Penutupan Toko Modern di Pangandaran Diwarnai Adu Mulut
A
A
A
PANGANDARAN - Penutupan toko modern yang dilakukan Satpol PP Kabupaten Pangandaran diwarnai adu mulut antara pihak toko modern dengan petugas.
Perwakilan Koordinator Perizinan Toko Modern Yana Herdiana mengatakan, penutupan yang dilakukan Satpol PP terkesan arogan dan memaksakan karena dilakukan bukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
"Penutupan ini inkonstitusional karena tidak berdasar pada aturan hukum yang berlaku," kata Yana.
Masih dikatakan Yana, pihaknya sebagai perwakilan perusahaan merasa dirugikan lantaran diperlakukan tidak adil dan tidak mendasar pada aturan hukum.
"Kalau kami dinilai melanggar aturan, aturan mana yang dilanggar dan apa buktinya," tambah Yana.
Yana menambahkan, secara aturan penutupan toko modern harus dilakukan setelah ada putusan pengadilan dan jika ada unsur tindak pidana yang dilakukan.
"Kami menyayangkan prilaku BPPTPM karena setiap pembangunan toko modern dipungut uang rapat teknis, namun kegiatan rapat teknis belum pernah dilaksanakan," paparnya.
Dia mengaku, toko modern yang telah didirikan sebanyak 9 toko dan setiap pembangunan dipinta uang Rp5 juta artinya BPPTPM telah menerima uang Rp45 juta, tapi belum pernah ada kegiatan rapat teknis.
"Yang lebih parahnya lagi, kami dinilai melanggar aturan tetapi pemerintah daerah memungut pembayaran pajak reklame senilai Rp.2.368,692 per toko modern," pungkasnya.
Sementara Kepala Seksi Penegakan Perda (Kasi Gakda) Satpol PP Kabupaten Pangandaran Yayan mengatakan, pihaknya melakukan penutupan berdasarkan instruksi setelah sebelumnya pihak Satpol PP melayangkan surat peringatan selama tiga kali.
"Penutupan toko modern ini berdasar pada rekomendasi BPPTPM karena bertentangan dengan Peraturan Daerah Nomor 9/2015 tentang perizinan," kata Yayan.
Sementara Kepala BPPTPM Kabupaten Pangandaran Tatang Suherman membantah pihaknya tidak melakukan rapat teknis yang ditudingkan oleh pihak koordinator perizinan toko modern.
"Setiap pihak pengusaha melakukan proses pembangunan toko modern selalu dilakukan rapat teknis dengan lingkungan dan pihak desa," kata Tatang.
Perwakilan Koordinator Perizinan Toko Modern Yana Herdiana mengatakan, penutupan yang dilakukan Satpol PP terkesan arogan dan memaksakan karena dilakukan bukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
"Penutupan ini inkonstitusional karena tidak berdasar pada aturan hukum yang berlaku," kata Yana.
Masih dikatakan Yana, pihaknya sebagai perwakilan perusahaan merasa dirugikan lantaran diperlakukan tidak adil dan tidak mendasar pada aturan hukum.
"Kalau kami dinilai melanggar aturan, aturan mana yang dilanggar dan apa buktinya," tambah Yana.
Yana menambahkan, secara aturan penutupan toko modern harus dilakukan setelah ada putusan pengadilan dan jika ada unsur tindak pidana yang dilakukan.
"Kami menyayangkan prilaku BPPTPM karena setiap pembangunan toko modern dipungut uang rapat teknis, namun kegiatan rapat teknis belum pernah dilaksanakan," paparnya.
Dia mengaku, toko modern yang telah didirikan sebanyak 9 toko dan setiap pembangunan dipinta uang Rp5 juta artinya BPPTPM telah menerima uang Rp45 juta, tapi belum pernah ada kegiatan rapat teknis.
"Yang lebih parahnya lagi, kami dinilai melanggar aturan tetapi pemerintah daerah memungut pembayaran pajak reklame senilai Rp.2.368,692 per toko modern," pungkasnya.
Sementara Kepala Seksi Penegakan Perda (Kasi Gakda) Satpol PP Kabupaten Pangandaran Yayan mengatakan, pihaknya melakukan penutupan berdasarkan instruksi setelah sebelumnya pihak Satpol PP melayangkan surat peringatan selama tiga kali.
"Penutupan toko modern ini berdasar pada rekomendasi BPPTPM karena bertentangan dengan Peraturan Daerah Nomor 9/2015 tentang perizinan," kata Yayan.
Sementara Kepala BPPTPM Kabupaten Pangandaran Tatang Suherman membantah pihaknya tidak melakukan rapat teknis yang ditudingkan oleh pihak koordinator perizinan toko modern.
"Setiap pihak pengusaha melakukan proses pembangunan toko modern selalu dilakukan rapat teknis dengan lingkungan dan pihak desa," kata Tatang.
(nag)