Ini Kejanggalan Penetapan Pasangan Calon Wali Kota Sorong
A
A
A
SORONG - Penetapan pasangan calon tunggal dalam Pilkada Wali Kota dan Wakil Wali Kota Sorong oleh KPU Kota Sorong diduga sarat muatan politik dan rekayasa serta kejanggalan. Pemeriksa Daerah, Dewan Kehormatan Pemantau Pemilu (DKPP) Marius N Yawa mengatakan ada kejanggalan dalam penetapan pengambilan keputusan penetapan calon tunggal Wali Kota dan Wakil Wali Kota Sorong oleh KPU Kota Sorong
"Kami sebagai tim pemeriksa Daerah menilai, ada kejanggalan dalam pengambilan penetapan keputusan yang dilakukan oleh KPU Kota Sorong," ungkap Marius N Yawa kepada MNC MEDIA, Rabu (09/11/2016).
Menurut Yawa, pelanggaran dan kejanggalan tersebut diantaranya, pelanggaran kode etik tentang penetapan yang dilakukan oleh KPU Kota Sorong.
"Ya pelanggaran kode etik tentang penetapan atau putusan tahapan yang dilakukan oleh KPU terutama dalam proses syarat calon kandidat, yang pertama adalah seleksi administrasi tahap pertama, kedua yang dilakukan oleh KPU Kota Sorong," jelas Marius N Yawa.
Yawa menjelaskan, selain masalah administrasi, kejanggalan lain yakni verifikasi faktual bakal calon yang dilakukan dengan tergesa-gesa.
"Verifikasi faktual itu dilakukan dengan tergesa-gesa oleh pihak KPU Kota Sorong, tergesa-gesa berarti kan mengambang begitu," kata Marius N Yawa.
Menurutnya, terkait hal itu, ada indikasi ada ketidak mampuan terhadap pemahaman pelaksanaan perundang-undangan oleh KPU Kota Sorong.
"Jadi ada indikasi yang kemarin nampak dalam sidang, bahwa ada ketidakmampuan terhadap pemahaman pelaksanaan perundang-undangan oleh KPU Kota Sorong. Dan ini ada keputusan sepihak," jelas Yawa.
Yawa menambahkan pelanggaran dan kejanggalan yang dilakukan oleh KPU Kota Sorong, indikasinya sangat jelas. Menurutnya dengan pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Kota Sorong sangat mungkin dalam putusan DKPP nanti seluruh komisioner akan mendapat sanksi tegas diantaranya pemecatan dari keanggotaan KPU Kota Sorong.
"Ada, indikasinya sangat jelas, bisa-bisa, bukan lagi tidak bisa, pasti, karena pelanggaran kode etik undang-undang yang dilakukan KPU Kota Sorong itu sangat berat, karena ini hal yang fatal, karena mereka tidak menjalankan aturan itu, dan ini ada keputusan sepihak," tegas Marius N Yawa.
Hal yang disayangkan oleh DKPP bahwa KPU Kota Sorong tidak bisa menunjukan bukti proses tahapan penetapan calon dengan jelas dan banyak sekali cara-cara yang janggal dan penuh kebohongan
Diberitakan sebelumnya, penetapan calon kandidat Wali Kota dan Wawali Kota Sorong, yang sebelumnya terdapat dua pasang calon, masing-masing, pasangan petahana, Lamberth Djitmau - Pahima Iskandar dan calon dari independen, pasangan Amos Watori -Nurjana.
Sayangnya kandidat dari Independen, Amos Watori - Nurjana akhirnya dinyatakan tidak memenuhi syarat dengan alasan yang sangat ganjil.
Padahal, dukungan KTP paslon independen Amos Watori-Nurjana mengumpulkan 21 ribu KTP, namun yang sangat tidak masuk diakal pihak KPU Kota Sorong hanya mengakui 6 ribu suara.
Atas hal tersebut pihak KPU dilaporkan ke DKPP dan sudah menjalani sidang beberapa waktu lalu.Dimana dalam persidangan DKPP, terbukti KPU dan Panwaslu Kota Sorong terbukti melakukan pelangaran kode etik.
Pihak Komisioner KPU Kota Sorong pun terancam dipecat atas kesalaham yang dilakukan. Saat ini, pasangan calon independen, Amos Watori - Nurjana (Amanah), sedang menempuh jalur hukum di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Makassar.
