50 Tahun Tritura di Bukittinggi, Mengenang Tewasnya Ahmad Karim

Senin, 11 Januari 2016 - 04:18 WIB
50 Tahun Tritura di...
50 Tahun Tritura di Bukittinggi, Mengenang Tewasnya Ahmad Karim
A A A
BUKITTINGGI - LIMA PULUH tahun lalu, tepatnya 10 Januari 1966, terjadi aksi besar pelajar dan mahasiswa. Aksi kaum terpelajar Indonesia ini mengusung tiga tuntutan rakyat yang dikenal dengan Tritura.

Dalam aksi itu, seorang orang pelajar Ahmad Karim yang saat itu duduk di Kelas Dua STMN Bukittinggi tewas ditembak tentara. Untuk mengenang peristiwa itu, para aktivis Angkatan 66 menggelar seremonial renungan 50 tahun Tri Tura.

Dalam aksinya, Angkatan 66 ingin mengajak masyarakat Indonesia untuk menatap ke depan membangun bangsa, serta tidak mempersoalkan masa lalu yang sudah menjadi bagian dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

Mantan Ketua Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (Kappi) Makmur Hendrik mengatakan, sedikitnya ada dua hal yang perlu direnungkan bersama para pemuda dewasa kini.



"Yaitu peran sentral generasi muda untuk melakukan transformasi fundamental dalam menyelamatkan kehidupan bangsa, serta peran sentral generasi muda dalam membangun bangsa," katanya, kepada wartawan, Minggu (10/1/2015).

Dia melanjutkan, dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, peran pemuda dan mahasiswa sangat besar. Terutama dalam aksi Tritura yang mewarnai pergantian rezim Orde Lama Soekarno ke Orde Baru Soeharto.

Saat itu, pelajar dan mahasiswa berperan aktif dalam membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI). Mereka melakukan aksi demonstrasi besar-besaran mendesak pemerintah segera mengambil tindakan.

"Keadaan negara saat itu sangat parah, baik dari segi ekonomi maupun politik. Ekonomi kita berada pada titik nol, inflasi 650%, rakyat tidak bisa membeli beras, tidak bisa beli minyak, itulah yang diperjuangkan oleh Angkatan 66," paparnya.



Selain mendapat dukungan penuh tentara Orde Baru Soeharto, aksi pelajar dan mahasiswa saat itu juga mendapatkan dukungan luas masyarakat. Hal ini tampak dalam setiap aksi mahasiswa warga menyambut antusias.

"Saat aksi itu, hampir di seluruh rumah di depan diletakkan nasi, kue, pisang dan lain-lain untuk para pendemo. Malah ada yang secara diam-diam mengantarkan ke markas. Ini bentuk simpati masyarakat," ungkapnya.

Ketua Angkatan 66 yang juga mantan Laskar Ampera Arief Rahman Hakim Sumatera Barat Mochtar Kahar menyambung, di antara banyaknya korban Ampera di Indonesia, hanya Ahmad Karim yang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.

"Dia dikuburkan di TMP Kusuma Bhakti Gulai Bancah Bukittinggi yang lokasinya hanya sekitar 50 meter dari monumen Angkatan 66," jelasnya.



Ahmad Karim ditetapkan sebagai pahlawan Ampera berdasarkan Tap MPRS 1966. Achmad Karim yang waktu itu masih duduk di Kelas Dua STMN Bukittinggi (kini SMKN 1 Bukittinggi) tewas ditembak saat melakukan unjuk rasa pada 14 September 1966.

Seperti diketahui, pada 10 Januari 1966, rumusan Ampera yang disimpulkan dalam Tritura dideklarasikan dengan isi tiga tuntutan, diantaranya bubarkan PKI, turunkan harga, serta rombak kabinet Dwikora dan retool kabinet 100 menteri.

Sementara itu, kegiatan renungan 50 tahun Tritura ini diakhiri dengan doa bersama serta tabur bunga di makam Ahmad Karim, di TMP Kusuma Bhakti Gulai Bancah Bukittinggi.

Para aktivis Angkatan 66 berharap, para pemuda saat ini dapat melanjutkan perjuangan untuk kesejahteraan rakyat. Sementara kepada Pemerintah Kota Bukittinggi, para aktivis mengusulkan taman di sekitar monumen Angkatan 66 diberi nama Taman Tritura.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0706 seconds (0.1#10.140)