Tes DNA Waluyo Perlu Dilakukan untuk Dapatkan Kecocokan Identik
A
A
A
YOGYAKARTA - Kembalinya Waluyo (62) yang telah dimakamkan oleh keluarganya karena menjadi korban tabrak lari Mei setahun silam masih menjadi pembicaraan di Kota Yogyakarta.
Bagian Humas dan Hukum RS dr Sardjito Yogyakarta mencatat, pasien yang datang karena korban kecelakaan lalulintas di Gunungkidul mengalami proses yang cukup panjang untuk bisa mendapatkan identifikasi nama menjadi Waluyo. Saat dirujuk dan datang ke Sardjito, pasien tidak memiliki identitas dan diberi label Mr X.
Proses untuk berubah menjadi Waluyo, diawali dengan kedatangan dua orang wanita bernama Anti Ristanti dan S Katinah yang datang mencari anggota keluarga ke rumah sakit tersebut. (Baca juga: Kisah Kakek Waluyo yang 'Bangkit dari Kubur')
Merujuk kepada korban kecelakaan yang baru saja dipindah dari RS Nurohmah Gunungkidul, akhirnya kedua wanita tersebut ditunjukan ke korban Mr X.
“Saat ditunjukan tersebut langsung diakui oleh kedua wanita tersebut bahwa Mr X adalah keluarganya. Dan untuk itu kemudian tidak serta merta kita rubah, tetapi kita harapkan ada surat resmi seperti pengantar dari kepolisian, hingga kartu identitas korban dan keluarganya.
Dari identifikasi yang dilakukan, memang ada kemiripan dari wajah antara korban kecelakaan dengan foto yang ada di KTP.
Didukung oleh surat pengantar dari pihak kepolisian Polres Gunungkidul, akhirnya dirubahlah dari Mr X menjadi Waluyo,” jelas Staf Bagian Hukum dan Humas RS dr Sardjito Banu Hermawan.
Setelah proses pergantian identitas dilakukan, keluargapun langsung melakukan proses perawatan seperti pada pasien umumnya.
Bahkan tercatat Ibu Kasinah yang merupakan istri dari Waluyo menunggui korban kecelakaan lalulintas tersebut sejak mulai datang pada 2 Mei 2015 hingga meninggal pada 7 Mei 2015.
“Memang ada kemiripan di bagian wajah. Dan sebenarnya luka akibat dari kecelakaan yang dialami juga tidak merusak bagian wajah, sehingga masih bisa dikenali, sehingga sejak awal keluarga juga memang suda mengenalinya,” timpal Banu.
Untuk proses pembuktian secara hukum, Banu menyebut dapat dilakukan pengujian anter mortem dan post mortem. Hal tersebut menjadi bagian dari kegiatan standar untuk melakukan identifikasi terhadap seseorang.
Dalam kasus ini, dapat dilakukan pengujian sidik jari dari lelaki yang pulang dengan nama Waluyo tersebut dengan data rekam KTP elektronik.
Selain itu dapat pula dilakukan tes DNA antara Waluyo dengan anak perempuannya untuk mendapatkan kecocokan identik secara garis keturunan.
“Cocok sidik jari menjadi lebih murah. Namun tes DNA bisa juga dilakukan untuk mendapatkan data lebih pas,” tambahnya.
Bagian Humas dan Hukum RS dr Sardjito Yogyakarta mencatat, pasien yang datang karena korban kecelakaan lalulintas di Gunungkidul mengalami proses yang cukup panjang untuk bisa mendapatkan identifikasi nama menjadi Waluyo. Saat dirujuk dan datang ke Sardjito, pasien tidak memiliki identitas dan diberi label Mr X.
Proses untuk berubah menjadi Waluyo, diawali dengan kedatangan dua orang wanita bernama Anti Ristanti dan S Katinah yang datang mencari anggota keluarga ke rumah sakit tersebut. (Baca juga: Kisah Kakek Waluyo yang 'Bangkit dari Kubur')
Merujuk kepada korban kecelakaan yang baru saja dipindah dari RS Nurohmah Gunungkidul, akhirnya kedua wanita tersebut ditunjukan ke korban Mr X.
“Saat ditunjukan tersebut langsung diakui oleh kedua wanita tersebut bahwa Mr X adalah keluarganya. Dan untuk itu kemudian tidak serta merta kita rubah, tetapi kita harapkan ada surat resmi seperti pengantar dari kepolisian, hingga kartu identitas korban dan keluarganya.
Dari identifikasi yang dilakukan, memang ada kemiripan dari wajah antara korban kecelakaan dengan foto yang ada di KTP.
Didukung oleh surat pengantar dari pihak kepolisian Polres Gunungkidul, akhirnya dirubahlah dari Mr X menjadi Waluyo,” jelas Staf Bagian Hukum dan Humas RS dr Sardjito Banu Hermawan.
Setelah proses pergantian identitas dilakukan, keluargapun langsung melakukan proses perawatan seperti pada pasien umumnya.
Bahkan tercatat Ibu Kasinah yang merupakan istri dari Waluyo menunggui korban kecelakaan lalulintas tersebut sejak mulai datang pada 2 Mei 2015 hingga meninggal pada 7 Mei 2015.
“Memang ada kemiripan di bagian wajah. Dan sebenarnya luka akibat dari kecelakaan yang dialami juga tidak merusak bagian wajah, sehingga masih bisa dikenali, sehingga sejak awal keluarga juga memang suda mengenalinya,” timpal Banu.
Untuk proses pembuktian secara hukum, Banu menyebut dapat dilakukan pengujian anter mortem dan post mortem. Hal tersebut menjadi bagian dari kegiatan standar untuk melakukan identifikasi terhadap seseorang.
Dalam kasus ini, dapat dilakukan pengujian sidik jari dari lelaki yang pulang dengan nama Waluyo tersebut dengan data rekam KTP elektronik.
Selain itu dapat pula dilakukan tes DNA antara Waluyo dengan anak perempuannya untuk mendapatkan kecocokan identik secara garis keturunan.
“Cocok sidik jari menjadi lebih murah. Namun tes DNA bisa juga dilakukan untuk mendapatkan data lebih pas,” tambahnya.
(sms)