Ditemani Suami, Wakil Bupati Pekalongan Diperiksa Polda Terkait Korupsi

Senin, 06 Maret 2017 - 17:04 WIB
Ditemani Suami, Wakil Bupati Pekalongan Diperiksa Polda Terkait Korupsi
Ditemani Suami, Wakil Bupati Pekalongan Diperiksa Polda Terkait Korupsi
A A A
SEMARANG - Wakil Bupati Pekalongan, Arini Harimurti, diperiksa penyidik Subdirektorat III/Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah, Senin (6/3/2017). Arini datang ditemani suaminya yakni Amat Antono, yang tak lain adalah Bupati Pekalongan periode 2011 – 2016.

Arini diperiksa sebagai saksi atas dugaan kasus korupsi yang terjadi di RSUD Kraton, Kabupaten Pekalongan, bermodus insentif manajerial fiktif kepada pejabat struktural rumah sakit setempat.

Arini diperiksa sebagai salah satu pihak penerima aliran dana dari insentif fiktif itu. Arini diketahui telah 3 kali menerima, per bulan masing-masing Rp20 juta alias totalnya Rp60 juta, diberikan secara tunai.

Namun demikian, Arini bungkam soal itu. Usai diperiksa dari pukul 09.00 WIB – 13.30 WIB, Arini tak bersedia memberikan komentar kepada wartawan.

“Tanyakan saja ke penyidik,” kata Arini sembari masuk mobil Kijang Innova G 8134 JB warna hitam di parkiran belakang Markas Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah.

Senada dengan isterinya, Amat Antono yang saat itu menunggu di ruang penyidik secara terpisah, usai isterinya selesai diperiksa dia memilih bungkam. Saat ditanyakan perihal uang tersebut, termasuk siapa inisiator insentif fiktif itu, dia bungkam.

Amat Antono diketahui juga menerima aliran insentif fiktif sebesar Rp30 juta per bulan. Dia telah mengembalikan uang Rp400 juta. Memakai baju warna putih, dia bergegas menuju mobil Kijang Innova G 8110 SQ yang diparkir di halaman depan Markas Ditreskrimsus Polda Jawa Tengah.

Direktur Reskrimsus Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Lukas Akbar Abriari, membenarkan Arini Harimurti menerima uang dari insentif fiktif senilai total Rp60 juta.

“Kami periksa sebagai saksi. Wabup (Arini) dapat Rp60 juta. Uang itu sumbernya dari insentif fiktif, tunjangan jabatan struktural di rumah sakit (RSUD Kraton) yang faktanya uang itu tidak pernah diberikan (kepada pejabat struktural rumah sakit),” kata Lukas saat ditemui KORAN SINDO di ruangannya usai kegiatan pemeriksaan tersebut.

Total uang yang disita penyidik sekira Rp800 juta. Informasi yang diperoleh, pengembalian itu selain dari Arini dan Amat Antono, juga dari Bupati Pekalongan saat ini Asip Kholbihi sebesar Rp90 juta. Selain itu ada pula dari rekening penampungan uang insentif tersebut yang dikelola bendaraha RSUD Kraton Pekalongan.

Soal adanya bupati, wakil bupati maupun mantan bupati yang menerima aliran dana itu, Lukas menyatakan akan terus dikumpulkan keterangannya.

“Kami cari tahu tujuannya untuk apa, apakah (nanti bisa dijerat gratifikasi atau suap), nanti kita gelarkan (gelar perkara penyidik). Kita nggak nyasar orang per orangan, tapi faktanya seperti apa,” lanjut Lukas.

Diketahui, adanya insentif ini setelah Direktur RSUD Kraton Pekalongan, M Teguh Imanto menerbitkan surat keputusan (SK) insentif manajerial RSUD Kraton pada 2014 silam.

Itu untuk pejabat struktural rumah sakit setempat, mulai eselon II yang tak lain Teguh sendiri sebesar Rp36 juta, hingga eselon IV sebesar Rp9 juta per bulan. Jumlah pejabat strukturalnya ada 29 orang. Namun demikian, uang itu tidak pernah sampai ke mereka.

Aliran uang itu, di antaranya malah diberikan ke Bupati, Wakil Bupati hingga digunakan untuk beberapa kegiatan kemuspidaan yang tidak dianggarkan. Total yang dibagi sebesar Rp150 juta per bulan.

Lukas menyebutkan, Muhammad Teguh Imanto adalah calon tersangka kasus ini. Penyidik masih menunggu audit dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Tengah untuk mengetahui pasti berapa kerugian negaranya. Teguh Imanto sudah diperiksa sebagai saksi atas kasus ini. “Kalau hitungan kami sekitar Rp4,9 miliar. Kami akan telisik uang tersebut kemana saja,” tandas Lukas.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6717 seconds (0.1#10.140)