EWS Longsor Selamatkan 100 KK di Aceh Besar
A
A
A
JAKARTA - Sebanyak 100 Kepala Keluarga (KK) di Aceh Besar, Aceh, selamat dari bencana longsor di daerah tersebut. Hal ini tidak terlepas dari alat sistem peringatan dini atau Early Warning System (EWS) di daerah tersebut.
Menurut Kapusdatin Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, hujan deras yang mengguyur Aceh Besar telah menyebabkan longsor dan banjir bandang di Desa Neuhun, Kecamatan Masjid Raya, pada Sabtu (28/11/2015) pukul 19.30 WIB.
Daerah ini merupakan tempat relokasi korban tsunami 2004. Kondisinya merupakan lahan bekas bukit yang dipotong untuk dijadikan permukiman. Kondisi lingkungan kurang memadai karena banyak drainase yang tertutup menyebabkan timbulnya genangan. Kondisi tersebut diperburuk karena ada aktivitas penambangan di bagian atas permukiman.
Sejak awal, daerah ini sudah diketahui memiliki risiko tinggi longsor. Karena itu, BNPB dan BPBD Aceh Besar bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) memasang EWS (Early Warning System) atau Sistem Peringatan Dini Longsor pada tahun 2015.
Pada saat kejadian, kebetulan Tim dari UGM beserta BPBD sedang menyiapkan kegiatan tahap akhir dari pemasangan EWS yaitu berupa persiapan pelaksanaan geladi evakuasi mandiri.
EWS yang terpasang bekerja dengan baik. Lima jam sebelum kejadian longsor dan banjir bandang yaitu pukul 12.05 dan 14.15 WIB, sirine telah berbunyi saat hujan deras turun sehingga warga yang sedianya akan berlatih evakuasi dialihkan menjadi evakuasi yang sebenarnya.
"Kondisi ini menyebabkan 100 KK, yaitu 40 KK di bagian atas yang berisiko tinggi dan 60 KK di bagian bawah dapat melakukan evakuasi sebelum bencana. Longsoran sedimen dari banjir bandang masuk ke dalam 10 rumah dari 40 rumah yang terancam," jelas Sutopo dalam rilisnya, Minggu (29/11/2015).
Sutopo menambahkan, kondisi saat ini pada tebing masih tersisa batu-batu yang besar ukuran 3 mx3 m yang siap meluncur dan dapat berisiko merusak lebih banyak rumah lagi. Karena itu, yang perlu dilakukan adalah warga yang terancam tetap ditampung di tempat yang aman dan disediakan kebutuhan dasar.
"Material yang siap meluncur agar diamankan. Penambangan galian C di perbukitan dengan menggunakan alat berat agar dievaluasi kembali," pungkas Sutopo.
Menurut Kapusdatin Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, hujan deras yang mengguyur Aceh Besar telah menyebabkan longsor dan banjir bandang di Desa Neuhun, Kecamatan Masjid Raya, pada Sabtu (28/11/2015) pukul 19.30 WIB.
Daerah ini merupakan tempat relokasi korban tsunami 2004. Kondisinya merupakan lahan bekas bukit yang dipotong untuk dijadikan permukiman. Kondisi lingkungan kurang memadai karena banyak drainase yang tertutup menyebabkan timbulnya genangan. Kondisi tersebut diperburuk karena ada aktivitas penambangan di bagian atas permukiman.
Sejak awal, daerah ini sudah diketahui memiliki risiko tinggi longsor. Karena itu, BNPB dan BPBD Aceh Besar bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) memasang EWS (Early Warning System) atau Sistem Peringatan Dini Longsor pada tahun 2015.
Pada saat kejadian, kebetulan Tim dari UGM beserta BPBD sedang menyiapkan kegiatan tahap akhir dari pemasangan EWS yaitu berupa persiapan pelaksanaan geladi evakuasi mandiri.
EWS yang terpasang bekerja dengan baik. Lima jam sebelum kejadian longsor dan banjir bandang yaitu pukul 12.05 dan 14.15 WIB, sirine telah berbunyi saat hujan deras turun sehingga warga yang sedianya akan berlatih evakuasi dialihkan menjadi evakuasi yang sebenarnya.
"Kondisi ini menyebabkan 100 KK, yaitu 40 KK di bagian atas yang berisiko tinggi dan 60 KK di bagian bawah dapat melakukan evakuasi sebelum bencana. Longsoran sedimen dari banjir bandang masuk ke dalam 10 rumah dari 40 rumah yang terancam," jelas Sutopo dalam rilisnya, Minggu (29/11/2015).
Sutopo menambahkan, kondisi saat ini pada tebing masih tersisa batu-batu yang besar ukuran 3 mx3 m yang siap meluncur dan dapat berisiko merusak lebih banyak rumah lagi. Karena itu, yang perlu dilakukan adalah warga yang terancam tetap ditampung di tempat yang aman dan disediakan kebutuhan dasar.
"Material yang siap meluncur agar diamankan. Penambangan galian C di perbukitan dengan menggunakan alat berat agar dievaluasi kembali," pungkas Sutopo.
(zik)