LBH Perindo Desak Polresta Medan Tahan Tersangka Pembunuh Gidion Ginting
A
A
A
JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Perindo mendesak pihak Polresta Medan untuk menahan tersangka kasus dugaan pembunuhaan terhadap Ketua DPC Partai Perindo Medan Johor Gidion Ginting.
Dalam siaran pers DPP LBH Perindo dan LBH Perindo se-Indonesia yang ditandatangani Ketua Umum DPP LBH Perindo Ricky Margono, LBH Perindo sangat menyesalkan penyidik yang selalu mengaitkan dengan alasan subjektif untuk tidak melakukan penahanan terhadap tersangka maupun calon tersangka.
"Saatnya bagi Polresta Medan untuk menunjukkan sikap profesional dan melaksanakan kewenangannya untuk menahan tersangka. Sikap enggan Polresta Medan untuk melakukan penahanan kepada tersangka yang merupakan oknum polisi dapat dipandang sebagai tindakan melindungi tersangka atau sikap mencari posisi aman karena terjebak dengan semangat solidaritas semu, esprit de corps yang keliru," demikian siaran pers yang diterima Sindonews, Selasa (19/7/2016).
Seperti diketahui, Gidion Ginting tewas setelah dianiaya di kawasan Pusat Pasar Medan, 18 Desember 2015. Gidion yang juga merupakan pedagang di pasar tersebut diduga tewas akibat dianiaya oleh sejumlah orang atas perintah seorang oknum polisi berinisial JPS.
Namun, sampai saat ini, meski telah ditetapkan sebagai tersangka, JPS tidak ditahan. Ia bahkan masih aktif dalam ‎dinas kepolisian dan menjadi pengawas keamanan di Pusat Pasar Medan.
Tentang peristiwa tewasnya Gidion Ginting ini, LBH Perindo menyatakan bahwa berdasarkan bukti yang diperoleh dan rekaman dari closed circuit television (CCTV) bahwa awal terjadinya kasus ini adalah ketika almarhum digiring/dibawa secara paksa ke kantor security yang lokasinya berada di Kantor Persatuan Pedagang Pusat Pasar Sumatera Utara/P4SU oleh beberapa oknum keamanan pasar dan para tersangka.
Setelah almarhum dipaksa masuk ke dalam kantor tersebut, almarhum telah berupaya untuk keluar dari ruangan itu dikarenakan merasa ketakutan, namun yang terjadi para tersangka malah mengejar dan menarik serta menggiring kembali almarhum ke ruangan tersebut.
Tidak hanya sampai di situ perlakuan yang diterima almarhum. Para tersangka menutup rolling door/pintu lipat dari dalam, sehingga almarhum tidak bisa keluar dan orang lain tidak bisa melihat apa yang terjadi di dalam ruangan.
Secara jelas dan nyata, berdasarkan bukti rekaman CCTV yang juga sudah diserahkan kepada para penyidik di Polresta Medan, para tersangka sengaja menutup rolling door itu dengan tujuan mengintimidasi serta melakukan penekanan psikis dan fisik. Sehingga jelas mens rea dari para tersangka untuk melakukan tindakan jahat kepada almarhum serta untuk melakukan penekanan psikis maupun penekanan fisik.
Tindakan para tersangka menutup rolling door tersebut merupakan salah satu tindakan interogasi yang dilakukan dengan teknik penyiksaan yang dikenal sebagai tindakan isolasi. Kemudian salah satu tersangka juga telah melecehkan almarhum dengan cara mengusap-usap/mengelus-elus bagian pipi almarhum berulang-ulang kali, kemungkinan disertai dengan pengancaman dan kalimat-kalimat melecehkan harkat dan martabat almarhum (bukti rekaman CCTV tidak berisi rekaman suara).
Tentunya usapan/elusan itu bukan bertujuan untuk memuji/menenangkan, namun untuk merendahkan harga diri almarhum. Sebagaimana terekam dalam telepon genggam milik almarhum, tersangka tersebut berulangkali mengancam almarhum serta mengajak berkelahi dalam keadaan almarhum dikepung oleh teman-teman tersangka yang berbaju loreng maupun petugas sekuriti yang tentu saja bertujuan untuk menimbulkan rasa takut/intimidasi.
Para tersangka sengaja melakukan tindakan tersebut karena ini juga merupakan teknik penyiksaan yang dikenal sebagai cultural humiliation/merendahkan martabat dengan cara-cara menyerang harga diri.
Tak berhenti sampai di situ, perbuatan tidak pantas dan kekerasan yang menimpa almarhum, salah satu tersangka juga melakukan penyiksaan dengan cara menekan bagian kemaluan almarhum dengan menggunakan dengkul/lutut dan di saat yang bersamaan menekan leher almarhum dengan menggunakan siku. Teknik ini merupakan teknik penyiksaan fisik.
Dengan melihat bukti rekaman CCTV, dapat diketahui bahwa para tersangka adalah orang-orang dengan intelektualitas tinggi dan bukan orang sembarangan, karena mampu melakukan tindakan-tindakan tersebut dengan penuh persiapan dan 'rapi'. Mereka paham benar bagaimana cara mengaburkan perbuatan pidana yang mereka lakukan.
