Pemulangan Jasad Tan Malaka, Mempersatukan Keluarga
A
A
A
LIMA PULUH KOTA - Demi pemulangan jasad Raja Bungo Setangkai Sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka, silaturahim (pertemuan) keluarga yang runtuh sejak 1948, pada Sabtu 14 Januari 2017 bertaut kembali. Sebanyak 142 Ninik Mamak atau pemangku adat, Alim Ulama, Cadiak Pandai dan Bundo Kanduang, Kecamatan Gunung Omeh dan Kecamatan Suliki Kelarasan Bungo Setangkai, Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat, berkumpul menjadi satu.
Melalui upacara adat di Balai Adat Pandam Gadang Kecamatan Suliki, Kelarasan Bungo Setangkai (kerajaan) resmi melimpahkan mandat kepada Tim Penjemput jasad Datuk Tan Malaka di kaki Gunung Wilis, Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur. Sebagai simbolis pemangku adat juga menerimakan kitab suci Alquran dan kain kafan.
“Ini adalah pertemuan yang pertama sejak 1948. Dua keluarga dari garis ayah dan ibu Sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka juga berkumpul menjadi satu kembali,“ tutur Wakil Bupati Lima Puluh Kota, Refrizal Rizal.
Arak-arakan mengular sejak pagi. Warga tumpah ruah di jalanan. Ratusan pemangku adat berbaris panjang mengawali tahap penyerahan mandat. Bundo Kanduang berada di belakang. Para wanita ini rata-rata telah berusia senja. Beberapa di antaranya mengenakan baju adat Minang.
Selain Wabup Refrizal Rizal, di lokasi terlihat Ketua Umum Yayasan Tan Malaka Institute Khatibul Umam yang juga anggota DPR RI Komisi VIII dari Fraksi Demokrat dan Henky Nouvaro sebagai pemegang gelar estafet Datuk Tan Malaka ke VII. Hadir juga perwakilan Kementerian Desa serta pejabat dari Kota Payakumbuh, Sawahlunto, dan Padang Pariaman.
Dari balai adat upacara pelimpahan mandat berlanjut ke rumah lahir Tan Malaka yang hanya berjarak beberapa meter dari Balai Adat. Tempat tinggal orang tua Tan Malaka, yakni almarhum Rasad dari Suku Chaniago dan Ny Sinah dari suku Simabua berada tersembunyi di balik bukit cadas berkapur. Rumah gadang Rajo Babandiang. Atapnya bergonjong lima dengan lengkungan lancip khas Minang.
Sebuah surau berdiri sekitar 50 meter dari sana (rumah orang tua Tan). Di surau itu Tan Malaka kecil pernah belajar mengaji Alquran. Konon Tan Malaka sempat menjadi hafidz atau penghafal Quran. Tan Malaka berdiam di sana hingga 1908, yakni sampai tamat sekolah rendah di Suliki.
Setamat di Kweekschool (Sekolah Raja) Bukittinggi pada 1933, Tan Malaka melanjutkan pendidikan ke Rijs Kweekschool di Haarlem Belanda. Sejak itu founding father bangsa Indonesia ini tidak lagi pulang ke Pandam Gadang. Tan Malaka yang lahir 2 Juni 1897 menjadi pengelana politik. Dia mengembara dari satu negara ke negara lain. Sosoknya misterius. Perpaduan antara fiksi dan nyata. Namanya berganti-ganti.
Bahkan informasinya, dia berganti dengan 22 nama alias. Maklum setelah peristiwa Pemberontakan PKI pada November 1926, sosoknya paling dicari. Polisi intelijen Belanda dan orang-orang komunis sama-sama memburunya. Sebuah monumen kecil di depan rumah tertulis sejak 21 Februari 2008 pemerintah pusat melalui Menteri Kebudayaan dan Pariwisata meresmikanya menjadi museum dan pustaka Tan Malaka.
Sejumlah foto Tan Malaka menempel pada dinding yang sepertinya berfungsi sebagai ruang keluarga. Foto foto repro yang sudah familiar. Sebuah kertas laminating bertuliskan Susunan Perangkat Limbago Adat Kelarasan Bungo Setangkai juga tertempel di sana. Sebuah silsilah atau genealogi keluarga. Sutan Ibrahim berada pada posisi tertinggi, yakni sebagai Rajo Adat atau Raja Adat.
Ada juga foto perempuan dengan keterangan Ny Sinah, ibu Ibrahim Datuk Tan Malaka. Buku buku pemikiran Tan tersimpan di dalam lemari kaca. Seperangkat mebelair meja dan kursi lawas yang sudah rusak dan tempat tidur besi klasik ada juga di sana. Sayangnya, rumah yang sarat sejarah itu sepertinya tidak terawat.
Di atas panggung yang berdiri di pelataran rumah orang tua Tan Malaka penyerahan mandat “disahihkan”. Ada 40 orang delegasi yang terdiri dari unsur pemerintah, legislatif ormas, Yayasan Tan Malaka Institute dan Yayasan PDRI. Salawat Badar pun berkumandang mengiringi proses penyerahan mandat.
