Sidang Perceraian Massal di Majalengka Diikuti 15 Pasutri
A
A
A
MAJALENGKA - Sebanyak 15 pasangan suami-istri (pasutri) di Kabupaten Majalengka menjalani sidang perceraian massal, di Kecamatan Jatitujuh. Program ini difasilitasi Kantor Pengadilan Agama Majalengka untuk memberikan kemudahan perceraian.
Petugas Kantor Pengadilan Agama (PA) Majalengka Nuzuleh mengatakan, program baru tersebut baru pertama kali dilaksanakan di Majalengka. Dengan adanya program ini, warga yang ingin bercerai tidak perlu jauh-jauh datang ke kantor PA.
"Kalau yang sudah dilaksanakan kemarin di Jatitujuh, untuk Kecamatan Ligung, Jatitujuh, dan Kertajati masuk radius III. Biaya perceraian harus menyerahkan uang muka sebesar Rp600 ribu," katanya, Minggu (22/11/2015).
Pagu biaya anggaran itu, kata dia, bisa berkurang atau lebih tergantung situasi dan kondisnya. "Ya, kalau kurang yang bersangkutan bisa menambah, tapi sebaliknya kalau lebih bisa mengambil sisa uangnya di kantor PA," tukasnya.
Ditambahkan dia, dalam pelaksanaan sidang perceraian kemarin, ada yang disertai kedua belah pihak dalam hal ini tergugat ataupun penggugat. Akan tetapi kebanyakan hanya diikuti istrinya, sementara suaminya tidak ikut dengan berbagai alasan.
"Kebanyakan dalam sidang perceraian itu mereka nampak biasa-biasa saja, jarang ada raut penyesalan," kata dia.
Iis, warga Desa Lojikobong, Kecamatan Ligung, peserta sidang yang menggugat cerai mengaku saat sidang berlangsung datang dengan dua orang saksi yang akan menguatkan dirinya menggugat cerai agar dikabulkan pihak PA.
"Jujur saja saya tadi kecewa. Kirain sidang di kantor kecamatan itu bakal langsung divonis majelis hakim agar tidak lagi pulang pergi dan memakan biaya lain. Tapi faktanya ada sidang lanjutan ke Kantor PA Majalengka," ungkapnya.
Dia mengkritisi tentang tujuan pelaksanaan sidang di kantor kecamatan yang menurutnya mempermudah pelayanan, tapi masih ada lanjutannya.
"Kalau saya mantap ingin berpisah dengan suami saya. Justru saya berharap agar ketika sidang dialihkan di kecamatan itu ada keputusan vonis majalis hakim, ini kan belum," kesalnya.
Peserta lainnya Sati, warga Desa Ampel, Kecamatan Ligung, Kabupaten Majalengka. Dia mengaku selama lima bulan menikah hanya satu bulan hidup bersama.
Setelah itu, suaminya menelantarkan dia dan tidak pernah memberikan nafkah lahir dan batin. Atas alasan itulah dirinya menggugat cerai suaminya. "Karena suami saya tidak bertanggungjawab, saya memutuskan menceraikan dia," jelasnya.
Ditambahkan dia, dalam menjalani sidang tersebut rata-rata biaya penyelenggaraan sidang menghabiskan anggaran Rp1,5 juta. Dana sebesar itu diperuntukan setor ke kantor PA sebesar Rp750 ribu, sisanya ongkos pendaftaran lebe, dan lain-lain.
"Berapapun biayanya tidak masalah asalkan jelas peruntukannya, dan saya segera ada keputusan pengadilan agama," pungkasnya.
Petugas Kantor Pengadilan Agama (PA) Majalengka Nuzuleh mengatakan, program baru tersebut baru pertama kali dilaksanakan di Majalengka. Dengan adanya program ini, warga yang ingin bercerai tidak perlu jauh-jauh datang ke kantor PA.
"Kalau yang sudah dilaksanakan kemarin di Jatitujuh, untuk Kecamatan Ligung, Jatitujuh, dan Kertajati masuk radius III. Biaya perceraian harus menyerahkan uang muka sebesar Rp600 ribu," katanya, Minggu (22/11/2015).
Pagu biaya anggaran itu, kata dia, bisa berkurang atau lebih tergantung situasi dan kondisnya. "Ya, kalau kurang yang bersangkutan bisa menambah, tapi sebaliknya kalau lebih bisa mengambil sisa uangnya di kantor PA," tukasnya.
Ditambahkan dia, dalam pelaksanaan sidang perceraian kemarin, ada yang disertai kedua belah pihak dalam hal ini tergugat ataupun penggugat. Akan tetapi kebanyakan hanya diikuti istrinya, sementara suaminya tidak ikut dengan berbagai alasan.
"Kebanyakan dalam sidang perceraian itu mereka nampak biasa-biasa saja, jarang ada raut penyesalan," kata dia.
Iis, warga Desa Lojikobong, Kecamatan Ligung, peserta sidang yang menggugat cerai mengaku saat sidang berlangsung datang dengan dua orang saksi yang akan menguatkan dirinya menggugat cerai agar dikabulkan pihak PA.
"Jujur saja saya tadi kecewa. Kirain sidang di kantor kecamatan itu bakal langsung divonis majelis hakim agar tidak lagi pulang pergi dan memakan biaya lain. Tapi faktanya ada sidang lanjutan ke Kantor PA Majalengka," ungkapnya.
Dia mengkritisi tentang tujuan pelaksanaan sidang di kantor kecamatan yang menurutnya mempermudah pelayanan, tapi masih ada lanjutannya.
"Kalau saya mantap ingin berpisah dengan suami saya. Justru saya berharap agar ketika sidang dialihkan di kecamatan itu ada keputusan vonis majalis hakim, ini kan belum," kesalnya.
Peserta lainnya Sati, warga Desa Ampel, Kecamatan Ligung, Kabupaten Majalengka. Dia mengaku selama lima bulan menikah hanya satu bulan hidup bersama.
Setelah itu, suaminya menelantarkan dia dan tidak pernah memberikan nafkah lahir dan batin. Atas alasan itulah dirinya menggugat cerai suaminya. "Karena suami saya tidak bertanggungjawab, saya memutuskan menceraikan dia," jelasnya.
Ditambahkan dia, dalam menjalani sidang tersebut rata-rata biaya penyelenggaraan sidang menghabiskan anggaran Rp1,5 juta. Dana sebesar itu diperuntukan setor ke kantor PA sebesar Rp750 ribu, sisanya ongkos pendaftaran lebe, dan lain-lain.
"Berapapun biayanya tidak masalah asalkan jelas peruntukannya, dan saya segera ada keputusan pengadilan agama," pungkasnya.
(san)