3 Penderita HIV/AIDS di Pasuruan Meninggal
A
A
A
PASURUAN - Tiga penderita virus HIV/AIDS di Tretes, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan, dilaporkan meninggal dunia dalam kurun waktu enam bulan terakhir. Ketiganya tertular HIV/AIDS melalui Pekerja Seks Komersial (PSK).
Ketua Forum Masyarakat Tretes (FMT) Joko Cahyono mengungkapkan keprihatinannya atas lemahnya pengawasan dan perhatian Pemkab Pasuruan terhadap meluasnya penyakit yang mematikan tersebut.
Tretes yang selama ini dikenal sebagai kawasan prostitusi terselubung, diyakini menjadi sumber penyebaran HIV/AIDS.
"Dari sekitar 300 PSK yang beroperasi di Tretes, lebih dari 100 orang yang terjangkit virus ini. Kami memiliki relawan yang memiliki kepedulian untuk menyelamatkan generasi mendatang dari ancaman HIV/AIDS," katanya, Minggu (31/1/2016).
Menurutnya, potensi penyebaran HIV/AIDS tidak hanya pada laki-laki hidung belang. Namun juga pada anak-anak mereka. Dalam jangka panjang, anak-anak yang memiliki tradisi belajar di lingkungan pondok pesantren (ponpes) juga terkena virus itu.
"Penyebaran virus ini tidak sebatas melalui hubungan seksual. Seorang anak yang terjangkit HIV bisa menularkannya pada santri lain di ponpes. Potensi ini bisa terjadi karena penerimaan santri baru tidak melalui tes kesehatan," tandasnya.
Joko Cahyono yang juga Wakil Ketua DPRD Kabupaten Pasuruan menambahkan, selama ini penertiban PSK di Tretes tidak bisa dilakukan secara optimal. Razia yang dilakukan Satpol PP hanya bisa menyentuh PSK yang bekerja secara mandiri.
Sementara ratusan PSK yang bernaung pada mucikari, justru tidak pernah tersentuh. Selain itu, pengawasan terhadap PSK yang sudah terdeteksi mengidap HIV/AIDS juga tidak dilakukan secara berkelanjutan.
Sehingga para PSK ini berpeluang melakukan balas dendam dengan cara menularkan penyakit tersebut pada orang lain.
"Kasus HIV/AIDS ini lebih berbahaya dari bom bunuh diri teroris. Penanganan HIV yang tidak sistematis ini bisa terus menular pada ibu rumah tangga dan anak-anaknya. Dalam jangka panjang, bisa menyebar pada lingkungan ponpes," jelasnya.
Sementara itu, Sekretaris Komisi IV DPRD Kabupaten Pasuruan Rohani Siswanto menyatakan, ketidak seriusan Pemkab Pasuruan dalam menangani penyebaran HIV/AIDS akan menjadi bom waktu dimasa mendatang.
Revisi Peraturan Daerah (Perda) tahun 2010 tentang Pemberantasan Prostitusi harus segera dilakukan sebagai salah satu upaya menangkalnya. "Revisi perda di antaranya harus mengatur sanksi terhadap pelaku dan penyedia jasa PSK," pungkasnya.
Ketua Forum Masyarakat Tretes (FMT) Joko Cahyono mengungkapkan keprihatinannya atas lemahnya pengawasan dan perhatian Pemkab Pasuruan terhadap meluasnya penyakit yang mematikan tersebut.
Tretes yang selama ini dikenal sebagai kawasan prostitusi terselubung, diyakini menjadi sumber penyebaran HIV/AIDS.
"Dari sekitar 300 PSK yang beroperasi di Tretes, lebih dari 100 orang yang terjangkit virus ini. Kami memiliki relawan yang memiliki kepedulian untuk menyelamatkan generasi mendatang dari ancaman HIV/AIDS," katanya, Minggu (31/1/2016).
Menurutnya, potensi penyebaran HIV/AIDS tidak hanya pada laki-laki hidung belang. Namun juga pada anak-anak mereka. Dalam jangka panjang, anak-anak yang memiliki tradisi belajar di lingkungan pondok pesantren (ponpes) juga terkena virus itu.
"Penyebaran virus ini tidak sebatas melalui hubungan seksual. Seorang anak yang terjangkit HIV bisa menularkannya pada santri lain di ponpes. Potensi ini bisa terjadi karena penerimaan santri baru tidak melalui tes kesehatan," tandasnya.
Joko Cahyono yang juga Wakil Ketua DPRD Kabupaten Pasuruan menambahkan, selama ini penertiban PSK di Tretes tidak bisa dilakukan secara optimal. Razia yang dilakukan Satpol PP hanya bisa menyentuh PSK yang bekerja secara mandiri.
Sementara ratusan PSK yang bernaung pada mucikari, justru tidak pernah tersentuh. Selain itu, pengawasan terhadap PSK yang sudah terdeteksi mengidap HIV/AIDS juga tidak dilakukan secara berkelanjutan.
Sehingga para PSK ini berpeluang melakukan balas dendam dengan cara menularkan penyakit tersebut pada orang lain.
"Kasus HIV/AIDS ini lebih berbahaya dari bom bunuh diri teroris. Penanganan HIV yang tidak sistematis ini bisa terus menular pada ibu rumah tangga dan anak-anaknya. Dalam jangka panjang, bisa menyebar pada lingkungan ponpes," jelasnya.
Sementara itu, Sekretaris Komisi IV DPRD Kabupaten Pasuruan Rohani Siswanto menyatakan, ketidak seriusan Pemkab Pasuruan dalam menangani penyebaran HIV/AIDS akan menjadi bom waktu dimasa mendatang.
Revisi Peraturan Daerah (Perda) tahun 2010 tentang Pemberantasan Prostitusi harus segera dilakukan sebagai salah satu upaya menangkalnya. "Revisi perda di antaranya harus mengatur sanksi terhadap pelaku dan penyedia jasa PSK," pungkasnya.
(san)