Pengemplang Pajak Rp3,6 M Dijebloskan ke Sel Penyanderaan
A
A
A
PALEMBANG - Setelah dilakukan pemantauan dan identifikasi sejak 19 April 2016, Direktur sekaligus Pemegang Saham PT SHS (perusahaan kontruksi pembangunan kelapa sawit) berinisial EC yang merupakan pengemplang pajak dipenjarakan di Rutan Klas I Pakjo Palembang, Jumat (22/4/2016).Penyanderaan (gijzeling) dilakukan oleh Kanwil Direktorat Jenderal Pajak Sumsel-Babel dibantu pihak Badan Intelijen Negara Daerah (BINDA) Sumsel dan kepolisian.
EC yang merupakan penunggak pajak yang tidak segera melunasi utang pajaknya senilai Rp3,6 miliar ini ditangkap di Kota Medan, Sumatera Utara.
Berdasar pantauan, EC diterbangkan langsung dari Bandara Kualanamu Medan dengan menggunakan Pesawat Garuda Indonesia nomor penerbangan GA 266 dan landing pukul 09.05 WIB di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang.
Nampak, penunggak pajak EC keluar melewati pintu. Kedatangan dikawal tim Kanwil DJP Sumsel Babel dan BINDA Sumsel.
EC yang dikawal dengan ketat langsung masuk masuk mobil kijang Innova yang sudah parkir di ruas kiri jalan. EC yang mengenakan kemeja rapi berwarna ungu muda nampak langsung masuk ke dalam mobil.
Saat diwawancara, EC terlihat terkejut dan enggan menjawab pertanyaan dan hanya memberikan isyarat melalui tangan kirinya tanda menolak diwawancara. Di dalam kendaraan dirinya nampak terdiam hingga kemudian petugas pajak masuk mobil bersiap membawa EC ke Rutan Kelas I Palembang.
Dalam kesempatan tersebut, Kepala Kantor Wilayah DJP Sumsel Babel Samon Jaya membenarkan adanya penyanderan. Dikatakan dia, EC langsung dibawa ke Rutan Kelas I Palembang.
"Upaya penyanderaan dilakukan pada 21 April 2016 di kantor PT PSL Jalan Pemuda, Medan, Sumut oleh juru sita Pajak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Palembang SU I bekerjasama dengan BINDA Sumsel dan Kepolisian RI," ujarnya.
Samon menjelaskan, sebelum dilakukan penyanderaan pihaknya sudah menjalankan prosedur diantaranya dilakukan kegiatan penagihan aktif dan persuatif terus menerus sejak tahun 2013. EC tidak segera melunasi tunggakan pajaknya senilai Rp3.666.616.293.
Sebab itu, Kanwil DJP Sumsel dan Kep Babel pada 22 April 2016 melanjutkan penyanderaan Penunggak Pajak dengan menempatkan di Rutan Klas I Palembang. Dikatakan dia, sesuai UU No.19/1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19/2000, penyanderaan merupakan pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak dengan menempatkan di tempat tertentu.
Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya Rp100 juta dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak dan dilakukan paling lama enam bulan dan dapat diperpanjang untuk selama-lamanya enam bulan.
"Benar, kalau tahun 2016 ini merupakan Tahun Penegakan Hukum. Kami Imbau kepada para wajib pajak melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," tandasnya.
Dijelaskan Samon, kasus yang dialami EC merupakan masalah perdata. Upaya persuasif diakui Samon sudah dilakukan sejak lama agar yang bersangkutan kooperatif.
"Namun sudah final dalam penagihan terakhir hingga dilakukan penyanderaan. Penyanderaan dilakukan selama enam bulan kedepan, jika masih tak dibayar maka diperpanjang penyanderaan enam bulan lagi dan soal hutang pajak tetap berlaku," tukasnya.
Sementara itu, pihaknya sejauh ini sudah mengantongi identitas 26 orang pengemplang pajak yang akan ditelusuri dan ditangani pada tahun ini. Dari 26 orang pengemplang pajak yang berada di bawah pengawasan 13 KPP yang berada di Sumsel-Babel.
"Kita menargetkan setiap KPP menangani dua pengemplang pajak dari 13 KPP yang ada. Untuk nilai tunggakan sendiri masih akan dihitung, tapi sebagian sudah dicekal ke luar negeri. Dalam prosesnya, bagi pengemplang pajak ini tak hanya dicekal namun dapat pula di blokir rekeningnya, hingga disita harta berupa rumah dan kendaraan sesuai aturan yang berlaku," jelasnya.
