4.000 Rumah di Sleman Tak Layak Huni
A
A
A
YOGYAKARTA - Sebanyak 4.000 unit rumah tak layak huni tersebar di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sebagian besar pemilik rumah itu mengaku tak mampu membangun tempat tinggal layak huni.
"Ini bukan karena gempa 2006. Memang sebelumnya sudah pada rusak, tak punya uang untuk membangun rumah seperti milik tetangga pada umumnya," kata Mbah Darmi, janda 77 tahun di Dusun Melian, Sumberharjo, Berbah, Sleman, Senin (26/10/2015).
Tinggal seorang diri, rumah yang ditempati itu dibangun para tetangga dengan cara gotong royong. Sebagian biaya juga dari masyarakat yang membantu.
Darmi mengaku sudah lama tidak bekerja, otomatis tak ada pemasukan di kantongnya. Sebelumnya, dia bekerja sebagai penjahit di Pasar Piyungan dengan hasil yang tak menentu.
"Sudah enggak boleh lagi sama anak saya, sekarang ya cuma di rumah, momong cucu," katanya.
Dia mengaku untuk memenuhi kebutuhan mandi, cuci, dan kakus, harus bergabung dengan anaknya yang sudah berkeluarga. Rumahnya hanya bersebelahan, dengan kondisi yang sudah layak huni.
"Saya sudah tua, kalau apa-apa sekarang ya sama anak cucu," terangnya.
Terlihat, tempat tinggal Mbah Darmi sebagian berlantai tanah dengan atap asbes. Anyaman bambu reot ditutup spanduk untuk menghalau angin maupun air saat hujan.
"Kalau tidur ya di sini, kalau pas engak enak badan kadang diminta anak suruh tidur di sana," jelasnya.
Terpisah, Calon Bupati Sleman Yuni Satia Rahayu mengaku masih banyak warga Sleman yang butuh bantuan. Uluran banyak pihak sangat dibutuhkan agar dapat menempati rumah layak huni.
"Kami sudah ada data soal keluarga miskin yang rumahnya tidak layak huni, ada sekitar 4.000 kepala keluarga," kata mantan Ketua Tim Penanggulangan Kemiskinan Sleman ini.
Jika mendapat mandat pemimpin Sleman, dia berjanji akan membangun rumah secara bertahap dengan gotong-royong. Biaya akan digelontorkan pemerintah, sementara pengerjaan dilakukan oleh masyarakat secara bersama-sama.
"Kami akan bantu bedah rumah, harus bersama-sama. Pemerintah dan juga masyarakat bergotong royong," janji mantan Wakil Bupati Sleman periode 2010-2015 ini.
"Ini bukan karena gempa 2006. Memang sebelumnya sudah pada rusak, tak punya uang untuk membangun rumah seperti milik tetangga pada umumnya," kata Mbah Darmi, janda 77 tahun di Dusun Melian, Sumberharjo, Berbah, Sleman, Senin (26/10/2015).
Tinggal seorang diri, rumah yang ditempati itu dibangun para tetangga dengan cara gotong royong. Sebagian biaya juga dari masyarakat yang membantu.
Darmi mengaku sudah lama tidak bekerja, otomatis tak ada pemasukan di kantongnya. Sebelumnya, dia bekerja sebagai penjahit di Pasar Piyungan dengan hasil yang tak menentu.
"Sudah enggak boleh lagi sama anak saya, sekarang ya cuma di rumah, momong cucu," katanya.
Dia mengaku untuk memenuhi kebutuhan mandi, cuci, dan kakus, harus bergabung dengan anaknya yang sudah berkeluarga. Rumahnya hanya bersebelahan, dengan kondisi yang sudah layak huni.
"Saya sudah tua, kalau apa-apa sekarang ya sama anak cucu," terangnya.
Terlihat, tempat tinggal Mbah Darmi sebagian berlantai tanah dengan atap asbes. Anyaman bambu reot ditutup spanduk untuk menghalau angin maupun air saat hujan.
"Kalau tidur ya di sini, kalau pas engak enak badan kadang diminta anak suruh tidur di sana," jelasnya.
Terpisah, Calon Bupati Sleman Yuni Satia Rahayu mengaku masih banyak warga Sleman yang butuh bantuan. Uluran banyak pihak sangat dibutuhkan agar dapat menempati rumah layak huni.
"Kami sudah ada data soal keluarga miskin yang rumahnya tidak layak huni, ada sekitar 4.000 kepala keluarga," kata mantan Ketua Tim Penanggulangan Kemiskinan Sleman ini.
Jika mendapat mandat pemimpin Sleman, dia berjanji akan membangun rumah secara bertahap dengan gotong-royong. Biaya akan digelontorkan pemerintah, sementara pengerjaan dilakukan oleh masyarakat secara bersama-sama.
"Kami akan bantu bedah rumah, harus bersama-sama. Pemerintah dan juga masyarakat bergotong royong," janji mantan Wakil Bupati Sleman periode 2010-2015 ini.
(san)