Inalum Mengaku Sulit Berkembang karena Pajak Air Permukaan
A
A
A
MEDAN - PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), yang akan membeli saham PT Freeport, mengaku sulit berkembang karena beban pembayaran Pajak Air Permukaan (PAP) yang ditagih Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
"Sebagai BUMN, Inalum ingin berkembang di Sumut. Tapi kalau dibebankan dengan tagihan sebesar ini, kami pasti kesulitan," kata Direktur Keuangan PT Inalum Oggy A Kosasih, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi C DPRD Sumut dan Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara di Gedung Dewan, Jalan Tuanku Imam Bonjol, Selasa (10/11/2015).
Diketahui, berdasarkan perhitungan Pemprov Sumatera Utara, PT Inalum memiliki kewajiban membayar PAP selama dua tahun mencapai Rp850 miliar. Menurut Oggy, jumlah itu sangat memberatkan. Dia pun menyebut pemerintah saat ini punya program untuk memacu dunia industri.
"Apalagi ini zaman di mana semua pihak harus ikut mengembangkan usaha dan industri," kata Oggy dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi C DPRD Sumut Yulizar Parlagutan Lubis itu.
Menurutnya, Inalum membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai proyek-proyek yang akan dikerjakan. "Intinya kita mau bayar. Tapi kalau Rp850 miliar itu kan perhitungan untuk industri dengan satuan meter kubik air. Sementara air itu kita pakai untuk pembangkit listrik industri," ucapnya.
Oggy menambahkan, pihaknya juga meminta dibuat regulasi baru tentang perhitungan penggunaan air permukaan untuk listrik penggunaan sendiri. "Kami minta ada peraturannya," ucapnya.
Sementara, Kepala Bidang Pajak Air Permukaan Umum Dinas Pendapatan Sumut Rita Mestika Hayat mengatakan, Inalum melakukan penggunaan/pemanfaatan air untuk operasional turbin.
"Di dalam perda pemanfaatan air permukaan juga dihitung, tidak hanya penggunaan. Jadi kami tetap mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) untuk Inalum dengan akumulasi sekitar Rp850 miliar," ujarnya.
Dia mengatakan, sampai saat ini Inalum masih membayar PAP sesuai perhitungan yang dilakukan sendiri oleh Inalum. "Acuan kami untuk penagihan ini adalah UU No 28/2009 dan Perda No 1/2011 sebagai turunannya tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Kami tak tahu Inalum bagaimana menghitungnya," ucap Rita.
Rita mengakui pihaknya bisa saja mengajukan peraturan gubernur khusus tentang PAP PT Inalum. "Tapi selesaikan dulu kewajiban yang ini. Karena peraturan tidak berlaku mundur," pungkasnya.
"Sebagai BUMN, Inalum ingin berkembang di Sumut. Tapi kalau dibebankan dengan tagihan sebesar ini, kami pasti kesulitan," kata Direktur Keuangan PT Inalum Oggy A Kosasih, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi C DPRD Sumut dan Dinas Pendapatan Provinsi Sumatera Utara di Gedung Dewan, Jalan Tuanku Imam Bonjol, Selasa (10/11/2015).
Diketahui, berdasarkan perhitungan Pemprov Sumatera Utara, PT Inalum memiliki kewajiban membayar PAP selama dua tahun mencapai Rp850 miliar. Menurut Oggy, jumlah itu sangat memberatkan. Dia pun menyebut pemerintah saat ini punya program untuk memacu dunia industri.
"Apalagi ini zaman di mana semua pihak harus ikut mengembangkan usaha dan industri," kata Oggy dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi C DPRD Sumut Yulizar Parlagutan Lubis itu.
Menurutnya, Inalum membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai proyek-proyek yang akan dikerjakan. "Intinya kita mau bayar. Tapi kalau Rp850 miliar itu kan perhitungan untuk industri dengan satuan meter kubik air. Sementara air itu kita pakai untuk pembangkit listrik industri," ucapnya.
Oggy menambahkan, pihaknya juga meminta dibuat regulasi baru tentang perhitungan penggunaan air permukaan untuk listrik penggunaan sendiri. "Kami minta ada peraturannya," ucapnya.
Sementara, Kepala Bidang Pajak Air Permukaan Umum Dinas Pendapatan Sumut Rita Mestika Hayat mengatakan, Inalum melakukan penggunaan/pemanfaatan air untuk operasional turbin.
"Di dalam perda pemanfaatan air permukaan juga dihitung, tidak hanya penggunaan. Jadi kami tetap mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) untuk Inalum dengan akumulasi sekitar Rp850 miliar," ujarnya.
Dia mengatakan, sampai saat ini Inalum masih membayar PAP sesuai perhitungan yang dilakukan sendiri oleh Inalum. "Acuan kami untuk penagihan ini adalah UU No 28/2009 dan Perda No 1/2011 sebagai turunannya tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Kami tak tahu Inalum bagaimana menghitungnya," ucap Rita.
Rita mengakui pihaknya bisa saja mengajukan peraturan gubernur khusus tentang PAP PT Inalum. "Tapi selesaikan dulu kewajiban yang ini. Karena peraturan tidak berlaku mundur," pungkasnya.
(zik)