Sementara itu, Kepala KPP Pratama Palembang, Takari Yoedaniawati menambahkan, pihaknya seminggu ini melakukan identifikasi langsung pengemplang pajak EC dengan berangkat ke Medan. Namun dalam proses pengintaian pengintaian den sebenarnya sudah dilakukan 2-3 bulan sebelumnya.
"Kita lakukan secara persuasif, tahapan penyanderaan sesuai Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-218/PJ/2003. Setelah sebelumnya di tindakan penagihan hingga peninjauan lokasi yang berada dibawah KPP Pratama Palembang Seberang Ulu. Ternyata saat ke lokasi ternyata perusahaan sudah bangkrut sejak 2011 dan tak beroperasi. Dari identifikasi aset yang dimiliki EC diantaranya memiliki rumah mewah, mobil Alphart, Mer CRV, Harier. Diman objek sita berada di Medan. Sementara konsesi luasan lahan perusahaannya 7.000 hektare di sumsel," jelas Takari.
Dia menambahkan, pada proses penyanderaan dengan Surat Tugas yang diberikan, pihaknya mengintai EC dengan pergerakan terbatas dan target operasi dengan mobile yang tinggi.
"Pengamatan sampai 4 hari, awalnya sempat kesulitan karena memang belum yakin dengan keberadaan EC, namun tak mungkin kami pulang dengan tangan kosong. Dengan dibantu berbagai pihak terkait, kita optimistis dengan posisi target operasi, dan kami eksekusi 21 April dan akhirnya dilakukan penyanderaan. Meski sempat menolak untuk dibawa ke Palembang, akhirnya kita berhasil membawa EC," jelasnya.
Berdasarkan informasi, EC akhirnya beritikad akan membayar pajak secara bertahap. Diperkirakan pembayaran pajak dilakukannya sekitar Senin 25 April mendatang.
Terpisah, Kuasa Hukum Penanggung Pajak EC, Cuaca Bangun menuturkan, EC tengah berupaya melunasi utang pajak tersebut. Diakuinya, tengah mencari pinjaman dulu untuk melunasi utang. "Ya lagi cari pinjaman karena kami tak ada uang," imbuhnya.
Cuaca menambahkan pihaknya menilai Kanwil DJP Sumsel Babel telah melanggar UU Nomor 19 tahun 2000 ketika melakukan penyanderaan.
"Selain itu saat pemeriksaan pajak pun seharusnya menggunakan UU Nomor 16 tahun 2009 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan," tukasnya.
EC yang merupakan penunggak pajak yang tidak segera melunasi utang pajaknya senilai Rp3,6 miliar ini ditangkap di Kota Medan, Sumatera Utara.
Berdasar pantauan, EC diterbangkan langsung dari Bandara Kualanamu Medan dengan menggunakan Pesawat Garuda Indonesia nomor penerbangan GA 266 dan landing pukul 09.05 WIB di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang.
Nampak, penunggak pajak EC keluar melewati pintu. Kedatangan dikawal tim Kanwil DJP Sumsel Babel dan BINDA Sumsel.
EC yang dikawal dengan ketat langsung masuk masuk mobil kijang Innova yang sudah parkir di ruas kiri jalan. EC yang mengenakan kemeja rapi berwarna ungu muda nampak langsung masuk ke dalam mobil.
Saat diwawancara, EC terlihat terkejut dan enggan menjawab pertanyaan dan hanya memberikan isyarat melalui tangan kirinya tanda menolak diwawancara. Di dalam kendaraan dirinya nampak terdiam hingga kemudian petugas pajak masuk mobil bersiap membawa EC ke Rutan Kelas I Palembang.
Dalam kesempatan tersebut, Kepala Kantor Wilayah DJP Sumsel Babel Samon Jaya membenarkan adanya penyanderan. Dikatakan dia, EC langsung dibawa ke Rutan Kelas I Palembang.
"Upaya penyanderaan dilakukan pada 21 April 2016 di kantor PT PSL Jalan Pemuda, Medan, Sumut oleh juru sita Pajak Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Palembang SU I bekerjasama dengan BINDA Sumsel dan Kepolisian RI," ujarnya.
Samon menjelaskan, sebelum dilakukan penyanderaan pihaknya sudah menjalankan prosedur diantaranya dilakukan kegiatan penagihan aktif dan persuatif terus menerus sejak tahun 2013. EC tidak segera melunasi tunggakan pajaknya senilai Rp3.666.616.293.
