Perang Tomat Puncak Kegiatan Tahunan Warga Cikareumbi
A
A
A
BANDUNG - Warga Kampung Cikareumbi, Desa Cikidang, Kecamatan Lembang, telah memiliki jadwal tahunan untuk menyelenggarakan ritual ngaruat bumi, hajat bumi. Puncaknya merupakan tarung rempug adu tomat atau perang tomat, yang diadakan, Rabu (4/11/2015).
Kegiatan ini merupakan upaya dalam pemberdayaan dan pengayaan sumber daya manusia, alam dan seni budaya, yang dikemas dalam even ritual dan festival. Diharapkan kegiatan ini bisa mengenalkan potensi daerah dan menjaga nilai-nilai kearifan lokal.
”Dengan menggelar kegiatan ini, masyarakat akan terus menjaga alamnya terutama menjaga sumber mata air yang selama ini memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat,” ucap Budayawan Sunda, Bah Nanu.
Bah Nanu melanjutkan, kegiatan ini diawali dengan selametan sumber air yang berada di Cikahuripan Gunung Hejo dengan menyembelih kambing, lalu darah dan berbagai sesajen disatukan untuk dikubur.
Selanjutnya kegiatan dilanjutkan dengan memanjatkan doa agar diberi keselamatan dan hasil panen yang melimpah bagi masyarakat Cikareumbi.
Kegiatan dilanjutkan dengan helaran dengan mengarak nasi tumpeng, sayuran dan kesenian yang dilangsungkan menyusuri jalan di Cikareumbi.
”Ini bentuk syukur masyarakat akan melimpahnya air yang harus tetap dijaga keberadaanya, dan hajat buruan yang menyajikan berbagai macam makanan agar selalu diberikan keselamatan dan dijauhkan dari berbagai bencana,” tuturnya.
Acara puncak kegiatan ini, digelar berupa tarung rempug adu tomat atau perang tomat, dimana masyarakat dan masyarakat luar yang datang turut terlibat dalam kegiatan ini. Bah Nanu mengungkapkan, perang tomat merupakan simbol pembuangan sifat buruk manusia.
”Perang tomat diadakan tahun 2011 lalu, dimana saat itu hasil panen tomat melimpah dan membusuk. Daripada dibuang pada tahun 2012 tomat-tomat busuk digunakan untuk dijadikan “peluru” dalam perang tomat,” bebernya.
Pada akhirnya perang tomat menjadi kegiatan tahunan dan selalu dinanti oleh masyarakat luas. Di mana hampir 2 ton tomat yang disimpan di areal perang digunakan masyarakat yang secara otomatis terbagi menjadi dua pihak yang saling berhadap-hadapan.
Tanpa dikomando seluruh masyarakat terlibat dalam perang tomat, para penonton pun tidak takut lemparan dari mereka yang terlibat dalam perang tersebut.
Bahkan yang awalnya tidak terlibat karena terkena lemparan tomat yang tidak dari mana asalnya, akhirnya mengambil tomat dan melempar ke kerumunan orang.
Tidak ada kemarahan dan dendam diantara mereka, yang terlihat justru tawa dan senyum. ”Saya puas menonton dan terlibat dalam perang tomat, meskipun akhirnya pakaian kotor,” ucap salah seorang pengunjung asal Subang, Asep Mutaqin.
Terkait kegiatan ini, Kasubid Promosi Wisata Sejarah dan Religi, Bidang Wisata dan Budaya Kementerian Pariwisata,Wawan Gunawan mengapresiasi kegiatan ini karena sepenuhnya melibatkan masyarakat Kampung Cikareumbi.
Dimana mulai anak-anak sampai orang tua terlibat dalam menyiapkan berbagai keperluan kegiatan.
”Masyarakat memiliki ide yang kreatif yang didasari sikap gotong royong sehingga kegiatan ini bisa terlaksana,” tuturnya.
Meskipun tidak ada surat resmi dan proposal ke Kementerian Pariwisata akan kegiatan ini, Wawan menyatakan, pihaknya mendukung kegiatan ini dan masuk ke dalam promosi pariwisata.
Namun kementerian juga sedikit membantu untuk menutupi kekurangan-kekurangan, seperti penyewaan tenda, konsumsi, panggung dan honor seniman yang terlibat dalam kegiatan ini.
