Melahirkan di Rumah Sendiri, Warga Miskin Dimintai Rp750 Ribu
A
A
A
WATAMPONE - Warga miskin di Desa Padangloang, Kecamatan Cina, kian merasakan mahalnya pelayanan kesehatan. Bahkan ibu yang melahirkan di rumah dikenai retribusi jasa pelayanan kesehatan senilai Rp750 ribu.
Salah satunya dialami oleh warga miskin Susianti (17), istri dari Suardi (40), seorang tuna netra yang sehari-hari bekerja sebagai tukang urut di Kota Watampone.
Waktu itu, saat melahirkan bayi keduanya di rumah mertuanya, di Desa Padangloang, Kecamatan Cina, dia dimintai biaya pelayanan kesehatan sebesar Rp750 ribu oleh bidan desa yang bernama Asni.
Katanya, itu adalah denda karena yang bersangkutan tidak melahirkan di tempat sarana pelayanan kesehatan, melainkan di rumahnya sendiri.
"Waktu melahirkan Kamis dini hari pekan lalu, yang membantu melahirkan adalah ibu saya. Bidan datang setelah saya melahirkan pada pagi harinya, setelah itu saya dimintai biaya Rp750 ribu," kata Susi, ditemui di rumahnya, Kamis (19/5/2016).
Susi melanjutkan, dia tidak mengetahui mengapa dimintai pembayaran sejumlah itu sebab proses persalinan hanya dibantu oleh ibu dan suaminya. Bidan datang setelah proses persalinan lalu memotong tali pusar bayi perempuannya, memandikan, dan memberikan perawatan.
Kanna (70), ayah Susi mengaku heran dengan adanya permintaan pembayaran tersebut. Terlebih saat kelahiran cucunya tidak dibantu oleh bidan desa. Walau demikian, dia sebenarnya ikhlas dimintai pembayaran jika memang ada aturannya.
"Keluarga kaya juga melahirkan, keluarga miskin juga melahirkan, tapi jangan disamakan, lihat juga kemampuan kami. Kami akan membayar semampunya," kata Kanna, yang ditemui di Desa Padangloang.
Dikonfirmasi terkait pembayaran tersebut, Bidan Asni mengatakan pada saat kelahiran bayi Susi, dia terhalang hujan sehingga ketika sampai di rumah bayi tersebut telah lahir.
Namun pelayanan kesehatan ibu dan bayi tetap dilakukannya pada saat sebelum dan setelah melahirkan. Sementara pembayaran biaya jasa yang dibebankan kepada keluarga tersebut, sudah sesuai dengan ketetapan pada peraturan daerah.
"Itu sudah sesuai aturan, jika melahirkan di tempat pelayanan kesehatan tidak dikenai biaya, namun jika melahirkan di luar sarana pelayanan kesehatan dikenai biaya jasa Rp400 ribu ditambah biaya pelayanan lainnya sehingga totalnya Rp750 ribu," katanya.
Dia melanjutkan, pihaknya telah menyampaikan kepada keluarga kurang mampu itu agar membayar sesuai dengan kemampuannya. Tetapi mereka malah menyanggupinya dan membayar senilai Rp750 ribu.
Terpisah, Kepala Puskesmas Cina Samanhudi mengatakan, setelah informasi kejadian tersebut merebak, pihaknya berusaha untuk mengembalikan uang pembayaran keluarga bayi sebesar Rp750 ribu tersebut. Namun uang itu ditolak oleh keluarga bayi.
"Tadi pagi saya mau kembalikan uangnya, tapi yang bersangkutan bersikukuh menolaknya," kata Samanhudi yang turut dipanggil Kadinkes Bone untuk mengklarifiksi masalah tersebut.
Kepala dinas kesehatan (Dinkes) Bone Andi Khasma Padjalangi yang dikonfirmasi mengatakan, masalah yang terjadi di Desa Padalloang adalah kesalahpahaman antara penyampaian bidan dengan tanggapan masyarakat.
"Jadi tidak ada denda di sini. Pembayaran yang ada itu adalah biaya jasa pelayanan kesehatan, dan hal itu sudah diatur di dalam peraturan daerah (perda) yang besarannya seperti disampaikan oleh bidan kepada warga tersebut," kata Khasma.
Lanjut Khasma, inti dari penerapan perda retribusi jasa terhadap pertolongan persalinan yang dilakukan di rumah tersebut agar ibu diarahkan untuk melahirkan di sarana pelayanan kesehatan, untuk meminimalisir angka kematian ibu dan bayinya.
