Ahmadiyah Adakan Kegiatan Tahunan, Ini Pesan Ketua Adat Melayu
A
A
A
BINTAN - Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Bintan, Datok Saleh Ahmad, mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjaga kerukunan, terkait dengan aktivitas Jamaah Ahmadiyah Desa Numbing yang mengadakan tabligh akbar/silaturahmi internal anggota mereka.
Namun kegiatan Ahmadiyah dinilai cukup meresahkan masyarakat dikarenakan adanya beberapa anggotanya dari luar Bintan yang akan datang mengikuti acara internal mereka di Numbing.
"Marilah kita mengedepankan kerukunan, kedamaian, dan mengesampingkan kepentingan golongan agar tanah Melayu Bintan yang tenteram ini tetap aman," kata Saleh Ahmad, di KIjang, Bintan Timur, Jum'at (16/9/2016).
Menjaga toleransi, katanya, merupakan bagian penting dalam mendukung situasi kondusif yang telah ada.
Dengan sikap toleransi dapat menumbuhkan kerukunan hidup umat beragama, ketertiban dalam sosial masyarakat dan mewujudkan kelancaran pembangunan yang ada di daerah.
"Tentunya sangat penting bagi kita semua untuk menjaga situasi kondusif dalam hal kerukunan ummat beragama," ungkapnya.
Keharmonisan umat beragama, lanjutnya, dinilai sangat baik, dengan indikasi tidak ada persoalan atau konflik yang dipicu karena perbedaan identitas keyakinan atau keagamaan.
Meskipun masyarakat Bintan terdiri atas beragam suku dan agama namun kondisi di daerah yang berbatasan dengan negara tetangga Singapura, Malaysia dan Vietnam ini aman, tenteram dan damai.
Ini tentunya tidak terlepas dari tingginya kesadaran masyarakat untuk menjaga toleransi yang ada.
"Kerukunan umat beragama selama ini terjalin dengan baik, marilah kita jaga dan tingkatkan," katanya.
Sebagai ketua lembaga adat, dia mengajak JAI Numbing untuk mematuhi kesepakatan-kesepakatan dengan pemerintah.
Dimana tidak akan mendatangkan JAI dari luar daerah dalam aktivitas kegiatan internal mereka. Juga meminta agar patuh terhadap SKB tiga Menteri, yakni, Keputusan Bersama Menag, Mendagri, Jaksa Agung tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota dan/atau anggota anggota pengurus Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat (nomor: 3 Tahun 2008, nomor: KEP-033/A/JA/6/2008, nomor: 199 Tahun 2008) tentang pelarangan JAI mengajak warga diluar JAI dan fatwa MUI tentang sesatnya JAI.
"Patuhi hukum yang berlaku. Hidup di tanah Melayu itu taat hukum, taat adat Melayu. Kalau sudah tercapai kesepakatan ya laksanakan dan patuhi," ajaknya.
Terpisah Ketua JAI Numbing, Rojali, menyatakan, pihaknya tetap melaksanakan kegiatan tahunan tersebut, selama dua hari, 16-17 September ini. Tempatnya di Kampung Bombaru, RT09/RW04, Desa Numbing.
“Kita hanya melakukan pertemuan, silaturahmi serta ditambah dengan ceramah agama,” tegas Rojali. Pada dasarnya, Rojali sangat mengerti jika Ahmadiyah di mata Menteri Agama, bukan agama Islam.
“Namun, kami tetap agama Islam. Tidak ada satu pun rukun Islam yang kami tinggalkan. Kami ini berbadan hukum di NKRI,” ucap dia.
Walaupun pemerintah meminta agar rencana kegiatan itu dibatalkan atau ditunda, Rojali ngotot, dan tetap melakukan kegiatan silaturahmi serta ceramah agama di Desa Numbing, yang sudah diagendakan. “Tetap kami adakan,” tegas dia.
Namun kegiatan Ahmadiyah dinilai cukup meresahkan masyarakat dikarenakan adanya beberapa anggotanya dari luar Bintan yang akan datang mengikuti acara internal mereka di Numbing.
"Marilah kita mengedepankan kerukunan, kedamaian, dan mengesampingkan kepentingan golongan agar tanah Melayu Bintan yang tenteram ini tetap aman," kata Saleh Ahmad, di KIjang, Bintan Timur, Jum'at (16/9/2016).
Menjaga toleransi, katanya, merupakan bagian penting dalam mendukung situasi kondusif yang telah ada.
Dengan sikap toleransi dapat menumbuhkan kerukunan hidup umat beragama, ketertiban dalam sosial masyarakat dan mewujudkan kelancaran pembangunan yang ada di daerah.
"Tentunya sangat penting bagi kita semua untuk menjaga situasi kondusif dalam hal kerukunan ummat beragama," ungkapnya.
Keharmonisan umat beragama, lanjutnya, dinilai sangat baik, dengan indikasi tidak ada persoalan atau konflik yang dipicu karena perbedaan identitas keyakinan atau keagamaan.
Meskipun masyarakat Bintan terdiri atas beragam suku dan agama namun kondisi di daerah yang berbatasan dengan negara tetangga Singapura, Malaysia dan Vietnam ini aman, tenteram dan damai.
Ini tentunya tidak terlepas dari tingginya kesadaran masyarakat untuk menjaga toleransi yang ada.
"Kerukunan umat beragama selama ini terjalin dengan baik, marilah kita jaga dan tingkatkan," katanya.
Sebagai ketua lembaga adat, dia mengajak JAI Numbing untuk mematuhi kesepakatan-kesepakatan dengan pemerintah.
Dimana tidak akan mendatangkan JAI dari luar daerah dalam aktivitas kegiatan internal mereka. Juga meminta agar patuh terhadap SKB tiga Menteri, yakni, Keputusan Bersama Menag, Mendagri, Jaksa Agung tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota dan/atau anggota anggota pengurus Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat (nomor: 3 Tahun 2008, nomor: KEP-033/A/JA/6/2008, nomor: 199 Tahun 2008) tentang pelarangan JAI mengajak warga diluar JAI dan fatwa MUI tentang sesatnya JAI.
"Patuhi hukum yang berlaku. Hidup di tanah Melayu itu taat hukum, taat adat Melayu. Kalau sudah tercapai kesepakatan ya laksanakan dan patuhi," ajaknya.
Terpisah Ketua JAI Numbing, Rojali, menyatakan, pihaknya tetap melaksanakan kegiatan tahunan tersebut, selama dua hari, 16-17 September ini. Tempatnya di Kampung Bombaru, RT09/RW04, Desa Numbing.
“Kita hanya melakukan pertemuan, silaturahmi serta ditambah dengan ceramah agama,” tegas Rojali. Pada dasarnya, Rojali sangat mengerti jika Ahmadiyah di mata Menteri Agama, bukan agama Islam.
“Namun, kami tetap agama Islam. Tidak ada satu pun rukun Islam yang kami tinggalkan. Kami ini berbadan hukum di NKRI,” ucap dia.
Walaupun pemerintah meminta agar rencana kegiatan itu dibatalkan atau ditunda, Rojali ngotot, dan tetap melakukan kegiatan silaturahmi serta ceramah agama di Desa Numbing, yang sudah diagendakan. “Tetap kami adakan,” tegas dia.
(sms)