Selain itu, walaupun masih dalam proses hukum, pihak KPU Kota Sorong kembali membuat blunder dimana menggelar deklarasi damai calon tunggal kepala daerah Kota Sorong, Rabu siang 9 November yang dianggap menyalahi aturan.
"Kami sebagai tim pemeriksa Daerah menilai, ada kejanggalan dalam pengambilan penetapan keputusan yang dilakukan oleh KPU Kota Sorong," ungkap Marius N Yawa kepada MNC MEDIA, Rabu (09/11/2016).
Menurut Yawa, pelanggaran dan kejanggalan tersebut diantaranya, pelanggaran kode etik tentang penetapan yang dilakukan oleh KPU Kota Sorong.
"Ya pelanggaran kode etik tentang penetapan atau putusan tahapan yang dilakukan oleh KPU terutama dalam proses syarat calon kandidat, yang pertama adalah seleksi administrasi tahap pertama, kedua yang dilakukan oleh KPU Kota Sorong," jelas Marius N Yawa.
Yawa menjelaskan, selain masalah administrasi, kejanggalan lain yakni verifikasi faktual bakal calon yang dilakukan dengan tergesa-gesa.
"Verifikasi faktual itu dilakukan dengan tergesa-gesa oleh pihak KPU Kota Sorong, tergesa-gesa berarti kan mengambang begitu," kata Marius N Yawa.
Menurutnya, terkait hal itu, ada indikasi ada ketidak mampuan terhadap pemahaman pelaksanaan perundang-undangan oleh KPU Kota Sorong.
"Jadi ada indikasi yang kemarin nampak dalam sidang, bahwa ada ketidakmampuan terhadap pemahaman pelaksanaan perundang-undangan oleh KPU Kota Sorong. Dan ini ada keputusan sepihak," jelas Yawa.
Yawa menambahkan pelanggaran dan kejanggalan yang dilakukan oleh KPU Kota Sorong, indikasinya sangat jelas. Menurutnya dengan pelanggaran yang dilakukan oleh KPU Kota Sorong sangat mungkin dalam putusan DKPP nanti seluruh komisioner akan mendapat sanksi tegas diantaranya pemecatan dari keanggotaan KPU Kota Sorong.
"Ada, indikasinya sangat jelas, bisa-bisa, bukan lagi tidak bisa, pasti, karena pelanggaran kode etik undang-undang yang dilakukan KPU Kota Sorong itu sangat berat, karena ini hal yang fatal, karena mereka tidak menjalankan aturan itu, dan ini ada keputusan sepihak," tegas Marius N Yawa.
Hal yang disayangkan oleh DKPP bahwa KPU Kota Sorong tidak bisa menunjukan bukti proses tahapan penetapan calon dengan jelas dan banyak sekali cara-cara yang janggal dan penuh kebohongan
Diberitakan sebelumnya, penetapan calon kandidat Wali Kota dan Wawali Kota Sorong, yang sebelumnya terdapat dua pasang calon, masing-masing, pasangan petahana, Lamberth Djitmau - Pahima Iskandar dan calon dari independen, pasangan Amos Watori -Nurjana.
Sayangnya kandidat dari Independen, Amos Watori - Nurjana akhirnya dinyatakan tidak memenuhi syarat dengan alasan yang sangat ganjil.
Padahal, dukungan KTP paslon independen Amos Watori-Nurjana mengumpulkan 21 ribu KTP, namun yang sangat tidak masuk diakal pihak KPU Kota Sorong hanya mengakui 6 ribu suara.
Atas hal tersebut pihak KPU dilaporkan ke DKPP dan sudah menjalani sidang beberapa waktu lalu.Dimana dalam persidangan DKPP, terbukti KPU dan Panwaslu Kota Sorong terbukti melakukan pelangaran kode etik.
Pihak Komisioner KPU Kota Sorong pun terancam dipecat atas kesalaham yang dilakukan. Saat ini, pasangan calon independen, Amos Watori - Nurjana (Amanah), sedang menempuh jalur hukum di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Makassar.
Selain itu, walaupun masih dalam proses hukum, pihak KPU Kota Sorong kembali membuat blunder dimana menggelar deklarasi damai calon tunggal kepala daerah Kota Sorong, Rabu siang 9 November yang dianggap menyalahi aturan.
(sms)