Pemulangan Eks Pengikut Gafatar Tindakkan Konyol
A
A
A
SURABAYA - Upaya pemerintah memulangkan sejumlah warga Eks Pengikut Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara) adalah tindakkan konyol. Pasalnya, mereka sudah nyaman di perkampungan Gafatar di Kalimantan Barat.
Pengamat Sosiologi Agama Ahmad Zainul Hamdi mengatakan, selama ini pemerintah belum menjelaskan jika memang Gafatar dianggap sebagai aliran sesat.
Selain itu, dalam hal berkeyakinan pemerintah tidak bisa memberikan intervensi orang per orang.
"Opini yng terbentuk Gafatar adalah aliran sesat. Tapi nggak pernah ada penjelasan dari pemerintah. Sisi ajaran sesatnya harus dibuka," kata pria yang akrab disapa Inung, Kamis (21/1/2016).
Menurut pria yang baru saja meraih gelar doktor Sosiologi Agama di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya ini, keyakinan seseorang tidak bisa dipaksakan bahkan negara sekalipun.
Ia juga menyayangkan dengan sikap negara yang cenderung memberikan pembiaran ketika terjadi pembakaran kampung Gafatar di Km 12 Moton Asam, Desa Antibar, Kecamatan Mempawah Timur, Kalimantan Barat.
Selama ini, kata Inung, orang-orang eks Gafatar tidaak melakukan perbuatan-perbuatan yang melawan hukum. Justru upaya pemerintah dengan memulangkan paksa Eks Gafatar ke kampung halaman akan menambah masalah baru.
"Saya kira orang-orang yang dicap sebagai pengikut Gafatar sudah dewasa. Bisa dibuktikan tidak apakah orang-orang ini menculik orang, menyerobot tanah orang. Saya malah melihat mereka adalah korban dari penggiringan opini selama ini," kata Inung.
Inung mengatakan, negara seharusnya mengambil tindakkn ketika kasus pembakaran perkampungan itu bukan malah terkesan membiarkan.
Toh, para eks Gafatar ini merasa nyaman bisa hidup diperkampungan tersebut. Mereka bisa bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.
"Misalnya, aku berpindah ke Sumatera. Di situ aku merasan nyaman. Tapi tiba-tiba dipaksa untuk kembali ke kampung halaman oleh negera. Apa ini tidak konyol. Orang berpindah tempat ke tempat lain boleh saja asal tidak melawan hukum," pungkas Inung.
Pengamat Sosiologi Agama Ahmad Zainul Hamdi mengatakan, selama ini pemerintah belum menjelaskan jika memang Gafatar dianggap sebagai aliran sesat.
Selain itu, dalam hal berkeyakinan pemerintah tidak bisa memberikan intervensi orang per orang.
"Opini yng terbentuk Gafatar adalah aliran sesat. Tapi nggak pernah ada penjelasan dari pemerintah. Sisi ajaran sesatnya harus dibuka," kata pria yang akrab disapa Inung, Kamis (21/1/2016).
Menurut pria yang baru saja meraih gelar doktor Sosiologi Agama di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya ini, keyakinan seseorang tidak bisa dipaksakan bahkan negara sekalipun.
Ia juga menyayangkan dengan sikap negara yang cenderung memberikan pembiaran ketika terjadi pembakaran kampung Gafatar di Km 12 Moton Asam, Desa Antibar, Kecamatan Mempawah Timur, Kalimantan Barat.
Selama ini, kata Inung, orang-orang eks Gafatar tidaak melakukan perbuatan-perbuatan yang melawan hukum. Justru upaya pemerintah dengan memulangkan paksa Eks Gafatar ke kampung halaman akan menambah masalah baru.
"Saya kira orang-orang yang dicap sebagai pengikut Gafatar sudah dewasa. Bisa dibuktikan tidak apakah orang-orang ini menculik orang, menyerobot tanah orang. Saya malah melihat mereka adalah korban dari penggiringan opini selama ini," kata Inung.
Inung mengatakan, negara seharusnya mengambil tindakkn ketika kasus pembakaran perkampungan itu bukan malah terkesan membiarkan.
Toh, para eks Gafatar ini merasa nyaman bisa hidup diperkampungan tersebut. Mereka bisa bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan ekonomi.
"Misalnya, aku berpindah ke Sumatera. Di situ aku merasan nyaman. Tapi tiba-tiba dipaksa untuk kembali ke kampung halaman oleh negera. Apa ini tidak konyol. Orang berpindah tempat ke tempat lain boleh saja asal tidak melawan hukum," pungkas Inung.
(nag)