Berakhirnya Polemik Pemindahan Jenazah Tan Malaka
A
A
A
KEDIRI - Pengukuhan atau penobatan gelar Datuk Tan Malaka VII kepada Hengky Novaron Arsil akhirnya berhasil digelar di makam Ibrahim atau Datuk Tan Malaka IV di Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Selasa (21/2/2017).
Selain bergelar Datuk Tan Malaka yang membawahkan 142 Ninik Mamak (pemangku adat), Alim Ulama, Cadiak Pandai dan Bundo Kanduang, Hengky juga resmi menerima gelar Raja Kelarasan Bungo Setangkai, yakni gelar adat tertinggi masyarakat Kabupaten 50 Kota, Sumatera Barat.
Tak kuasa menahan haru, saat memimpin doa, keponakan Ibrahim Tan Malaka dari garis ibu itu bercucuran air mata. Maklum, keluarga telah menanti puluhan tahun untuk bisa melaksanakan prosesi upacara adat penobatan gelar ini.
"Tanggal 21 Februari 1949 silam 'Macan Asia' itu (Tan Malaka) telah hilang. Tewas ditembus peluru bangsanya sendiri. Semoga apa yang diperjuangan menjadi amal jariyah di alam baka sana," tutur Hengky dengan menangis sesenggukan.
Upacara adat yang dipimpin Syafrudin, salah satu datuk dan juga Ketua DPRD Kabupaten 50 Kota berlangsung khidmat. Keluarga dan seluruh perwakilan pemangku adat berdiri mengitari pusara makam Tan Malaka. Sebagian besar mengenakan baju adat lengkap dengan sarung dan ikat kepala minang.
Tampak Wakil Bupati Lima Puluh Kota Ferizal Ridwan. Terlihat juga aktivis Tan Malaka Institute 50 Kota Habib Monti, Tan Malaka Intitute Jawa Timur Imam Mubarok, serta beberapa pemuda berkaus merah kombinasi hitam bertuliskan PDRI Save NKRI, Merdeka 100%. Total keseluruhan rombongan ada 150 orang. Mereka tiba di Kediri pada Senin (20/2/2017) malam dengan mengendarai empat unit bus dan beberapa kendaraan pribadi.
Dari pihak Kabupaten Kediri hadir Wakil Bupati Kediri Masykuri serta pejabat dari Infokom setempat. Sebelumnya sempat beredar kabar bahwa Wabup Masykuri enggan hadir seiring sikap penolakan Pemkab Kediri atas pemulangan jenazah Tan Malaka.
Setelah pemanjatan doa, di depan pusara Tan, Hengky melanjutkan upacara adat 'Basalin Baju', yakni secara simbolis mengenakan baju kebesaran Raja Kelarasan Bungo Setangkai lengkap dengan ikat kepala minang serta penyematan pusaka. Warna kuning emas baju lengan panjang itu diterjemahkan sebagai warna raja.
Pakaian adat itu juga yang dikenakan Ibrahim saat menerima gelar Datuk Tan Malaka IV. "Baju kebesaran ini pernah dikenakan semua pemegang gelar Datuk Tan Malaka," kata Hengky.
Tidak ada pembongkaran makam atau pengambilan jenazah yang selama ini dicemaskan Pemkab Kediri. Upacara adat ditutup dengan mengambil tanah kuburan Tan Malaka. Ada sekitar tujuh kepal tanah yang diambil keluarga dan perwakilan adat, lalu mereka memasukkannya ke dalam koper tua berbahan besi peninggalan Tan Malaka. "Koper ini milik Datuk (Ibrahim Tan Malaka)," ujar Hengky.
Koper besi yang tertutup kain bendera merah putih telah beralih fungsi sebagai peti. Syafrudin selaku pemimpin upacara adat mengatakan bahwa sekepal tanah itu akan dikuburkan di dekat makam orang tua Ibrahim Datuk Tan Malaka di Nagari Pandam Gadang, Kecamatan Suliki, Kabupaten 50 Kota. Lokasi itu berada di Kompleks Museum Tan Malaka.
Dia berharap pemerintah pusat secepatnya melakukan renovasi (pemugaran) makam Tan serta memberikan haknya sebagai pahlawan kemerdekaan nasional. "Ini sesuai hasil pertemuan antara pihak Pemkab 50 Kota dan Kemensos bahwa akan dilakukan renovasi makam oleh pemerintah pusat," ujarnya.
Syafrudin menegaskan bahwa dengan selesainya prosesi pengukuhan adat ini maka selesai pula polemik pemulangan jenazah Tan yang sempat menjadi tarik ulur antara Kabupaten 50 Kota dengan Kabupaten Kediri. Bagi masyarakat 50 Kota, kata dia, Kediri merupakan saudara serumpun. "Sebab Tan Malaka lahir di 50 Kota dan meninggal dunia di Kabupaten Kediri. Polemik sudah selesai," pungkasnya.
Wakil Bupati Lima Puluh Kota Ferizal Ridwan menegaskan bahwa pengambilan sekepal tanah makam Tan Malaka sudah cukup. Baginya hal itu sesuai dengan syariat agama. "Jadi kita sejak awal tidak ingin melakukan penggalian makam," ujarnya.
Wabup Kediri Masykuri mengatakan terima kasih kepada keluarga Tan Malaka dan Pemerintah Kabupaten 50 Kota yang tidak melakukan pemulangan jenazah. Tidak hanya berjanji merawat makamnya, pihaknya juga berharap semangat perjuangan Tan Malaka bisa menjadi teladan masyarakat, khususnya generasi muda di Kediri.
