Hutan dan Lahan di Riau Sengaja Dibakar
A
A
A
PEKANBARU - Sudah sebulan lebih kebakaran hutan dan lahan melanda Provinsi Riau. Penyebab terbesar kebakaran karena ulah manusia yang sengaja membakar untuk membuka lahan.
"Kebakaran hutan dan lahan di Riau terjadi akibat ulah manusia yang sengaja melakukan pembakaran," kata Komandan Pangkalan Udara Lanud Roesmin Nurjadi Pekanbaru Marsekal Pertama Henri Alfiandi, Sabtu (15/7/2016).
Seperti kebakaran yang terjadi di Kecamatan Bangko, Kabupaten Rohil misalnya. Kebakaran di kawasan ini cukup luas. Padahal beberapa waktu lalu sudah dipadamkan.
Berdasarkan pengamatan dan data di lapangan, diketahui bahwa kebakaran di kawasan itu memang sengaja dilakukan untuk membuka lahan baru dengan cara dibakar.
"Hampir semua kasus kebakaran kita duga memang sengaja ditemukan (dikabar). Seperti beberapa waktu lalu kita temukan kasus di Taman Nasional Tesso Nilo, ada beberapa gubuk dan alat berat di sana. Saat mengetahui ada petugas mereka kabur," tandas Komandan Satgas Udara Penanggulangan Kebakaran.
Sementara itu, Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Dwikorita mengatakan, untuk menangani masalah kebakaran hutan lahan perlu ada terobasan.
“Belajar dari bencana kebakaran hutan dan lahan tahun lalu, perbaikan tata kelola lahan gambut menjadi prioritas penting saat ini dan harus dilakukan secara paralel dengan rekayasa sosial, karena kompleksnya permasalahan yang dihadapi,” kata Dwikorita.
Hal itu disampaikan Dwikorita saat melakukan MoU antara UGM dengan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dalam menjalin kerjasama penguatan sosial dalam pengelolaan gambut berkelanjutan.
Langkah ini penting sebab untuk mencegahnya terbakar, lahan gambut harus dikelola dalam kesatuan lanskap ekosistem.
Tahun 2015, kebakaran hutan dan lahan mencapai areal seluas 2,1 juta hektare. Data dari Global Forest Watch (2015) menunjukkan sekitar 24% kebakaran terjadi di lokasi pemegang izin pemanfaatan hutan.
Sementara 20% terjadi areal izin perkebunan dan 56% terjadi di luar pemegang izin/areal belum ada peruntukan (open access). Dari total luas areal yang terbakar tersebut, kebakaran di lahan gambut hanya 30% atau sekitar 618.000 hektare.
"Meski demikian, kebakaran itu telah menimbulkan bencana asap yang mengganggu kesehatan masyarakat dan perekonomian nasional, bahkan berdampak pada hubungan regional," pungkasnya.
"Kebakaran hutan dan lahan di Riau terjadi akibat ulah manusia yang sengaja melakukan pembakaran," kata Komandan Pangkalan Udara Lanud Roesmin Nurjadi Pekanbaru Marsekal Pertama Henri Alfiandi, Sabtu (15/7/2016).
Seperti kebakaran yang terjadi di Kecamatan Bangko, Kabupaten Rohil misalnya. Kebakaran di kawasan ini cukup luas. Padahal beberapa waktu lalu sudah dipadamkan.
Berdasarkan pengamatan dan data di lapangan, diketahui bahwa kebakaran di kawasan itu memang sengaja dilakukan untuk membuka lahan baru dengan cara dibakar.
"Hampir semua kasus kebakaran kita duga memang sengaja ditemukan (dikabar). Seperti beberapa waktu lalu kita temukan kasus di Taman Nasional Tesso Nilo, ada beberapa gubuk dan alat berat di sana. Saat mengetahui ada petugas mereka kabur," tandas Komandan Satgas Udara Penanggulangan Kebakaran.
Sementara itu, Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Dwikorita mengatakan, untuk menangani masalah kebakaran hutan lahan perlu ada terobasan.
“Belajar dari bencana kebakaran hutan dan lahan tahun lalu, perbaikan tata kelola lahan gambut menjadi prioritas penting saat ini dan harus dilakukan secara paralel dengan rekayasa sosial, karena kompleksnya permasalahan yang dihadapi,” kata Dwikorita.
Hal itu disampaikan Dwikorita saat melakukan MoU antara UGM dengan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dalam menjalin kerjasama penguatan sosial dalam pengelolaan gambut berkelanjutan.
Langkah ini penting sebab untuk mencegahnya terbakar, lahan gambut harus dikelola dalam kesatuan lanskap ekosistem.
Tahun 2015, kebakaran hutan dan lahan mencapai areal seluas 2,1 juta hektare. Data dari Global Forest Watch (2015) menunjukkan sekitar 24% kebakaran terjadi di lokasi pemegang izin pemanfaatan hutan.
Sementara 20% terjadi areal izin perkebunan dan 56% terjadi di luar pemegang izin/areal belum ada peruntukan (open access). Dari total luas areal yang terbakar tersebut, kebakaran di lahan gambut hanya 30% atau sekitar 618.000 hektare.
"Meski demikian, kebakaran itu telah menimbulkan bencana asap yang mengganggu kesehatan masyarakat dan perekonomian nasional, bahkan berdampak pada hubungan regional," pungkasnya.
(san)