Lalu kedepannya, agar tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat dan tidak kejadian tersebut tidak terulang, pihaknya telah mengumpulkan UPTD kesehatan dan 38 kepala puskesmas se-Kabupaten Bone agar proses persalinan dilakukan di sarana pelayanan kesehatan.
Salah satunya dialami oleh warga miskin Susianti (17), istri dari Suardi (40), seorang tuna netra yang sehari-hari bekerja sebagai tukang urut di Kota Watampone.
Waktu itu, saat melahirkan bayi keduanya di rumah mertuanya, di Desa Padangloang, Kecamatan Cina, dia dimintai biaya pelayanan kesehatan sebesar Rp750 ribu oleh bidan desa yang bernama Asni.
Katanya, itu adalah denda karena yang bersangkutan tidak melahirkan di tempat sarana pelayanan kesehatan, melainkan di rumahnya sendiri.
"Waktu melahirkan Kamis dini hari pekan lalu, yang membantu melahirkan adalah ibu saya. Bidan datang setelah saya melahirkan pada pagi harinya, setelah itu saya dimintai biaya Rp750 ribu," kata Susi, ditemui di rumahnya, Kamis (19/5/2016).
Susi melanjutkan, dia tidak mengetahui mengapa dimintai pembayaran sejumlah itu sebab proses persalinan hanya dibantu oleh ibu dan suaminya. Bidan datang setelah proses persalinan lalu memotong tali pusar bayi perempuannya, memandikan, dan memberikan perawatan.
Kanna (70), ayah Susi mengaku heran dengan adanya permintaan pembayaran tersebut. Terlebih saat kelahiran cucunya tidak dibantu oleh bidan desa. Walau demikian, dia sebenarnya ikhlas dimintai pembayaran jika memang ada aturannya.
"Keluarga kaya juga melahirkan, keluarga miskin juga melahirkan, tapi jangan disamakan, lihat juga kemampuan kami. Kami akan membayar semampunya," kata Kanna, yang ditemui di Desa Padangloang.
Dikonfirmasi terkait pembayaran tersebut, Bidan Asni mengatakan pada saat kelahiran bayi Susi, dia terhalang hujan sehingga ketika sampai di rumah bayi tersebut telah lahir.
Namun pelayanan kesehatan ibu dan bayi tetap dilakukannya pada saat sebelum dan setelah melahirkan. Sementara pembayaran biaya jasa yang dibebankan kepada keluarga tersebut, sudah sesuai dengan ketetapan pada peraturan daerah.
"Itu sudah sesuai aturan, jika melahirkan di tempat pelayanan kesehatan tidak dikenai biaya, namun jika melahirkan di luar sarana pelayanan kesehatan dikenai biaya jasa Rp400 ribu ditambah biaya pelayanan lainnya sehingga totalnya Rp750 ribu," katanya.
Dia melanjutkan, pihaknya telah menyampaikan kepada keluarga kurang mampu itu agar membayar sesuai dengan kemampuannya. Tetapi mereka malah menyanggupinya dan membayar senilai Rp750 ribu.
Terpisah, Kepala Puskesmas Cina Samanhudi mengatakan, setelah informasi kejadian tersebut merebak, pihaknya berusaha untuk mengembalikan uang pembayaran keluarga bayi sebesar Rp750 ribu tersebut. Namun uang itu ditolak oleh keluarga bayi.
"Tadi pagi saya mau kembalikan uangnya, tapi yang bersangkutan bersikukuh menolaknya," kata Samanhudi yang turut dipanggil Kadinkes Bone untuk mengklarifiksi masalah tersebut.
Kepala dinas kesehatan (Dinkes) Bone Andi Khasma Padjalangi yang dikonfirmasi mengatakan, masalah yang terjadi di Desa Padalloang adalah kesalahpahaman antara penyampaian bidan dengan tanggapan masyarakat.
"Jadi tidak ada denda di sini. Pembayaran yang ada itu adalah biaya jasa pelayanan kesehatan, dan hal itu sudah diatur di dalam peraturan daerah (perda) yang besarannya seperti disampaikan oleh bidan kepada warga tersebut," kata Khasma.
Lanjut Khasma, inti dari penerapan perda retribusi jasa terhadap pertolongan persalinan yang dilakukan di rumah tersebut agar ibu diarahkan untuk melahirkan di sarana pelayanan kesehatan, untuk meminimalisir angka kematian ibu dan bayinya.
Lalu kedepannya, agar tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat dan tidak kejadian tersebut tidak terulang, pihaknya telah mengumpulkan UPTD kesehatan dan 38 kepala puskesmas se-Kabupaten Bone agar proses persalinan dilakukan di sarana pelayanan kesehatan.
(san)