Puluhan Pencari Suaka asal Afganistan Lari dari Penampungan
A
A
A
TANJUNGPINANG - Sebanyak 47 orang pengungsi dan pencari suaka asal Afganistan diamankan pihak Polres Tanjungpinang, ketika berusaha meninggalkan Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Pusat Tanjungpinang.
Pengamanan ini dilakukan, saat para imigran itu secara bergerombolan berjalan kaki dari Jalan Ahmad Yani menuju Bandara Raja Haji Fisabillah (RHF) Selasa (26/1/2016) sekitar pukul 11.00 WIB dengan membawa koper masing-masing dengan rencana hendak terbang ke Jakarta.
Di tengah perjalanan, tepatnya di Jalan DI Panjaitan Km.7 tepatnya di depan kantor DPD PDI Perjuangan mereka dikumpulkan oleh pihak kepolisian, untuk berdialog mengenai upaya mereka yang dianggap mampu mengganggu ketertiban wilayah kota Tanjungpinang.
Informasi yang didapat, sebelumnya para imigran tersebut dibiarkan ke luar dari Rudenim pusat Tanjungpinang, karena memaksa hendak keluar dan petugas imagrasi terpaksa membiarkan karena takut terjadi keributan di dalam gedung penampungan itu.
Para pencari Suaka ini sebenarnya sudah mendapat status pengungsi UNHCR (United Natios High Commissioner for Refugees), namun karena tidak mendapatkan kepastian dari pihak Imigrasi terkait kepindahan mereka di negara ketiga, mereka pun nekat menuju Jakarta untuk untuk langsung ke kantor UNHCR yang berada di Jakarta.
Pantauan dilapangan, Kapolres Tanjungpinang AKBP Kristian Siagian dan juga Kepala Rudenim Tanjungpinang Surya Pranata, pun turun langsung dan menemui para deteni.
Kepada para deteni, Kapolres Tanjungpinang AKBP Kristian Siagian meminta para deteni untuk tidak berbuat hal yang dapat mengganggu warga masyarakat Tanjungpinang.
"Ini negara kami, jangan berbuat hal yang tidak baik di sini. Kalau kalian tidak mau dengar, kalian kami borgol," tegas Krist kepada salah satu deteni yang fasih berbahasa Indonesia.
Setelah mendengarkan apa yang disampaikan Kapolres Tanjungpinang, akhirnya para deteni tersebut pun naik ke bus yang disiapkan Polres Tanjungpinang untuk selanjutnya di bawa di Polres Tanjungpinang guna dilakukan dialog bersama, terkait rencana mereka yang dinilai salah prosedur.
Salah satu deteni asal Afganistan, Muhamad Javid (30), mengatakan ia bersama puluhan rekannya yang lain nekad keluar dari Rudenim karena tidak ada kejelasan kapan mereka akan dipindah oleh International Organization Of Migration (IOM).
Karena selama ini mereka hanya dijanjikan saja. Ia bahkan menyampaikan telah menunggu dan tinggal di Rudenim selama 22 bulan, namun tidak ada realisasi atas janji kepindahan mereka.
"Lama-lama kami di sini bisa gila, kami keluar dari Rudenim mau ke Jakarta ke kantor IOM. Janjinya Januari ini kami di pindah semua," ujar Javid saat ditemui di Mapolres Tanjungpinang.
Javid juga menyampikan, kalau Ia bersama deteni-deteni lainnya yang senegara dengannya sudah mendapat status dari UNHCR untuk dipindahkan ke negara suaka tujuan mereka.
"Kami hanya mau kejelasan kapan kami di pindah. Kami di sini tidak bikin kejahatan, kami hanya Imigran. Kami hanya minta hak dan hanya mau ke jakarta, untuk mendapatkan kepastian kepindahan itu," terang Javid.
Tidak hanya itu, Javid juga beralasan, selama di Rudenim mereka kerap dimintai sejumlah uang oleh oknum petugas ketika mereka mendapatkan kiriman uang dari pihak keluarga dari negara asalnya.
