajaandemaklengkap
- wikipedia
(sms)