Sebab itu, Kanwil DJP Sumsel dan Kep Babel pada 22 April 2016 melanjutkan penyanderaan Penunggak Pajak dengan menempatkan di Rutan Klas I Palembang. Dikatakan dia, sesuai UU No.19/1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19/2000, penyanderaan merupakan pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak dengan menempatkan di tempat tertentu.
Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya Rp100 juta dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak dan dilakukan paling lama enam bulan dan dapat diperpanjang untuk selama-lamanya enam bulan.
"Benar, kalau tahun 2016 ini merupakan Tahun Penegakan Hukum. Kami Imbau kepada para wajib pajak melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," tandasnya.
Dijelaskan Samon, kasus yang dialami EC merupakan masalah perdata. Upaya persuasif diakui Samon sudah dilakukan sejak lama agar yang bersangkutan kooperatif.
"Namun sudah final dalam penagihan terakhir hingga dilakukan penyanderaan. Penyanderaan dilakukan selama enam bulan kedepan, jika masih tak dibayar maka diperpanjang penyanderaan enam bulan lagi dan soal hutang pajak tetap berlaku," tukasnya.
Sementara itu, pihaknya sejauh ini sudah mengantongi identitas 26 orang pengemplang pajak yang akan ditelusuri dan ditangani pada tahun ini. Dari 26 orang pengemplang pajak yang berada di bawah pengawasan 13 KPP yang berada di Sumsel-Babel.
"Kita menargetkan setiap KPP menangani dua pengemplang pajak dari 13 KPP yang ada. Untuk nilai tunggakan sendiri masih akan dihitung, tapi sebagian sudah dicekal ke luar negeri. Dalam prosesnya, bagi pengemplang pajak ini tak hanya dicekal namun dapat pula di blokir rekeningnya, hingga disita harta berupa rumah dan kendaraan sesuai aturan yang berlaku," jelasnya.
Sementara itu, Kepala KPP Pratama Palembang, Takari Yoedaniawati menambahkan, pihaknya seminggu ini melakukan identifikasi langsung pengemplang pajak EC dengan berangkat ke Medan. Namun dalam proses pengintaian pengintaian den sebenarnya sudah dilakukan 2-3 bulan sebelumnya.
"Kita lakukan secara persuasif, tahapan penyanderaan sesuai Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-218/PJ/2003. Setelah sebelumnya di tindakan penagihan hingga peninjauan lokasi yang berada dibawah KPP Pratama Palembang Seberang Ulu. Ternyata saat ke lokasi ternyata perusahaan sudah bangkrut sejak 2011 dan tak beroperasi. Dari identifikasi aset yang dimiliki EC diantaranya memiliki rumah mewah, mobil Alphart, Mer CRV, Harier. Diman objek sita berada di Medan. Sementara konsesi luasan lahan perusahaannya 7.000 hektare di sumsel," jelas Takari.
Dia menambahkan, pada proses penyanderaan dengan Surat Tugas yang diberikan, pihaknya mengintai EC dengan pergerakan terbatas dan target operasi dengan mobile yang tinggi.
"Pengamatan sampai 4 hari, awalnya sempat kesulitan karena memang belum yakin dengan keberadaan EC, namun tak mungkin kami pulang dengan tangan kosong. Dengan dibantu berbagai pihak terkait, kita optimistis dengan posisi target operasi, dan kami eksekusi 21 April dan akhirnya dilakukan penyanderaan. Meski sempat menolak untuk dibawa ke Palembang, akhirnya kita berhasil membawa EC," jelasnya.
Berdasarkan informasi, EC akhirnya beritikad akan membayar pajak secara bertahap. Diperkirakan pembayaran pajak dilakukannya sekitar Senin 25 April mendatang.
Terpisah, Kuasa Hukum Penanggung Pajak EC, Cuaca Bangun menuturkan, EC tengah berupaya melunasi utang pajak tersebut. Diakuinya, tengah mencari pinjaman dulu untuk melunasi utang. "Ya lagi cari pinjaman karena kami tak ada uang," imbuhnya.
Cuaca menambahkan pihaknya menilai Kanwil DJP Sumsel Babel telah melanggar UU Nomor 19 tahun 2000 ketika melakukan penyanderaan.
"Selain itu saat pemeriksaan pajak pun seharusnya menggunakan UU Nomor 16 tahun 2009 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan," tukasnya.
(sms)