Tidak tanggung-tanggung, setiap pengiriman duit yang diterima dari pihak keluarganya, mereka dipatok senilai 200 hingga 300 ribu per orang kepada para oknum petugas Imigrasi yang ada di Rudenim.
"Jika setiap kita menerima kiriman via bank, petuga imigrasi mengantarkan ke ATM, di sanalah, kami setiap orang harus bayar 200 ribu hingga 300 ribu per orang untuk diantar ke ATM, petugasnya ada banyak yang minta," beber Javid.
Terpisah, Kepala Rudenim Tanjungpinang Surya Pranata membantah bahwa deteni yang keluar dari Gedung yang dipimpinnya karena disengaja dilepas oleh petugas, namun menurutnya, mereka keluar begitu saja.
"Mereka pergi begitu saja dari Rudenim, dan bukan sengaja dilepas. Dari pada berantem di dalam. Mereka ini sebenarnya sudah dalam status Refugee (pengungsi), mereka keluar karena menuntut hak mereka. Mereka ini tidak sabar, IOM belum bisa menyediakan tempat karena sekarang terbatas," ujar Surya.
Dilanjutkan Surya, sebenarnya dalam bulan Januari ini. Rencananya para deteni ini mau di pindah kan ke Batam. Namun, karena lokasi yang di Batam tidak memadai jadi di tolak oleh Batam.
"Alasannya lokasi yang di Batam tidak cukup. Beberapa waktu lalu gelombang pertama sudah kami pindahkan 38 orang. Mereka ini masuk di gelombang kedua namun macet. Saat ini IOM sedang mencari tempat untuk mereka," ucap Surya.
Sementara, pengurus IOM yang berkantor di Tanjungpinang, Maryam yang sudah berusaha membujuk dan meyakinkan puluhan deteni tersebut menyerahkan sepenuhnya penanganan Imigran itu ke pihak Kepolisian dan Kepala Rudenim Pusat di Tanjungpinang.
"Dialog sudah dilakukan, saat ini penangannya dilakukan pihak Kepolisian dan pihak Rudenim," ujar Maryam.
Pengamanan ini dilakukan, saat para imigran itu secara bergerombolan berjalan kaki dari Jalan Ahmad Yani menuju Bandara Raja Haji Fisabillah (RHF) Selasa (26/1/2016) sekitar pukul 11.00 WIB dengan membawa koper masing-masing dengan rencana hendak terbang ke Jakarta.
Di tengah perjalanan, tepatnya di Jalan DI Panjaitan Km.7 tepatnya di depan kantor DPD PDI Perjuangan mereka dikumpulkan oleh pihak kepolisian, untuk berdialog mengenai upaya mereka yang dianggap mampu mengganggu ketertiban wilayah kota Tanjungpinang.
Informasi yang didapat, sebelumnya para imigran tersebut dibiarkan ke luar dari Rudenim pusat Tanjungpinang, karena memaksa hendak keluar dan petugas imagrasi terpaksa membiarkan karena takut terjadi keributan di dalam gedung penampungan itu.
Para pencari Suaka ini sebenarnya sudah mendapat status pengungsi UNHCR (United Natios High Commissioner for Refugees), namun karena tidak mendapatkan kepastian dari pihak Imigrasi terkait kepindahan mereka di negara ketiga, mereka pun nekat menuju Jakarta untuk untuk langsung ke kantor UNHCR yang berada di Jakarta.
Pantauan dilapangan, Kapolres Tanjungpinang AKBP Kristian Siagian dan juga Kepala Rudenim Tanjungpinang Surya Pranata, pun turun langsung dan menemui para deteni.
Kepada para deteni, Kapolres Tanjungpinang AKBP Kristian Siagian meminta para deteni untuk tidak berbuat hal yang dapat mengganggu warga masyarakat Tanjungpinang.
