Mabuk, Anggota Laskar Pencabut Nyawa Bacok 2 Mahasiswa di Angkringan
A
A
A
YOGYAKARTA - Dua anggota Laskar Pencabut Nyawa, Lukas Ari Wibowo alias Bebek (25) dan Ronggo Susilo Wahyu Putro (22) membabi buta membacok dua mahasiswa, pelajar dan warga yang asyik makan di warung angkringan.
Kedua anggota laskar yang merupakan warga Jagalan, Pakualaman, Yogyakarya itu berprofesi sebagai tukang parkir di sebuah toko, tak jauh dari tempat tinggalnya.
Dari tangan mereka, polisi menyita dua bilah pedang, masing-masing dengan panjang 55 cm dan 65 cm. Selain itu, kaos laskar bergambar pedang bersilang serta tulisan bahasa arab turut diamankan.
"Mereka enggak bisa baca tulisan dengan huruf arab yang ada pada kaos yang dipakai, mereka ikut laskar hanya karena temannya banyak," jelas Kasat Reskrim Polresta Yogyakarta Kompol Heru Muslimin, Kamis (22/10/2015).
Heru menyebut ada empat korban yang dibacok kedua pelaku. Kasus pembacokan itu sendiri terjadi sekira pukul 01.00 WIB di Jalan Mojar, Gondomanan, Kota Yogyakarta, sekitar Pasar Bringharjo pada Senin, 9 Oktober 2015 lalu.
Ke-empat korban, mulai dari Redo Tatag Saputro (23) warga Purwokinanti, Pakualaman. Mahasiswa itu mengalami luka robek pada telapak tangan kanan.
Kemudian, Cardova Raihan Wuryananda (14), pelajar yang mengalami luka pada jari telunjuk dan jempol kanan. Dia juga merupakan warga Purwokinanti, Pakualaman.
Korban ketiga, lanjut Heru, Masda Susilo (21), mahasiswa yang tinggal di Gondomanan. Dia mengalami luka memar pada kepala.
Korban selanjutnya, Amindito Budi Kuncoro (35) asal Klaten. Penjual warung angkring ini mengalami luka bacok pada tangan kanan dan kirinya.
Heru menyebut, kasus ini bermula saat adik salah satu pelaku (Ronggo) mendapat perkataan kurang menyenangkan saat parkir di sekitar Pasar Bringharjo. Dia kemudian memberitahukan kepada kakaknya.
"Dari Ronggo ini mengundang rekan-rekannya. Mereka berkumpul sebanyak 28 orang laskar di kawasan Abu Bakar Ali," jelasnya.
Kemudian, para laskar ini membagi dalam dua tim, yakni tim delapan dan tim 20 . Tim delapan melintas di Jalan Mataram menuju Pasar Bringharjo, kemudian tim 20 menuju Pasar Bringharjo dengan melintasi Jalan Malioboro.
"Tiba di lokasi mereka enggak nemuin orang yang mengejek adiknya. Ada empat korban, salah satu pelaku menyuruh membaca tulisan di kaos yang pakai, tapi korban enggak tau," jelasnya.
Tanpa banyak kata, kedua pelaku mengeluarkan pedang dan membacok para korban. Selanjutnya, gerombolan laskar ini pergi meninggalkan lokasi kejadian.
"Kita amankan beberapa orang setelah melakukan penyelidikan, setelah kita seleksi, akhirnya mengerucut pada dua pelaku karena mereka yang melakukan pembacokan," jelasnya.
Heru menyayangkan aksi kedua pelaku maupun rekan-rekannya yang tanpa berpikir panjang melakukan kekerasan.
Apalagi, Yogyakarta dikenal kota Pariwisata yang memiliki budaya santun dalam hidup keseharian.
"Kasus seperti ini harusnya bisa dihindari, kota budaya kok seenaknya melakukan kekerasan. Itu enggak boleh, kita tetap proses hukum kedua pelaku," jelasnya.
Untuk Ronggo, kata Heru, bukan kali pertama berurusan dengan polisi dengan kasus serupa.
Dia bahkan keluar masuk penjara sebanyak lima kali hingga kasus ini merupakan ke enam kalinya. Sementara untuk Lukas, baru dua kali berurusan dengan hukum atas kasus yang sama.
"Mereka pernah masuk bui dengan kasus yang mirip, penganiayaan. Kita tetap proses keduanya sesuai aturan," jelasnya.
Antara para korban dan pelaku, kata Heru, juga tidak saling kenal karena polisi sudah mempertemukan mereka.
