Populasi Badak Indonesia Tinggal 250 Ekor
A
A
A
PASURUAN - Selama kurun waktu dua tahun terakhir, perburuan liar badak di seluruh dunia telah mencapai lebih dari 1.900 ekor. Jika tidak dihentikan, perburuan liar ini mengancam populasi badak menuju kepunahan dari muka bumi.
"Satwa badak hitam asal Afrika yang terlihat terakhir pada 2006 telah dinyatakan punah. Sebanyak 1.200 badak mati karena perburuan liar pada tahun 2014. Sedangkan tahun 2015, sebanyak 700 badak mati diburu untuk diambil culanya," kata drh Timpal Nanang Tedjo Leksono, keeper Taman Safari Indonesia (TSI) II Prigen Kabupaten Pasuruan seusai merayakan Hari Badak Internasional, Selasa (22/9/2015).
Menurut drh Nanang, Indonesia yang memiliki dua spesies badak juga tidak luput dari ancaman kepunahan. Hingga saat ini, populasi badak sumatera (Diderorhinussumatrensis) diketahui sejumlah sekitar 200 ekor yang tersebar di Sumatera bagian selatan dan utara.
Sedangkan badak jawa (Rhinoceros Sondaicus) hanya menyisahkan sejumlah 50 ekor. Badak jawa ini hanya bisa ditemui di Taman Nasional Ujung Kulon.
"Perburuan badak ini dilakukan hanya untuk mengambil cula yang dipercaya memiliki khasiat pengobatan. Padahal berdasar penelitian, cula badak ini memiliki kesamaan dengan kuku jari manusia. Khasiat sebagai obat itu hanya mitos."
Sebagai salah satu lembaga konservasi, TSI II Prigen memiliki tanggung jawab untuk menyelamatkan badak dari kepunahan. Meski hanya memiliki dua ekor badak putih (Ceratotheriumsimum) jantan dan satu betina, TSI II Prigen berupaya melakukan aktivitas pengembangbiakan dan pelestarian. Badak putih asal Afrika ini juga masuk dalam daftar satwa yang terancam punah.
"TSI II Prigen telah melakukan breeding program badak. Melalui program pertukaran satwa, TSI Grup berupaya melakukan pemeriksaan siklus birahi satwa guna pengembangbiakan badak. Perlu waktu sekitar empat bulan satwa badak ini untuk beradaptasi dan pendekatan," tandas drh Nanang.
General Manager TSI II Prigen I Ketut Gunarta menyatakan, Rhino International Day (Hari Badak Internasional) yang dipelopori WWF Afrika pada tahun 2010 merupakan tonggak sejarah bagi upaya penyelamatan populasi badak di dunia.
"Merayakan Hari Badak ini sebagai upaya untuk mengingatkan kembali pentingnya kelestarian hidup badak di seluruh dunia. Kami menyiapkan tumpeng besar yang berasal dari buah-buahan untuk diberikan kepada tiga ekor badak TSI. Tumpeng ini sebagai simbol bahwa TSI memiliki kepedulian untuk berpartisipasi dalam menyelamatkan badak dari kepunahan," kata I Ketut Gunarta.
"Satwa badak hitam asal Afrika yang terlihat terakhir pada 2006 telah dinyatakan punah. Sebanyak 1.200 badak mati karena perburuan liar pada tahun 2014. Sedangkan tahun 2015, sebanyak 700 badak mati diburu untuk diambil culanya," kata drh Timpal Nanang Tedjo Leksono, keeper Taman Safari Indonesia (TSI) II Prigen Kabupaten Pasuruan seusai merayakan Hari Badak Internasional, Selasa (22/9/2015).
Menurut drh Nanang, Indonesia yang memiliki dua spesies badak juga tidak luput dari ancaman kepunahan. Hingga saat ini, populasi badak sumatera (Diderorhinussumatrensis) diketahui sejumlah sekitar 200 ekor yang tersebar di Sumatera bagian selatan dan utara.
Sedangkan badak jawa (Rhinoceros Sondaicus) hanya menyisahkan sejumlah 50 ekor. Badak jawa ini hanya bisa ditemui di Taman Nasional Ujung Kulon.
"Perburuan badak ini dilakukan hanya untuk mengambil cula yang dipercaya memiliki khasiat pengobatan. Padahal berdasar penelitian, cula badak ini memiliki kesamaan dengan kuku jari manusia. Khasiat sebagai obat itu hanya mitos."
Sebagai salah satu lembaga konservasi, TSI II Prigen memiliki tanggung jawab untuk menyelamatkan badak dari kepunahan. Meski hanya memiliki dua ekor badak putih (Ceratotheriumsimum) jantan dan satu betina, TSI II Prigen berupaya melakukan aktivitas pengembangbiakan dan pelestarian. Badak putih asal Afrika ini juga masuk dalam daftar satwa yang terancam punah.
"TSI II Prigen telah melakukan breeding program badak. Melalui program pertukaran satwa, TSI Grup berupaya melakukan pemeriksaan siklus birahi satwa guna pengembangbiakan badak. Perlu waktu sekitar empat bulan satwa badak ini untuk beradaptasi dan pendekatan," tandas drh Nanang.
General Manager TSI II Prigen I Ketut Gunarta menyatakan, Rhino International Day (Hari Badak Internasional) yang dipelopori WWF Afrika pada tahun 2010 merupakan tonggak sejarah bagi upaya penyelamatan populasi badak di dunia.
"Merayakan Hari Badak ini sebagai upaya untuk mengingatkan kembali pentingnya kelestarian hidup badak di seluruh dunia. Kami menyiapkan tumpeng besar yang berasal dari buah-buahan untuk diberikan kepada tiga ekor badak TSI. Tumpeng ini sebagai simbol bahwa TSI memiliki kepedulian untuk berpartisipasi dalam menyelamatkan badak dari kepunahan," kata I Ketut Gunarta.
(zik)