2.000 Hektare Lahan Negara di Hulu Sungai Cimanuk Beralih Fungsi

Jum'at, 30 September 2016 - 13:02 WIB
2.000 Hektare Lahan...
2.000 Hektare Lahan Negara di Hulu Sungai Cimanuk Beralih Fungsi
A A A
GARUT - Tanah milik negara yang berubah fungsi di hulu Sungai Cimanuk mencapai 2.000 hektare (ha). Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Wilayah Jawa Barat Sri Mujitono menjelaskan lahan yang berubah fungsi ini berada di Kecamatan Cikajang dan Banjarwangi.

"Lahan yang berubah fungsi tersebut merupakan tanah yang hak guna usahanya (HGU) habis di tahun 2012. Luas lahannya hampir mencapai 2.000 hektare (ha)," kata Sri di Sekretariat Daerah (Setda) Garut, Jumat (30/9/2016).

Sri menjelaskan, lahan ini semula dikelola oleh Perusahaan Daerah Agrobisnis dan Perkebunan (PDAP), yang menggarap perkebunan teh. Namun, sejak HGU perusahaan perkebunan itu habis, lahan dikuasai oleh masyarakat dengan ditanami sayuran.

"Bencana banjir bandang yang menerjang Kabupaten Garut beberapa waktu lalu salah satunya disebabkan oleh perubahan alih fungsi lahan. Wilayah lindung hubungannya dengan hutan. Mestinya ditanami tanaman keras, ini malah tanaman semusim," ujarnya.

Meski HGU perusahaan perkebunan Provinsi Jawa Barat ini habis, ia menegaskan hak prioritas atas tanah masih berada di tangan perkebunan PDAP. Sebab, lahan milik negara tersebut merupakan aset Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

"Mengenai pemanfaatan ruang ada di pemerintah daerah. Dalam penataan ruangannya juga kami selalu berkoordinasi dengan pemerintah, karena legal asetnya merupakan kewenangan kami, namun penertiban menjadi kewenangan daerah," ucapnya.

Bupati Garut Rudy Gunawan membenarkan adanya alih fungsi lahan di Kabupaten Garut. "Bukan hanya di hulu Sungai Cimanuk, beberapa lahan hutan di Garut sebenarnya dikuasai petani tanpa memerhatikan kontur kemiringan dari kawasan itu sendiri," kata Rudy.

Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Willem Rampangilei menyebut empat faktor penyebab banjir bandang di Garut. Faktor pemanfaatan tata ruang tak sesuai dengan peruntukannya, menjadi salah satu poin utama penyebab banjir.

"Perlu normalisasi mulai dari hulu dengan pengembalian fungsinya secara maksimal," kata Willem.

Kondisi tutupan hutan yang dinilai tak lagi memadai, disebut BNPB menjadi faktor kedua. Faktor lainnya adalah curah hujan di atas rata-rata yang terjadi dalam tempo singkat.

"Faktor terakhir adalah adanya sedimentasi dan erosi di Sungai Cimanuk. Di saat curah hujan tinggi dan air tak terserap, air di sungai menjadi sangat banyak karena telah terjadi pendangkalan karena DAS Cimanuk ini dalam kondisi kritis."
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1926 seconds (0.1#10.140)