Batu Kabuyutan Dikembalikan ke Tempat Asalnya
A
A
A
PANGANDARAN - Jenis batu akik kabuyutan yang diyakini merupakan salah satu batu bersejarah oleh para kasepuhan di Kabupaten Pangandaran akhirnya dikembalikan ke tempat asalnya.
Dimana lokasi asal batu tersebut yakni di Gang Siluman Sumur Bandung tepatnya di dekat makam Eyang Jatiwangi di Dusun Binangun, Desa Kondangjajar, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran.
Salah satu kasepuhan asal Kecamatan Cijulang Abah Kundil mengatakan, pengembalian batu kabuyutan tersebut berdasarkan hasil pageumpungan atau musyawarah para kasepuhan se Kabupaten Pangandaran yang digelar Jumat keliwon pukul 20.00 WIB.
"Hasil pageumpungan seluruh kasepuhan sepakat batu kabuyutan yang saat ini berada di komplek Bandara Udara Nusawiru untuk dikembalikan pada tempat asalnya," kata Abah Kundil.
Karena batu tersebut merupakan salah satu simbol sejarah warga Dusun Binangun dan ciri kajayaan warga Cijulang sejak jaman Hindu-Budha.
"Batu kabuyutan pertama kali ditemukan oleh eyang ajasana pada tahun 1970 dan sempat menghilang, setelah puluhan tahun menghilang kembali ditemukan pada tahun 1990 oleh Abah Asnawi ditempat yang berbeda yaitu di komplek Bandara Udara Nusawiru," tambah Abah.
Namun karena beberapa bulan terakhir banyak kolektor dari berbagai daerah bahkan dari Jakarta yang ingin melihat batu tersebut dan berujung pada tawar menawar harga hingga ada yang berani membayar Rp10 miliar, maka para kasepuhan merasa khawatir bila batu kabuyutan tersebut dijual belikan.
"Bila salah satu ciri budaya dan kajayaan orang Cijulang telah dijual belikan maka kami tidak lagi memiliki kebanggaan sejarah, untuk itu para kasepuhan sepakat mempertahankan batu kabuyutan sebagai simbol warga Cijulang," jelas Abah Kundil.
Sementara tokoh masyarakat Cijulang Erik Krisna Yudha Astawijaya Saputra mengatakan, setelahnya dikembalikan ketempat asal, rencananya batu tersebut akan diresmikan menjadi salah satu prasasti objek wisata edukasi bagi para pelajar dan mahasiswa.
"Sejarah batu kabuyutan ini ada dalam salah satu buku buhun kasundaan yang menurut beberapa orang tua dulu bahwa buku itu kini keberadaannya ada di Negara Belanda," kata Erik.
Masih dikatakan Erik, saat keberadaan batu kabuyutan di komplek Bandara Udara Nusawiru beberapa turis asing sering didapati melakukan penelitian tentang batu tersebut.
"Namun kami pun tidak mengetahui apa hasil penelitian yang mereka telah lakukan, hanya beberapa bulan terakhir ini banyak kolektor batu yang berani menawar dengan harga tinggi," tambah Erik.
Erik menjelaskan, saat ritual proses perpindahan batu kabuyutan yang memiliki berat 20 kilo gram tersebut terasa aura mistik dan suasana berbeda dari biasanya.
Hembusan angin besar dan dentuman suara beberapa kali terjadi sebagai salah satu tanda ada amanah leluhur yang berada di alam goib kepada para kasepuhan.
"Bahkan saat melakukan ritual do’a, beberapa kasepuhan terlihat sedang melakukan komunikasi aktif dengan mahluk goib yang memberikan amanah untuk selalu menjaga dan melestarikan keberadaan batu kabuyutan tersebut," pungkasnya.
Dimana lokasi asal batu tersebut yakni di Gang Siluman Sumur Bandung tepatnya di dekat makam Eyang Jatiwangi di Dusun Binangun, Desa Kondangjajar, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran.
Salah satu kasepuhan asal Kecamatan Cijulang Abah Kundil mengatakan, pengembalian batu kabuyutan tersebut berdasarkan hasil pageumpungan atau musyawarah para kasepuhan se Kabupaten Pangandaran yang digelar Jumat keliwon pukul 20.00 WIB.
"Hasil pageumpungan seluruh kasepuhan sepakat batu kabuyutan yang saat ini berada di komplek Bandara Udara Nusawiru untuk dikembalikan pada tempat asalnya," kata Abah Kundil.
Karena batu tersebut merupakan salah satu simbol sejarah warga Dusun Binangun dan ciri kajayaan warga Cijulang sejak jaman Hindu-Budha.
"Batu kabuyutan pertama kali ditemukan oleh eyang ajasana pada tahun 1970 dan sempat menghilang, setelah puluhan tahun menghilang kembali ditemukan pada tahun 1990 oleh Abah Asnawi ditempat yang berbeda yaitu di komplek Bandara Udara Nusawiru," tambah Abah.
Namun karena beberapa bulan terakhir banyak kolektor dari berbagai daerah bahkan dari Jakarta yang ingin melihat batu tersebut dan berujung pada tawar menawar harga hingga ada yang berani membayar Rp10 miliar, maka para kasepuhan merasa khawatir bila batu kabuyutan tersebut dijual belikan.
"Bila salah satu ciri budaya dan kajayaan orang Cijulang telah dijual belikan maka kami tidak lagi memiliki kebanggaan sejarah, untuk itu para kasepuhan sepakat mempertahankan batu kabuyutan sebagai simbol warga Cijulang," jelas Abah Kundil.
Sementara tokoh masyarakat Cijulang Erik Krisna Yudha Astawijaya Saputra mengatakan, setelahnya dikembalikan ketempat asal, rencananya batu tersebut akan diresmikan menjadi salah satu prasasti objek wisata edukasi bagi para pelajar dan mahasiswa.
"Sejarah batu kabuyutan ini ada dalam salah satu buku buhun kasundaan yang menurut beberapa orang tua dulu bahwa buku itu kini keberadaannya ada di Negara Belanda," kata Erik.
Masih dikatakan Erik, saat keberadaan batu kabuyutan di komplek Bandara Udara Nusawiru beberapa turis asing sering didapati melakukan penelitian tentang batu tersebut.
"Namun kami pun tidak mengetahui apa hasil penelitian yang mereka telah lakukan, hanya beberapa bulan terakhir ini banyak kolektor batu yang berani menawar dengan harga tinggi," tambah Erik.
Erik menjelaskan, saat ritual proses perpindahan batu kabuyutan yang memiliki berat 20 kilo gram tersebut terasa aura mistik dan suasana berbeda dari biasanya.
Hembusan angin besar dan dentuman suara beberapa kali terjadi sebagai salah satu tanda ada amanah leluhur yang berada di alam goib kepada para kasepuhan.
"Bahkan saat melakukan ritual do’a, beberapa kasepuhan terlihat sedang melakukan komunikasi aktif dengan mahluk goib yang memberikan amanah untuk selalu menjaga dan melestarikan keberadaan batu kabuyutan tersebut," pungkasnya.
(nag)