Dalam siaran pers DPP LBH Perindo dan LBH Perindo se-Indonesia yang ditandatangani Ketua Umum DPP LBH Perindo Ricky Margono, LBH Perindo sangat menyesalkan penyidik yang selalu mengaitkan dengan alasan subjektif untuk tidak melakukan penahanan terhadap tersangka maupun calon tersangka.
"Saatnya bagi Polresta Medan untuk menunjukkan sikap profesional dan melaksanakan kewenangannya untuk menahan tersangka. Sikap enggan Polresta Medan untuk melakukan penahanan kepada tersangka yang merupakan oknum polisi dapat dipandang sebagai tindakan melindungi tersangka atau sikap mencari posisi aman karena terjebak dengan semangat solidaritas semu, esprit de corps yang keliru," demikian siaran pers yang diterima Sindonews, Selasa (19/7/2016).
Seperti diketahui, Gidion Ginting tewas setelah dianiaya di kawasan Pusat Pasar Medan, 18 Desember 2015. Gidion yang juga merupakan pedagang di pasar tersebut diduga tewas akibat dianiaya oleh sejumlah orang atas perintah seorang oknum polisi berinisial JPS.
Namun, sampai saat ini, meski telah ditetapkan sebagai tersangka, JPS tidak ditahan. Ia bahkan masih aktif dalam ‎dinas kepolisian dan menjadi pengawas keamanan di Pusat Pasar Medan.
Tentang peristiwa tewasnya Gidion Ginting ini, LBH Perindo menyatakan bahwa berdasarkan bukti yang diperoleh dan rekaman dari closed circuit television (CCTV) bahwa awal terjadinya kasus ini adalah ketika almarhum digiring/dibawa secara paksa ke kantor security yang lokasinya berada di Kantor Persatuan Pedagang Pusat Pasar Sumatera Utara/P4SU oleh beberapa oknum keamanan pasar dan para tersangka.
Setelah almarhum dipaksa masuk ke dalam kantor tersebut, almarhum telah berupaya untuk keluar dari ruangan itu dikarenakan merasa ketakutan, namun yang terjadi para tersangka malah mengejar dan menarik serta menggiring kembali almarhum ke ruangan tersebut.
Tidak hanya sampai di situ perlakuan yang diterima almarhum. Para tersangka menutup rolling door/pintu lipat dari dalam, sehingga almarhum tidak bisa keluar dan orang lain tidak bisa melihat apa yang terjadi di dalam ruangan.
Secara jelas dan nyata, berdasarkan bukti rekaman CCTV yang juga sudah diserahkan kepada para penyidik di Polresta Medan, para tersangka sengaja menutup rolling door itu dengan tujuan mengintimidasi serta melakukan penekanan psikis dan fisik. Sehingga jelas mens rea dari para tersangka untuk melakukan tindakan jahat kepada almarhum serta untuk melakukan penekanan psikis maupun penekanan fisik.
Tindakan para tersangka menutup rolling door tersebut merupakan salah satu tindakan interogasi yang dilakukan dengan teknik penyiksaan yang dikenal sebagai tindakan isolasi. Kemudian salah satu tersangka juga telah melecehkan almarhum dengan cara mengusap-usap/mengelus-elus bagian pipi almarhum berulang-ulang kali, kemungkinan disertai dengan pengancaman dan kalimat-kalimat melecehkan harkat dan martabat almarhum (bukti rekaman CCTV tidak berisi rekaman suara).
Tentunya usapan/elusan itu bukan bertujuan untuk memuji/menenangkan, namun untuk merendahkan harga diri almarhum. Sebagaimana terekam dalam telepon genggam milik almarhum, tersangka tersebut berulangkali mengancam almarhum serta mengajak berkelahi dalam keadaan almarhum dikepung oleh teman-teman tersangka yang berbaju loreng maupun petugas sekuriti yang tentu saja bertujuan untuk menimbulkan rasa takut/intimidasi.
Para tersangka sengaja melakukan tindakan tersebut karena ini juga merupakan teknik penyiksaan yang dikenal sebagai cultural humiliation/merendahkan martabat dengan cara-cara menyerang harga diri.
Tak berhenti sampai di situ, perbuatan tidak pantas dan kekerasan yang menimpa almarhum, salah satu tersangka juga melakukan penyiksaan dengan cara menekan bagian kemaluan almarhum dengan menggunakan dengkul/lutut dan di saat yang bersamaan menekan leher almarhum dengan menggunakan siku. Teknik ini merupakan teknik penyiksaan fisik.
Dengan melihat bukti rekaman CCTV, dapat diketahui bahwa para tersangka adalah orang-orang dengan intelektualitas tinggi dan bukan orang sembarangan, karena mampu melakukan tindakan-tindakan tersebut dengan penuh persiapan dan 'rapi'. Mereka paham benar bagaimana cara mengaburkan perbuatan pidana yang mereka lakukan.
(zik)