Reruntuhan Candi Palgading Jadi Wisata Edukasi Pelajar
A
A
A
SLEMAN - Candi Palgading di Dusun Palgading, Desa Sinduharjo, Kecamatan Ngaglik, Sleman memang masih berupa reruntuhan batu yang belum tertata.
Meski begitu tak menyurutkan minat warga setempat untuk menjadikan candi tersebut sebagai salah satu wisata edukasi.
Terutama bagi anak-anak yang masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK). Seperti yang dilakukan pada Sabtu 14 November 2015 pagi.
Puluhan anak TK Kartika, Krapyak, Wedomartani, Ngemplak yang jaraknya tak jauh dari lokasi candi tersebut, terlihat asyik menikmati bebatuan Candi Palgading.
Dibantu oleh beberapa gurunya, memberikan edukasi mengenai kehebatan nenek moyang yang mampu membangun candi.
"Sudah menjadi agenda rutin. Setiap tahun selalu berkunjung ke sini (Palgading). Untuk menanamkan rasa syukur anak-anak," kata salah satu gurunya, Iswarini.
Menurut Iswarini, Allah menciptakan dunia alam dan seisinya ternyata banyak yang belum diketahui manusia.
Terbukti, di dalam tanah pun ada suatu bangunan candi. "Manusia diberi kelebihan, akar pikiran. Zaman dulu sudah berkembang seperti itu. Itu karena karunia Allah," ujarnya.
Dikatakan, minat anak-anak didiknya pun cukup tinggi berkunjung ke tempat seperti ini. Mereka antusias untuk belajar mengenai candi yang masih berupa tumpukan batu berantakan tersebut.
"Tapi sayangnya masih belum ada perubahan, sudah tiga tahun terakhir berkunjung rutin tetap seperti itu," ucapnya.
Candi Palgading ditemukan pada 21 Mei 2006 lalu. Saat warga setempat sedang menggali tanah untuk pondasi bangunan rumah.
Dari studi kelayakan pada 2011 silam, situs ini berlatar belakang agama Budha. Bangunan yang sudah ditemukan untuk sementara berjumlah empat buah.
Candi ini cukup menarik untuk diungkap mengingat arsitekturnya unik. Berupa batu-batu umpak dan lubang bekas tiang dari material kayu.
Kemudian pada 2012, kembali dilakukan studi teknis. Dari hasilnya diketahui salah satu candinya layak untuk dipugar.
"Lumayan komplit bebatuannya. Rencana 2016 nanti akan dimulai pemugaran," kata Kepala Seksi Perlindungan Pengembangan dan Pemanfaatan, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Yogyakarta, Wahyu Astuti.
Meski begitu tak menyurutkan minat warga setempat untuk menjadikan candi tersebut sebagai salah satu wisata edukasi.
Terutama bagi anak-anak yang masih duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK). Seperti yang dilakukan pada Sabtu 14 November 2015 pagi.
Puluhan anak TK Kartika, Krapyak, Wedomartani, Ngemplak yang jaraknya tak jauh dari lokasi candi tersebut, terlihat asyik menikmati bebatuan Candi Palgading.
Dibantu oleh beberapa gurunya, memberikan edukasi mengenai kehebatan nenek moyang yang mampu membangun candi.
"Sudah menjadi agenda rutin. Setiap tahun selalu berkunjung ke sini (Palgading). Untuk menanamkan rasa syukur anak-anak," kata salah satu gurunya, Iswarini.
Menurut Iswarini, Allah menciptakan dunia alam dan seisinya ternyata banyak yang belum diketahui manusia.
Terbukti, di dalam tanah pun ada suatu bangunan candi. "Manusia diberi kelebihan, akar pikiran. Zaman dulu sudah berkembang seperti itu. Itu karena karunia Allah," ujarnya.
Dikatakan, minat anak-anak didiknya pun cukup tinggi berkunjung ke tempat seperti ini. Mereka antusias untuk belajar mengenai candi yang masih berupa tumpukan batu berantakan tersebut.
"Tapi sayangnya masih belum ada perubahan, sudah tiga tahun terakhir berkunjung rutin tetap seperti itu," ucapnya.
Candi Palgading ditemukan pada 21 Mei 2006 lalu. Saat warga setempat sedang menggali tanah untuk pondasi bangunan rumah.
Dari studi kelayakan pada 2011 silam, situs ini berlatar belakang agama Budha. Bangunan yang sudah ditemukan untuk sementara berjumlah empat buah.
Candi ini cukup menarik untuk diungkap mengingat arsitekturnya unik. Berupa batu-batu umpak dan lubang bekas tiang dari material kayu.
Kemudian pada 2012, kembali dilakukan studi teknis. Dari hasilnya diketahui salah satu candinya layak untuk dipugar.
"Lumayan komplit bebatuannya. Rencana 2016 nanti akan dimulai pemugaran," kata Kepala Seksi Perlindungan Pengembangan dan Pemanfaatan, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Yogyakarta, Wahyu Astuti.
(nag)