Rentetan Teror yang Menimpa Keluarga Siyono

Rabu, 13 April 2016 - 16:08 WIB
Rentetan Teror yang Menimpa Keluarga Siyono
Rentetan Teror yang Menimpa Keluarga Siyono
A A A
YOGYAKARTA - Kasus meninggalnya terduga teroris Siyono usai ditangkap Densus 88 yang diyakini telah mengabaikan hak asasi manusia terus bergulir.

Tim advokasi dari PP Muhammadiyah bahkan melihat masih saja ada upaya-upaya teror yang diduga dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap keluarga almarhum.

Menurut Dekan Fakultas Hukum UMY Dr Trisno Raharjo, paya-upaya peneroran tersebut tampak jelas dalam keseharian keluarga Siyono. Misalnya saat Propam Polri meminta kesediaan keluarga untuk dijadikan saksi pelanggaran etik anggota Densus 88.

"Ayah Siyono, Bapak Mardiyo kemarin telah dimintai keterangan sebagai saksi. Dan kami menyesalkan adanya pertanyaan-pertanyaan terkait autopsi yang tidak ada hubungannya dengan pelanggaran etik," katanya, Rabu (13/4/2016).

Ditambahkan dia, meminta autopsi kepada keluarga korban merupakan wujud teror bagi keluarga Siyono. Jika penyelidikan Propam Polri terkait pelanggaran etik, harusnya pertanyaan yang diajukan lebih pada proses penangkapan dan penggeledehan.

Upaya-upaya teror lain yang diterima keluarga Siyono ialah berupa barang pemberian. Awalnya, istri Siyono yang sempat diberi uang, dan belum lama ini ada pula bingkisan yang dikirim ke rumah, meski ternyata isinya makanan.

"Rumah keluarga Siyono di Klaten juga sering mendapat kunjungan orang tak dikenal. Bahkan hal tersebut membuat anak-anak almarhum trauma. Bagi kami ini sudah bentuk dari upaya-upaya teror yang membuat keluarga Siyono tidak nyaman," tuturnya.

Trisno mengungkapkan, jika melihat kasus yang menimpa Siyono, sebagai tim advokasi hak asasi manusia, pihaknya jelas menyatakan kejadian tersebut tidak hanya sekedar kasus pelanggaran etik oknum polisi, tapi sudah menjadi tindak pidana.

Trisno pun mempertanyakan status Siyono saat ditangkap, apakah benar masih terduga atau telah ditetapkan tersangka.

"Untuk status Siyono saja pihak kepolisian tidak transparan. Jika statusnya terduga, setahu saya di semua buku hukum belum pernah ada terminologi terduga," ungkapnya.

Sebaliknya, kalau statusnya tersangka, pelanggaran etik yang dilakukan oknum Densus 88 lebih parah lagi, karena seharusnya mengikuti koridor dari hukum acara.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8702 seconds (0.1#10.140)