Derita Atresia Bilier, Bayi Asal Sragen Butuh Uluran Tangan

Kamis, 07 Januari 2016 - 20:44 WIB
Derita Atresia Bilier, Bayi Asal Sragen Butuh Uluran Tangan
Derita Atresia Bilier, Bayi Asal Sragen Butuh Uluran Tangan
A A A
SRAGEN - Masih ingat dengan bayi bernama Bilqis Anindya Passa yang sempat menghebohkan Tanah Air lima tahun lalu? Bayi malang itu mengidap penyakit langka bernama atresia bilier atau kegagalan fungsi saluran empedu.

Satu-satunya cara untuk menyelamatkan nyawanya adalah dengan operasi cangkok hati dengan taksiran biaya lebih dari Rp1 miliar.

Untuk mengumpulkan dana sebanyak itu, kedua orangtuanya membuat gerakan di media sosial berupa Koin Cinta Bilqis. Meski koin yang terkumpul bisa mencapai Rp1 miliar, Bilqis lebih dahulu berpulang ke pangkuan ilahi sebelum menjalani operasi cangkok hati.

Kini, di Kecamatan Kalijambe, Sragen, Jawa Tengah, lahir seorang bayi yang mengidap penyakit serupa dengan mendiang Bilqis. Bayi itu bernama Ufairah Mumtazah.

Bayi yang lahir pada 3 September lalu itu merupakan anak pertama dari pasangan Ihsan Arifudin (30) dan Dyah Fajar Indriyani (27), warga RT 011/RW 002 Dusun Dugan, Desa Trobayan, Kalijambe, Sragen, Jawa Tengah.

Sebenarnya, Ufairah lahir normal dengan berat 2,9 kg. Saat usianya menginjak tiga hari, orangtua bayi ini baru menyadari ada sesuatu yang ganjil. Feses anaknya berwarna putih, air kencingnya berwarna kuning keruh. Pada bagian putih matanya berwarna kuning.

Kegagalan fungsi saluran empedu itu membuat Ufairah tidak bisa mencerna asupan ASI.

Pertumbuhan Ufairah terbilang lambat. Meski sudah berusia empat bulan, berat badannya baru mencapai 4 kg.

Dengan bermodal kartu BPJS Kesehatan, Ufairah dibawa ke RS PKU Muhammadiyah. Bayi malang itu menjalani perawatan selama dua pekan sejak 26 Oktober hingga 9 November 2015.

Saat itu, dokter yang menanganinya mendiagnosa Ufairah mengalami penyumbatan pada saluran empedu. Tim dokter menyarankan supaya Ufairah menjalani operasi di RSUD dr Moewardi untuk membuatkan saluran empedu yang menghubungkan hati dengan usus.

Pada 11 November, operasi bedah digelar tim dokter di RSUD dr. Moewardi. Namun, tim dokter tidak bisa melanjutkan operasi karena antara hati dan usus tidak ditemukan saluran.

Menurut sang ibu, Dyah Fajar Indriyani, dokter mengatakan operasi itu tidak bisa dipaksakan karena bisa berdampak lebih buruk.

Tim dokter mendiagnosa Ufairah mengidap penyakit atresia bilier. Tim dokter sudah memberi surat rujukan kepada RS dr Sardjito Yogyakarta untuk penanganan operasi transplantasi hati.

Penyakit tersebut sama dengan yang diidap Bilqis. Penyakit ini hanya dialami 1:10.000 hingga 15.000 bayi yang dilahirkan di muka bumi.

Sepanjang 2015, ada 50 bayi penderita atresia bilier yang meninggal dunia. Hal itu diketahui Arif, ayah Ufairah, setelah dirinya bergabung dengan sesama orangtua yang memiliki buah hati penderita atresia bilier.

Satu-satunya cara untuk menyelamatkan nyawa Ufairah adalah dengan operasi cangkok hati.

Kedua orangtua Ufairah sudah bersedia menyumbangkan hatinya demi menyelamatkan buah hati mereka. Namun, operasi itu baru bisa dilakukan setelah Ufairah memiliki berat badan minimal 9 kg atau ketika usianya sudah menginjak satu tahun.

Untuk menaikkan berat badan Ufairah terbilang sulit. Sebab, bayi mungil itu tidak bisa mencerna ASI dengan maksimal.

Dokter menyarankan perlunya susu formula yang khusus dibuat untuk mendongkrak berat badan bayi yang disalurkan melalui selang.

Pada 16-18 Desember 2015, Ufairah dirujuk ke RS dr Sardjito. Karena kondisi tubuhnya stabil, Ufairah masih bisa dirawat di rumah namun setiap dua pekan sekali kondisi kesehatannya harus dikontrol di rumah sakit.

Kendala lain yang dihadapi adalah biaya operasi cangkok hati yang ditaksir mencapai lebih dari Rp1 miliar.

Sebagai seorang karyawan swasta, Arif kebingungan untuk mendapatkan dana sebesar itu. Arif sudah mencari informasi bahwa BPJS hanya bisa meng-cover biaya pengobatan dengan nilai yang tidak lebih dari Rp250 juta.

Kedua orangtua Ufairah membutuhkan uluran tangan dari para dermawan atau pemerintah daerah dan juga pemerintah pusat untuk biaya pengobatan buah hatinya.

Saat ini, Arif mengaku masih kebingungan mencari biaya operasi cangkok hati. Namun, Arif dan Dyah sama-sama berkomitmen untuk tidak menyerah.

Segala cara akan mereka tempuh untuk melihat anaknya tumbuh dengan sehat.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6452 seconds (0.1#10.140)