MUI Desak Pemerintah Tindak Pengoplos Daging Babi
A
A
A
BANTUL - Para ulama di Kabupaten Bantul meminta kepada pemerintah untuk bertindak tegas terhadap peredaran daging babi.
Pemerintah harus tegas untuk melindungi umat Islam dari mengkonsumsi daging yang dilarang agama karena dianggap haram ini. Peredaran daging babi ini sangat merugikan umat muslim.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bantul Choliq Syifa ketika ditemui di depan Pasar Bantul menandaskan, warung-warung makan yang kedapatan mencampur daging ayam atau daging sapi dengan daging babi harus ditindak dengan tegas.
Hal tersebut untuk melindungi secara umum umat Islam di wilayah ini. "Pokoknya harus ditindak tegas kalau pemerintah tidak ingin dianggap plin-plan," tandasnya, Selasa (26/1/2016).
Mantan ketua Forum Pemantau Independen (Forpi) Bantul periode 2013-2014 ini menandaskan pemerintah harus melindungi kepentingan yang lebih besar dibanding dengan kepentingan usaha segelintir orang.
Pemerintah harus bersikap tegas apalagi ia mendengar jika pemilik warung yang mengoplos daging sapi atau ayam dengan daging babi ini tidak hanya sekali melakukannya.
Ketua Paguyuban Pengusaha Daging Sapi Segoroyoso, Ilham Jayadi mengatakan, sebenarnya keberadaan daging babi tersebut tidak begitu merugikan para pengusaha daging sapi di DIY.
Hanya saja, yang penting menurut mereka adalah kejujuran para pedagang dan ketegasan pemerintah terkait dengan lalu lintas daging babi ini.
"faktanya di lapangan, yang lari ke Gunungkidul itu banyak. Saya tidak tahu proses pengawasannya seperti apa karena di sana pengoplos daging sapi dan babi itu banyak," tuturnya.
Ilham tidak bersedia berkomentar apakah pemilik warung makanan yang mengoplos daging sapi dengan babi tersebut ditindak, sebab ia tidak mengetahui dasar hukumnya.
Ia justru senang ketika para pemilik warung tersebut secara terang-terangan mengatakan dagangan yang mereka jual mengandung daging babi, karena justru meningkatkan omset pedagang daging sapi.
Selama ini, warga dan pemilik warung juga tidak terlalu mewaspadai kemungkinan kontaminasi daging sapi dengan daging babi tersebut.
Sebab, yang ia tahu selama ini, kandungan daging babi bisa saja terjadi ketika dalam proses penggilingan. Sebab di penggilingan daging secara umum, pemilik penggilingan tidak pernah membedakan daging yang diterima.
"Ada daging sapi diterima, daging ayam juga diterima. Dan daging babi juga demikian, alatnya yang dibuat untuk menggiling juga sama. Apa itu tidak mencampur," pungkasnya.
Pemerintah harus tegas untuk melindungi umat Islam dari mengkonsumsi daging yang dilarang agama karena dianggap haram ini. Peredaran daging babi ini sangat merugikan umat muslim.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bantul Choliq Syifa ketika ditemui di depan Pasar Bantul menandaskan, warung-warung makan yang kedapatan mencampur daging ayam atau daging sapi dengan daging babi harus ditindak dengan tegas.
Hal tersebut untuk melindungi secara umum umat Islam di wilayah ini. "Pokoknya harus ditindak tegas kalau pemerintah tidak ingin dianggap plin-plan," tandasnya, Selasa (26/1/2016).
Mantan ketua Forum Pemantau Independen (Forpi) Bantul periode 2013-2014 ini menandaskan pemerintah harus melindungi kepentingan yang lebih besar dibanding dengan kepentingan usaha segelintir orang.
Pemerintah harus bersikap tegas apalagi ia mendengar jika pemilik warung yang mengoplos daging sapi atau ayam dengan daging babi ini tidak hanya sekali melakukannya.
Ketua Paguyuban Pengusaha Daging Sapi Segoroyoso, Ilham Jayadi mengatakan, sebenarnya keberadaan daging babi tersebut tidak begitu merugikan para pengusaha daging sapi di DIY.
Hanya saja, yang penting menurut mereka adalah kejujuran para pedagang dan ketegasan pemerintah terkait dengan lalu lintas daging babi ini.
"faktanya di lapangan, yang lari ke Gunungkidul itu banyak. Saya tidak tahu proses pengawasannya seperti apa karena di sana pengoplos daging sapi dan babi itu banyak," tuturnya.
Ilham tidak bersedia berkomentar apakah pemilik warung makanan yang mengoplos daging sapi dengan babi tersebut ditindak, sebab ia tidak mengetahui dasar hukumnya.
Ia justru senang ketika para pemilik warung tersebut secara terang-terangan mengatakan dagangan yang mereka jual mengandung daging babi, karena justru meningkatkan omset pedagang daging sapi.
Selama ini, warga dan pemilik warung juga tidak terlalu mewaspadai kemungkinan kontaminasi daging sapi dengan daging babi tersebut.
Sebab, yang ia tahu selama ini, kandungan daging babi bisa saja terjadi ketika dalam proses penggilingan. Sebab di penggilingan daging secara umum, pemilik penggilingan tidak pernah membedakan daging yang diterima.
"Ada daging sapi diterima, daging ayam juga diterima. Dan daging babi juga demikian, alatnya yang dibuat untuk menggiling juga sama. Apa itu tidak mencampur," pungkasnya.
(nag)