Para pelaku tetap diproses sesuai aturan yang berlaku. Mereka dijerat dengan pasal 170 KUHP Jo Pasal 351 KUHP.
Kedua anggota laskar yang merupakan warga Jagalan, Pakualaman, Yogyakarya itu berprofesi sebagai tukang parkir di sebuah toko, tak jauh dari tempat tinggalnya.
Dari tangan mereka, polisi menyita dua bilah pedang, masing-masing dengan panjang 55 cm dan 65 cm. Selain itu, kaos laskar bergambar pedang bersilang serta tulisan bahasa arab turut diamankan.
"Mereka enggak bisa baca tulisan dengan huruf arab yang ada pada kaos yang dipakai, mereka ikut laskar hanya karena temannya banyak," jelas Kasat Reskrim Polresta Yogyakarta Kompol Heru Muslimin, Kamis (22/10/2015).
Heru menyebut ada empat korban yang dibacok kedua pelaku. Kasus pembacokan itu sendiri terjadi sekira pukul 01.00 WIB di Jalan Mojar, Gondomanan, Kota Yogyakarta, sekitar Pasar Bringharjo pada Senin, 9 Oktober 2015 lalu.
Ke-empat korban, mulai dari Redo Tatag Saputro (23) warga Purwokinanti, Pakualaman. Mahasiswa itu mengalami luka robek pada telapak tangan kanan.
Kemudian, Cardova Raihan Wuryananda (14), pelajar yang mengalami luka pada jari telunjuk dan jempol kanan. Dia juga merupakan warga Purwokinanti, Pakualaman.
Korban ketiga, lanjut Heru, Masda Susilo (21), mahasiswa yang tinggal di Gondomanan. Dia mengalami luka memar pada kepala.
Korban selanjutnya, Amindito Budi Kuncoro (35) asal Klaten. Penjual warung angkring ini mengalami luka bacok pada tangan kanan dan kirinya.
Heru menyebut, kasus ini bermula saat adik salah satu pelaku (Ronggo) mendapat perkataan kurang menyenangkan saat parkir di sekitar Pasar Bringharjo. Dia kemudian memberitahukan kepada kakaknya.
"Dari Ronggo ini mengundang rekan-rekannya. Mereka berkumpul sebanyak 28 orang laskar di kawasan Abu Bakar Ali," jelasnya.
Kemudian, para laskar ini membagi dalam dua tim, yakni tim delapan dan tim 20 . Tim delapan melintas di Jalan Mataram menuju Pasar Bringharjo, kemudian tim 20 menuju Pasar Bringharjo dengan melintasi Jalan Malioboro.
"Tiba di lokasi mereka enggak nemuin orang yang mengejek adiknya. Ada empat korban, salah satu pelaku menyuruh membaca tulisan di kaos yang pakai, tapi korban enggak tau," jelasnya.
Tanpa banyak kata, kedua pelaku mengeluarkan pedang dan membacok para korban. Selanjutnya, gerombolan laskar ini pergi meninggalkan lokasi kejadian.
"Kita amankan beberapa orang setelah melakukan penyelidikan, setelah kita seleksi, akhirnya mengerucut pada dua pelaku karena mereka yang melakukan pembacokan," jelasnya.
Heru menyayangkan aksi kedua pelaku maupun rekan-rekannya yang tanpa berpikir panjang melakukan kekerasan.
Apalagi, Yogyakarta dikenal kota Pariwisata yang memiliki budaya santun dalam hidup keseharian.
"Kasus seperti ini harusnya bisa dihindari, kota budaya kok seenaknya melakukan kekerasan. Itu enggak boleh, kita tetap proses hukum kedua pelaku," jelasnya.
Untuk Ronggo, kata Heru, bukan kali pertama berurusan dengan polisi dengan kasus serupa.
Dia bahkan keluar masuk penjara sebanyak lima kali hingga kasus ini merupakan ke enam kalinya. Sementara untuk Lukas, baru dua kali berurusan dengan hukum atas kasus yang sama.
"Mereka pernah masuk bui dengan kasus yang mirip, penganiayaan. Kita tetap proses keduanya sesuai aturan," jelasnya.
Antara para korban dan pelaku, kata Heru, juga tidak saling kenal karena polisi sudah mempertemukan mereka.
Para pelaku tetap diproses sesuai aturan yang berlaku. Mereka dijerat dengan pasal 170 KUHP Jo Pasal 351 KUHP.
(sms)