Rencana Pencabutan Perda Minuman Beralkohol di Cirebon Menuai Protes

Minggu, 19 Juni 2016 - 19:20 WIB
Rencana Pencabutan Perda Minuman Beralkohol di Cirebon Menuai Protes
Rencana Pencabutan Perda Minuman Beralkohol di Cirebon Menuai Protes
A A A
CIREBON - Peraturan daerah (perda) terkait pelarangan peredaran dan penjualan minuman beralkohol (mihol) di Kota Cirebon diwacanakan bakal dicabut.

Wacana itu belakangan menghangat menyusul kabar adanya rilis Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) soal keharusan mencabut atau merevisi perda-perda dibanyak daerah se-Indonesia.

"Keberadaan Perda Mihol di Kota Cirebon sejauh ini sudah membantu menekan tingginya peredaran mihol. Meski kami akui belum sepenuhnya bisa menghilangkan mihol," ungkap Koordinator Aliansi Masyarakat Nahi Munkar (Almanar) Andi Mulya, Minggu (19/6/2016).

Pihaknya mengecam keras bila pemerintah memutuskan menghapus atau merevisi perda yang berkaitan dengan syariat agama, seperti halnya Perda Mihol. Dia memandang, perda ini merupakan salah satu produk hukum di Kota Cirebon yang aplikatif, sekalipun belum sempurna.

Dia mengingatkan, mihol atau minuman keras selama ini menjadi salah satu penyebab utama maraknya penyakit masyarakat. Untuk ini, pihaknya bahkan telah berkoordinasi dengan sejumlah organisasi masyarakat lain dari beberapa daerah untuk menolak revisi maupun penghapusan Perda Mihol dan perda lain yang berlandaskan syariat keagamaan.

Hal senada disampaikan Kepala Satpol PP Kota Cirebon Andi Armawan. Dia menyebut, keberadaan Perda Mihol di Kota Cirebon sejauh ini sudah berjalan baik. Pihaknya sebagai lembaga penegak perda mengaku, tak sedikit pelanggar yang telah ditindak.

"Saya kira Perda Mihol sudah berjalan baik, hanya perlu peningkatan. Karenanya, menjadi tak tepat ketika perda ini dihapus atau direvisi, karena memang mihol membahayakan generasi muda," tegasnya.

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Cirebon Imam Reza Hakiki menyetujui revisi, bahkan pencabutan Perda Mihol.

Menurutnya, keberadaan mihol pada hotel tak lebih dari nilai tambah atau fasilitas bagi tamu, khususnya asal luar negeri. "Banyak orang asing akhirnya tak bisa memperoleh mihol, seperti bir, sehingga terpaksa balik kanan," ujarnya.

Dia mengungkapkan, sesungguhnya tak besar pengaruh mihol terhadap pendapatan hotel mengingat hanya fasilitas penunjang. Bagi hotelnya sendiri, pendapatan dari penjualan mihol tak lebih dari 5%. Namun, ketika diakumulasi nilainya terhitung besar sehingga cukup signifikan bagi pendapatan hotel.

Meski begitu, dia memahami sikap para pihak yang menolak revisi atau pencabutan perda ini. PHRI sendiri minimal menghendaki perda tersebut direvisi, bila tak memungkinkan dicabut.

Untuk itu, dia menyarankan, mihol disetujui di beberapa tempat tertentu, seperti hotel, kafe, ataupun objek wisata. "Silakan saja kandungannya dibatasi. Kami memahami kok efek mihol. Kami juga bersedia diajak berdialog terkait hal ini," tandasnya.

Terpisah, Wali Kota Cirebon Nasrudin Azis mengaku, belum menerima keputusan dari Kemendagri terkait perda yang perlu dihapuskan atau direvisi. Pihaknya juga masih menanti kepastian terkait hal itu.

"Sampai saat ini saya belum mendapat keputusan pasti dari pemerintah pusat, perda mana saja yang harus dianulir atau dianggap bertentangan dengan ketentuan yang ada di atasnya," bebernya.

Namun begitu, di Kota Cirebon terdapat beberapa perda yang dianggap perlu direvisi atau bahkan dihapus. Hanya saja, dia tak ingin merinci perda apa saja yang dimaksudnya.

Sementara, Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (BPPD) DPRD Kota Cirebon Agung Supirno memastikan, belum mengetahui perda apa saja yang harus direvisi atau dihapuskan. "Sampai hari ini kami belum mengetahui persis, masih menunggu dari pusat," pungkasnya.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4844 seconds (0.1#10.140)
pixels