"Ini negara kami, jangan berbuat hal yang tidak baik di sini. Kalau kalian tidak mau dengar, kalian kami borgol," tegas Krist kepada salah satu deteni yang fasih berbahasa Indonesia.
Setelah mendengarkan apa yang disampaikan Kapolres Tanjungpinang, akhirnya para deteni tersebut pun naik ke bus yang disiapkan Polres Tanjungpinang untuk selanjutnya di bawa di Polres Tanjungpinang guna dilakukan dialog bersama, terkait rencana mereka yang dinilai salah prosedur.
Salah satu deteni asal Afganistan, Muhamad Javid (30), mengatakan ia bersama puluhan rekannya yang lain nekad keluar dari Rudenim karena tidak ada kejelasan kapan mereka akan dipindah oleh International Organization Of Migration (IOM).
Karena selama ini mereka hanya dijanjikan saja. Ia bahkan menyampaikan telah menunggu dan tinggal di Rudenim selama 22 bulan, namun tidak ada realisasi atas janji kepindahan mereka.
"Lama-lama kami di sini bisa gila, kami keluar dari Rudenim mau ke Jakarta ke kantor IOM. Janjinya Januari ini kami di pindah semua," ujar Javid saat ditemui di Mapolres Tanjungpinang.
Javid juga menyampikan, kalau Ia bersama deteni-deteni lainnya yang senegara dengannya sudah mendapat status dari UNHCR untuk dipindahkan ke negara suaka tujuan mereka.
"Kami hanya mau kejelasan kapan kami di pindah. Kami di sini tidak bikin kejahatan, kami hanya Imigran. Kami hanya minta hak dan hanya mau ke jakarta, untuk mendapatkan kepastian kepindahan itu," terang Javid.
Tidak hanya itu, Javid juga beralasan, selama di Rudenim mereka kerap dimintai sejumlah uang oleh oknum petugas ketika mereka mendapatkan kiriman uang dari pihak keluarga dari negara asalnya.
Tidak tanggung-tanggung, setiap pengiriman duit yang diterima dari pihak keluarganya, mereka dipatok senilai 200 hingga 300 ribu per orang kepada para oknum petugas Imigrasi yang ada di Rudenim.
"Jika setiap kita menerima kiriman via bank, petuga imigrasi mengantarkan ke ATM, di sanalah, kami setiap orang harus bayar 200 ribu hingga 300 ribu per orang untuk diantar ke ATM, petugasnya ada banyak yang minta," beber Javid.
Terpisah, Kepala Rudenim Tanjungpinang Surya Pranata membantah bahwa deteni yang keluar dari Gedung yang dipimpinnya karena disengaja dilepas oleh petugas, namun menurutnya, mereka keluar begitu saja.
"Mereka pergi begitu saja dari Rudenim, dan bukan sengaja dilepas. Dari pada berantem di dalam. Mereka ini sebenarnya sudah dalam status Refugee (pengungsi), mereka keluar karena menuntut hak mereka. Mereka ini tidak sabar, IOM belum bisa menyediakan tempat karena sekarang terbatas," ujar Surya.
Dilanjutkan Surya, sebenarnya dalam bulan Januari ini. Rencananya para deteni ini mau di pindah kan ke Batam. Namun, karena lokasi yang di Batam tidak memadai jadi di tolak oleh Batam.
"Alasannya lokasi yang di Batam tidak cukup. Beberapa waktu lalu gelombang pertama sudah kami pindahkan 38 orang. Mereka ini masuk di gelombang kedua namun macet. Saat ini IOM sedang mencari tempat untuk mereka," ucap Surya.
Sementara, pengurus IOM yang berkantor di Tanjungpinang, Maryam yang sudah berusaha membujuk dan meyakinkan puluhan deteni tersebut menyerahkan sepenuhnya penanganan Imigran itu ke pihak Kepolisian dan Kepala Rudenim Pusat di Tanjungpinang.
"Dialog sudah dilakukan, saat ini penangannya dilakukan pihak Kepolisian dan pihak Rudenim," ujar Maryam.
(nag)