Selain bergelar Datuk Tan Malaka yang membawahkan 142 Ninik Mamak (pemangku adat), Alim Ulama, Cadiak Pandai dan Bundo Kanduang, Hengky juga resmi menerima gelar Raja Kelarasan Bungo Setangkai, yakni gelar adat tertinggi masyarakat Kabupaten 50 Kota, Sumatera Barat.
Tak kuasa menahan haru, saat memimpin doa, keponakan Ibrahim Tan Malaka dari garis ibu itu bercucuran air mata. Maklum, keluarga telah menanti puluhan tahun untuk bisa melaksanakan prosesi upacara adat penobatan gelar ini.
"Tanggal 21 Februari 1949 silam 'Macan Asia' itu (Tan Malaka) telah hilang. Tewas ditembus peluru bangsanya sendiri. Semoga apa yang diperjuangan menjadi amal jariyah di alam baka sana," tutur Hengky dengan menangis sesenggukan.
Upacara adat yang dipimpin Syafrudin, salah satu datuk dan juga Ketua DPRD Kabupaten 50 Kota berlangsung khidmat. Keluarga dan seluruh perwakilan pemangku adat berdiri mengitari pusara makam Tan Malaka. Sebagian besar mengenakan baju adat lengkap dengan sarung dan ikat kepala minang.
Tampak Wakil Bupati Lima Puluh Kota Ferizal Ridwan. Terlihat juga aktivis Tan Malaka Institute 50 Kota Habib Monti, Tan Malaka Intitute Jawa Timur Imam Mubarok, serta beberapa pemuda berkaus merah kombinasi hitam bertuliskan PDRI Save NKRI, Merdeka 100%. Total keseluruhan rombongan ada 150 orang. Mereka tiba di Kediri pada Senin (20/2/2017) malam dengan mengendarai empat unit bus dan beberapa kendaraan pribadi.
Dari pihak Kabupaten Kediri hadir Wakil Bupati Kediri Masykuri serta pejabat dari Infokom setempat. Sebelumnya sempat beredar kabar bahwa Wabup Masykuri enggan hadir seiring sikap penolakan Pemkab Kediri atas pemulangan jenazah Tan Malaka.
Setelah pemanjatan doa, di depan pusara Tan, Hengky melanjutkan upacara adat 'Basalin Baju', yakni secara simbolis mengenakan baju kebesaran Raja Kelarasan Bungo Setangkai lengkap dengan ikat kepala minang serta penyematan pusaka. Warna kuning emas baju lengan panjang itu diterjemahkan sebagai warna raja.
Pakaian adat itu juga yang dikenakan Ibrahim saat menerima gelar Datuk Tan Malaka IV. "Baju kebesaran ini pernah dikenakan semua pemegang gelar Datuk Tan Malaka," kata Hengky.
Tidak ada pembongkaran makam atau pengambilan jenazah yang selama ini dicemaskan Pemkab Kediri. Upacara adat ditutup dengan mengambil tanah kuburan Tan Malaka. Ada sekitar tujuh kepal tanah yang diambil keluarga dan perwakilan adat, lalu mereka memasukkannya ke dalam koper tua berbahan besi peninggalan Tan Malaka. "Koper ini milik Datuk (Ibrahim Tan Malaka)," ujar Hengky.
Koper besi yang tertutup kain bendera merah putih telah beralih fungsi sebagai peti. Syafrudin selaku pemimpin upacara adat mengatakan bahwa sekepal tanah itu akan dikuburkan di dekat makam orang tua Ibrahim Datuk Tan Malaka di Nagari Pandam Gadang, Kecamatan Suliki, Kabupaten 50 Kota. Lokasi itu berada di Kompleks Museum Tan Malaka.
Dia berharap pemerintah pusat secepatnya melakukan renovasi (pemugaran) makam Tan serta memberikan haknya sebagai pahlawan kemerdekaan nasional. "Ini sesuai hasil pertemuan antara pihak Pemkab 50 Kota dan Kemensos bahwa akan dilakukan renovasi makam oleh pemerintah pusat," ujarnya.
Syafrudin menegaskan bahwa dengan selesainya prosesi pengukuhan adat ini maka selesai pula polemik pemulangan jenazah Tan yang sempat menjadi tarik ulur antara Kabupaten 50 Kota dengan Kabupaten Kediri. Bagi masyarakat 50 Kota, kata dia, Kediri merupakan saudara serumpun. "Sebab Tan Malaka lahir di 50 Kota dan meninggal dunia di Kabupaten Kediri. Polemik sudah selesai," pungkasnya.
Wakil Bupati Lima Puluh Kota Ferizal Ridwan menegaskan bahwa pengambilan sekepal tanah makam Tan Malaka sudah cukup. Baginya hal itu sesuai dengan syariat agama. "Jadi kita sejak awal tidak ingin melakukan penggalian makam," ujarnya.
Wabup Kediri Masykuri mengatakan terima kasih kepada keluarga Tan Malaka dan Pemerintah Kabupaten 50 Kota yang tidak melakukan pemulangan jenazah. Tidak hanya berjanji merawat makamnya, pihaknya juga berharap semangat perjuangan Tan Malaka bisa menjadi teladan masyarakat, khususnya generasi muda di Kediri.
(zik)