Pernikahan Sejenis Menuai Protes dari Aktivis Bali
A
A
A
DENPASAR - Pernikahan sejenis yang diduga dilakukan oleh warga asing dan lokal di salah satu hotel di Ubud, Bali menuai protes. Salah satu aktivis di Bali Siti Sapurah mengatakan, bahwa tidak setuju dan tidak sepakat adanya pernikahan sejenis dilakukan di Indonesia terutama di Bali.
Dia mengatakan, bahwa tuhan sudah menciptakan manusia untuk saling berpasang-pasangan dan memiliki alat kelamin yang berbeda.
“Saya tidak setuju bagaimana pun tuhan menciptakan manusia untuk saling berpasang-pasang, ada laki-laki dan ada perempuan. Apa jadinya kalau pernikahan sejenis itu dilakukan,” ungkapnya, di Denpasar, Rabu (16/9/2015). (Baca artikel terkait: Giliran Warga Gianyar Kecam Pernikahan Sejenis).
Sapurah menjelaskan, bahwa dengan adanya pernikahan sejenis masyarakat harus berfikir juga. Disetiap agama apa pun tidak memperbolehkan umatnya untuk melakukan pernikahan sesama sejenis.
“Disetiap agama pasti melarang hal itu, apalagi di Bali jelas adat dan budaya Bali juga menolak adanya hal itu,” timpalnya.
Aktivis perempuan yang sekaligus menjadi juru bicara Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Denpasar ini menerangkan, bahwa lahirnya adanya komunitas seperti itu atau pernikahan sejenis itu berawal dari pola asuh sejak kecil yang salah.
“Saya rasa itu awal mulanya mereka mencintai sesama jenisnya. Lebih luas lagi mereka ada rasa frustasi terhadap lawan jenisnya, itu yang kami lihat di lapangan,” tandasnya.
Dia mengatakan, bahwa tuhan sudah menciptakan manusia untuk saling berpasang-pasangan dan memiliki alat kelamin yang berbeda.
“Saya tidak setuju bagaimana pun tuhan menciptakan manusia untuk saling berpasang-pasang, ada laki-laki dan ada perempuan. Apa jadinya kalau pernikahan sejenis itu dilakukan,” ungkapnya, di Denpasar, Rabu (16/9/2015). (Baca artikel terkait: Giliran Warga Gianyar Kecam Pernikahan Sejenis).
Sapurah menjelaskan, bahwa dengan adanya pernikahan sejenis masyarakat harus berfikir juga. Disetiap agama apa pun tidak memperbolehkan umatnya untuk melakukan pernikahan sesama sejenis.
“Disetiap agama pasti melarang hal itu, apalagi di Bali jelas adat dan budaya Bali juga menolak adanya hal itu,” timpalnya.
Aktivis perempuan yang sekaligus menjadi juru bicara Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Denpasar ini menerangkan, bahwa lahirnya adanya komunitas seperti itu atau pernikahan sejenis itu berawal dari pola asuh sejak kecil yang salah.
“Saya rasa itu awal mulanya mereka mencintai sesama jenisnya. Lebih luas lagi mereka ada rasa frustasi terhadap lawan jenisnya, itu yang kami lihat di lapangan,” tandasnya.
(sms)