Lagi, Gajah Sumatera Mati akibat Penyempitan Lahan
A
A
A
PEKANBARU - Kematian gajah Sumatera akibat menyempitnya daerah jelajah sangat memprihatinkan. Hari ini, seekor gajah kembali ditemukan mati di Pinggir, Kabupaten Bengkalis.
Ketua Himpunan Pencinta Alam (Hipam) Duri-Bengkalis Zulhusni Sukri menuturkan, gajah betina yang mati tadi pagi merupakan salah satu kawanan yang bertahan hidup di Suaka Margasatwa (SM) Balai Raja, Bengkalis.
"Karena kondisi Balai Raja hancur akibat dijarah besar-besaran, gajah kehilangan habitatnya. Dari 18 ribu luas areal SM Balai Raja, hanya tersisa 20 hektere saja," kata Husni, saat berbincang dengan wartawan, Rabu (3/2/2016).
Dari pantaun di lapangan, gajah yang mati merupakan kawanan 25 ekor gajah yang masuk di Desa Tasik Serai.
"Dalam sepekan ini memang ada 25 ekor gajah yang masuk di sana. Gajah yang mati ini merupakan satu dari kawanannya. Selama ini puluhan gajah itu bertahan hidup di Desa Tasik Serai, Bengkalis," ungkapnya.
Areal yang menjadi habibat gajah kini sudah menjadi konsesi PT Arara Abadi (Anak perusahaan Sinarmas Grup). Dengan berdirinya perusahaan itu, habibat gajah menjadi semakin sempit.
"Sifat gajah memang seperti itu, dia datang dan pergi ke wilayah yang dimungkinkan dia masih bisa bertahan hidup. Kemanapun gajah itu pergi, suatu saat mereka akan kembali, itu sifat gajah," jelasnya.
Dengan kembalinya 25 puluhan gajah di daerah Pinggir, konflik gajah dengan manusia akan semakin meningkat. Di mana jumlah gajah di sana semakin bertambah.
"Sebelum 25 ekor gajah itu masuk, di Pinggir maupun wilayah Duri, konflik gajah dengan manusia termasuk tinggi. Gajah-gajah lebih suka masuk ke pemukiman, karena sebelumnya areal itu adalah wilayah jelajah mereka," tukasnya.
Pada 2015, gajah mati di Riau berjumlah 10 ekor. Jumlah ini mengalami penuruan dibanding tahun 2014 yang mencapai 24 ekor. Faktor penyebabnya karena perburuan dan konflik.
Ketua Himpunan Pencinta Alam (Hipam) Duri-Bengkalis Zulhusni Sukri menuturkan, gajah betina yang mati tadi pagi merupakan salah satu kawanan yang bertahan hidup di Suaka Margasatwa (SM) Balai Raja, Bengkalis.
"Karena kondisi Balai Raja hancur akibat dijarah besar-besaran, gajah kehilangan habitatnya. Dari 18 ribu luas areal SM Balai Raja, hanya tersisa 20 hektere saja," kata Husni, saat berbincang dengan wartawan, Rabu (3/2/2016).
Dari pantaun di lapangan, gajah yang mati merupakan kawanan 25 ekor gajah yang masuk di Desa Tasik Serai.
"Dalam sepekan ini memang ada 25 ekor gajah yang masuk di sana. Gajah yang mati ini merupakan satu dari kawanannya. Selama ini puluhan gajah itu bertahan hidup di Desa Tasik Serai, Bengkalis," ungkapnya.
Areal yang menjadi habibat gajah kini sudah menjadi konsesi PT Arara Abadi (Anak perusahaan Sinarmas Grup). Dengan berdirinya perusahaan itu, habibat gajah menjadi semakin sempit.
"Sifat gajah memang seperti itu, dia datang dan pergi ke wilayah yang dimungkinkan dia masih bisa bertahan hidup. Kemanapun gajah itu pergi, suatu saat mereka akan kembali, itu sifat gajah," jelasnya.
Dengan kembalinya 25 puluhan gajah di daerah Pinggir, konflik gajah dengan manusia akan semakin meningkat. Di mana jumlah gajah di sana semakin bertambah.
"Sebelum 25 ekor gajah itu masuk, di Pinggir maupun wilayah Duri, konflik gajah dengan manusia termasuk tinggi. Gajah-gajah lebih suka masuk ke pemukiman, karena sebelumnya areal itu adalah wilayah jelajah mereka," tukasnya.
Pada 2015, gajah mati di Riau berjumlah 10 ekor. Jumlah ini mengalami penuruan dibanding tahun 2014 yang mencapai 24 ekor. Faktor penyebabnya karena perburuan dan konflik.
(san)