Ini Kata Pakar Hukum soal Mobil Dinas Kajati Sulsel Senilai Rp3 Miliar
A
A
A
MAKASSAR - Mobil dinas Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulsel, Lexus LX 570 seharga Rp3,015 miliar juga dipersoalkan pakar Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI), Hambali Thalib. Guru Besar Fakultas Hukum UMI ini pun langsung menyorot pemberian mobil tersebut dan menyebut pemberian sebagai alat untuk bargaining.
“Jika itu dari Pemprov patut diduga digunakan sebagai alat untuk bargaining . Kalau pemberian itu memiliki embel-embel maka akan dinilai negatif dan tentu berkaitan dengan pelanggaran hukum,” jelas Hambali, kepada KORAN SINDO, Rabu (5/4/2017).
Menurut ahli hukum pidana ini, sumber kendaraan jika berasal dari luar institusi kejaksaan, semisal pemprov atau sumber lain maka dapat dikategorikan sebagai gratifikasi.
Alasannya karena pemberian itu bisa atau berpotensi mempengaruhi kedudukan Kajati sebagai penegak hukum, mempengaruhi kewenangan kejaksaan dalam menuntaskan penegakan hukum utamanya yang berkaitan dengan Pemprov Sulsel.
“Patut diduga ada burgening yang dapat menutupi atau menghambat penegakan hukum di Sulsel. Khususnya yang ditegakkan oleh kejaksaan,” tambah Hambali.
Hambali Thalid juga mempertanyakan kepentingan Pemprov Sulsel memberikan mobil mewah tersebut kepada Kajati Sulsel.
Sementara muspida lain seperti Kapolda atau Pangdam tidak ikut mendapatkan mobil tersebut. Pemberian mobil itu juga lanjutnya patut dicurigai berasal dari pihak swasta atau pengusaha.
Menurut Hambali, diduga ada skenario yang melibatkan Pemprov Sulsel seolah olah sebagai pemberi mobil dinas. Padahal sumber sebenarnya adalah pihak swasta atau pengusaha.
“Apa kepentingan Pemprov memberikan mobil itu. Kenapa tidak diberikan kepada muspida lain. Kapolda dan Pangdam,” pungkas Hambali.
“Jika itu dari Pemprov patut diduga digunakan sebagai alat untuk bargaining . Kalau pemberian itu memiliki embel-embel maka akan dinilai negatif dan tentu berkaitan dengan pelanggaran hukum,” jelas Hambali, kepada KORAN SINDO, Rabu (5/4/2017).
Menurut ahli hukum pidana ini, sumber kendaraan jika berasal dari luar institusi kejaksaan, semisal pemprov atau sumber lain maka dapat dikategorikan sebagai gratifikasi.
Alasannya karena pemberian itu bisa atau berpotensi mempengaruhi kedudukan Kajati sebagai penegak hukum, mempengaruhi kewenangan kejaksaan dalam menuntaskan penegakan hukum utamanya yang berkaitan dengan Pemprov Sulsel.
“Patut diduga ada burgening yang dapat menutupi atau menghambat penegakan hukum di Sulsel. Khususnya yang ditegakkan oleh kejaksaan,” tambah Hambali.
Hambali Thalid juga mempertanyakan kepentingan Pemprov Sulsel memberikan mobil mewah tersebut kepada Kajati Sulsel.
Sementara muspida lain seperti Kapolda atau Pangdam tidak ikut mendapatkan mobil tersebut. Pemberian mobil itu juga lanjutnya patut dicurigai berasal dari pihak swasta atau pengusaha.
Menurut Hambali, diduga ada skenario yang melibatkan Pemprov Sulsel seolah olah sebagai pemberi mobil dinas. Padahal sumber sebenarnya adalah pihak swasta atau pengusaha.
“Apa kepentingan Pemprov memberikan mobil itu. Kenapa tidak diberikan kepada muspida lain. Kapolda dan Pangdam,” pungkas Hambali.
(sms)