”Diharapkan kegiatan ini akan mengundang banyak pengunjung untuk melihat kegiatan ini, dan perlu adanya perbaikan-perbaikan karena kegiatan ini masuk ke dalam program Pesona Indonesia,” tandasnya.
Kegiatan ini merupakan upaya dalam pemberdayaan dan pengayaan sumber daya manusia, alam dan seni budaya, yang dikemas dalam even ritual dan festival. Diharapkan kegiatan ini bisa mengenalkan potensi daerah dan menjaga nilai-nilai kearifan lokal.
”Dengan menggelar kegiatan ini, masyarakat akan terus menjaga alamnya terutama menjaga sumber mata air yang selama ini memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat,” ucap Budayawan Sunda, Bah Nanu.
Bah Nanu melanjutkan, kegiatan ini diawali dengan selametan sumber air yang berada di Cikahuripan Gunung Hejo dengan menyembelih kambing, lalu darah dan berbagai sesajen disatukan untuk dikubur.
Selanjutnya kegiatan dilanjutkan dengan memanjatkan doa agar diberi keselamatan dan hasil panen yang melimpah bagi masyarakat Cikareumbi.
Kegiatan dilanjutkan dengan helaran dengan mengarak nasi tumpeng, sayuran dan kesenian yang dilangsungkan menyusuri jalan di Cikareumbi.
”Ini bentuk syukur masyarakat akan melimpahnya air yang harus tetap dijaga keberadaanya, dan hajat buruan yang menyajikan berbagai macam makanan agar selalu diberikan keselamatan dan dijauhkan dari berbagai bencana,” tuturnya.
Acara puncak kegiatan ini, digelar berupa tarung rempug adu tomat atau perang tomat, dimana masyarakat dan masyarakat luar yang datang turut terlibat dalam kegiatan ini. Bah Nanu mengungkapkan, perang tomat merupakan simbol pembuangan sifat buruk manusia.
”Perang tomat diadakan tahun 2011 lalu, dimana saat itu hasil panen tomat melimpah dan membusuk. Daripada dibuang pada tahun 2012 tomat-tomat busuk digunakan untuk dijadikan “peluru” dalam perang tomat,” bebernya.
Pada akhirnya perang tomat menjadi kegiatan tahunan dan selalu dinanti oleh masyarakat luas. Di mana hampir 2 ton tomat yang disimpan di areal perang digunakan masyarakat yang secara otomatis terbagi menjadi dua pihak yang saling berhadap-hadapan.
Tanpa dikomando seluruh masyarakat terlibat dalam perang tomat, para penonton pun tidak takut lemparan dari mereka yang terlibat dalam perang tersebut.
Bahkan yang awalnya tidak terlibat karena terkena lemparan tomat yang tidak dari mana asalnya, akhirnya mengambil tomat dan melempar ke kerumunan orang.
Tidak ada kemarahan dan dendam diantara mereka, yang terlihat justru tawa dan senyum. ”Saya puas menonton dan terlibat dalam perang tomat, meskipun akhirnya pakaian kotor,” ucap salah seorang pengunjung asal Subang, Asep Mutaqin.
Terkait kegiatan ini, Kasubid Promosi Wisata Sejarah dan Religi, Bidang Wisata dan Budaya Kementerian Pariwisata,Wawan Gunawan mengapresiasi kegiatan ini karena sepenuhnya melibatkan masyarakat Kampung Cikareumbi.
Dimana mulai anak-anak sampai orang tua terlibat dalam menyiapkan berbagai keperluan kegiatan.
”Masyarakat memiliki ide yang kreatif yang didasari sikap gotong royong sehingga kegiatan ini bisa terlaksana,” tuturnya.
Meskipun tidak ada surat resmi dan proposal ke Kementerian Pariwisata akan kegiatan ini, Wawan menyatakan, pihaknya mendukung kegiatan ini dan masuk ke dalam promosi pariwisata.
Namun kementerian juga sedikit membantu untuk menutupi kekurangan-kekurangan, seperti penyewaan tenda, konsumsi, panggung dan honor seniman yang terlibat dalam kegiatan ini.
”Diharapkan kegiatan ini akan mengundang banyak pengunjung untuk melihat kegiatan ini, dan perlu adanya perbaikan-perbaikan karena kegiatan ini masuk ke dalam program Pesona Indonesia,” tandasnya.
(sms)