Penggunaan salawat badar ini meniru kaum Ansor saat menyambut hijrah Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah. Sebab Tan merupakan pahlawan kemerdekaan nasional.“Semoga Ibrahim Datuk Tan Malaka diampuni dosa dosanya, dilepaskan dari azab kubur dan neraka,“ tutur pemimpin doa.
Melalui upacara adat di Balai Adat Pandam Gadang Kecamatan Suliki, Kelarasan Bungo Setangkai (kerajaan) resmi melimpahkan mandat kepada Tim Penjemput jasad Datuk Tan Malaka di kaki Gunung Wilis, Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur. Sebagai simbolis pemangku adat juga menerimakan kitab suci Alquran dan kain kafan.
“Ini adalah pertemuan yang pertama sejak 1948. Dua keluarga dari garis ayah dan ibu Sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka juga berkumpul menjadi satu kembali,“ tutur Wakil Bupati Lima Puluh Kota, Refrizal Rizal.
Arak-arakan mengular sejak pagi. Warga tumpah ruah di jalanan. Ratusan pemangku adat berbaris panjang mengawali tahap penyerahan mandat. Bundo Kanduang berada di belakang. Para wanita ini rata-rata telah berusia senja. Beberapa di antaranya mengenakan baju adat Minang.
Selain Wabup Refrizal Rizal, di lokasi terlihat Ketua Umum Yayasan Tan Malaka Institute Khatibul Umam yang juga anggota DPR RI Komisi VIII dari Fraksi Demokrat dan Henky Nouvaro sebagai pemegang gelar estafet Datuk Tan Malaka ke VII. Hadir juga perwakilan Kementerian Desa serta pejabat dari Kota Payakumbuh, Sawahlunto, dan Padang Pariaman.
Dari balai adat upacara pelimpahan mandat berlanjut ke rumah lahir Tan Malaka yang hanya berjarak beberapa meter dari Balai Adat. Tempat tinggal orang tua Tan Malaka, yakni almarhum Rasad dari Suku Chaniago dan Ny Sinah dari suku Simabua berada tersembunyi di balik bukit cadas berkapur. Rumah gadang Rajo Babandiang. Atapnya bergonjong lima dengan lengkungan lancip khas Minang.
Sebuah surau berdiri sekitar 50 meter dari sana (rumah orang tua Tan). Di surau itu Tan Malaka kecil pernah belajar mengaji Alquran. Konon Tan Malaka sempat menjadi hafidz atau penghafal Quran. Tan Malaka berdiam di sana hingga 1908, yakni sampai tamat sekolah rendah di Suliki.
Setamat di Kweekschool (Sekolah Raja) Bukittinggi pada 1933, Tan Malaka melanjutkan pendidikan ke Rijs Kweekschool di Haarlem Belanda. Sejak itu founding father bangsa Indonesia ini tidak lagi pulang ke Pandam Gadang. Tan Malaka yang lahir 2 Juni 1897 menjadi pengelana politik. Dia mengembara dari satu negara ke negara lain. Sosoknya misterius. Perpaduan antara fiksi dan nyata. Namanya berganti-ganti.
Bahkan informasinya, dia berganti dengan 22 nama alias. Maklum setelah peristiwa Pemberontakan PKI pada November 1926, sosoknya paling dicari. Polisi intelijen Belanda dan orang-orang komunis sama-sama memburunya. Sebuah monumen kecil di depan rumah tertulis sejak 21 Februari 2008 pemerintah pusat melalui Menteri Kebudayaan dan Pariwisata meresmikanya menjadi museum dan pustaka Tan Malaka.
Sejumlah foto Tan Malaka menempel pada dinding yang sepertinya berfungsi sebagai ruang keluarga. Foto foto repro yang sudah familiar. Sebuah kertas laminating bertuliskan Susunan Perangkat Limbago Adat Kelarasan Bungo Setangkai juga tertempel di sana. Sebuah silsilah atau genealogi keluarga. Sutan Ibrahim berada pada posisi tertinggi, yakni sebagai Rajo Adat atau Raja Adat.
Ada juga foto perempuan dengan keterangan Ny Sinah, ibu Ibrahim Datuk Tan Malaka. Buku buku pemikiran Tan tersimpan di dalam lemari kaca. Seperangkat mebelair meja dan kursi lawas yang sudah rusak dan tempat tidur besi klasik ada juga di sana. Sayangnya, rumah yang sarat sejarah itu sepertinya tidak terawat.
Di atas panggung yang berdiri di pelataran rumah orang tua Tan Malaka penyerahan mandat “disahihkan”. Ada 40 orang delegasi yang terdiri dari unsur pemerintah, legislatif ormas, Yayasan Tan Malaka Institute dan Yayasan PDRI. Salawat Badar pun berkumandang mengiringi proses penyerahan mandat.
Penggunaan salawat badar ini meniru kaum Ansor saat menyambut hijrah Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah. Sebab Tan merupakan pahlawan kemerdekaan nasional.“Semoga Ibrahim Datuk Tan Malaka diampuni dosa dosanya, dilepaskan dari azab kubur dan neraka,“ tutur pemimpin doa.
(wib)