Diperiksa KPK Berjamaah
A
A
A
MEDAN - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara maraton mulai memeriksa puluhan mantan anggota dan anggota DPRD Sumut terkait dugaan suap interpelasi, Senin (14/9).
Pada pemeriksaan hari pertama, 24 anggota dan mantan DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 dimintai keterangan penyidik KPK di Markas Komando Brimob Polda Sumut, Jalan KH Wahid Hasyim Medan.
Menurut rencana pemeriksaan dilakukan hingga Kamis (17/9) mendatang. Kemarin, pemeriksaan berlangsung tertutup dan dilakukan sebanyak dua gelombang. Yakni mulai diperiksa pagi hari mulai pukul 7.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB. Lalu, dilanjutkan usai istirahat siang yakni pukul 13.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB. Sayangnya, wartawan hanya diperbolehkan melakukan peliputan sampai batas halaman Mako Brimob saja.
Petugas menyediakan tenda untuk ruang menunggu para awak media. Alhasil, awak media tidak bisa melihat langsung proses pemeriksaan yang berlangsung di dalam gedung utama. Awak media pun bahkan harus gigit jari karena tak satupun dari pihak penyidik KPK mau memberikan keterangan resmi usai proses pemeriksaan tersebut.
Sementara anggota dan mantan anggota DPRD Sumut yang selesai diperiksa, juga terlihat tergesa-gesa masuk ke mobilnya. Terkesan mereka menghindar pertanyaan dari wartawan. Seperti Sonny Firdaus dan Mulyani (Partai Gerindra) serta Rinawati Sianturi (PPRN/sekarang Partai Hanura). Bahkan sebagian anggota Dewan usai menjalani pemeriksaan tetap mematikan nomor telepon selulernya hingga sulit untuk dikonfirmasi. Lain halnya dengan Abu Bokar Tambak.
Mantan anggota DPRD Sumut dari Partai Bintang Reformasi (PBR) yang kembali beraktivitas sebagai advokat terlihat santai saat bertemu wartawan. Usai pemeriksaan, Bokar menjelaskan dia ditanyai oleh penyidik KPK sebanyak sembilan pertanyaan. Dia juga mengatakan ditanyai KPK terkait apakah ada menerima sesuatu hal dari Gubernur Sumatera Gatot Pujo Nugroho terkait gagalnya hak interpelasi. “KPK juga menanyakan tentang prosedur interpelasi.”
“Apakah ada transaksional sewaktu proses interpelasi, seperti itulah. Saya bilang, saya tidak ada terima uang,” tukasnya. Sementara, mantan anggotaDPRD SumutKhairulFuad saat ditanya wartawan sewaktu hendak memasuki wilayah Mako Brimob hanya berkata singkat. “Biasalah, penuhi panggilanKPK. Terkaitinterpelasi,” ucapnya. Fuad keluar dari markas Brimob sekitar puku 17.30 WIB.
Saat itu dia keluar bersama koleganya John Hugo Silalahi dan Rahmat P Hasibuan. Tapi kali ini, Fuad tak mau diwawancarai lagi. “Nanti ditinggal orang ini aku ya,” ujarnya sambil naik ke mobil yang mengangkut mereka bertiga. Tak lama berselang, sejumlah mobil dinas DPRD Sumut yang diduga biasa digunakan Mustofawiyah masuk ke belakang komplek Brimob. Rupanya mereka menjemput anggota Dewan itu dari pintu belakang.
Akhirnya tak satu pun anggota Dewan yang bisa diwawancara usai menjalani pemeriksaan hingga sore hari. Lalu, pada pukul18.00WIB, sekitar 20 penyidik KPK keluar dari gedung utama Mako Brimob dan langsung menaiki bus yang membawa mereka. Dari sekian banyak penyidik, hanya satu yang menjawab saat ditanya wartawan.
“Tanya Mas Johan (Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi) saja. Untuk hari ini sudah selesai pemeriksaannya. Semua yang diperiksa juga sudah pulang,” bebernya. Direncanakan pada Selasa (15/9) hari ini pemeriksaan akan berlanjut di lokasi yang sama. “Kalau giliran saya dipanggil Selasa pukul 13.00 WIB,” kata anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dari Fraksi Demokrat Nurhasanah. Begitu juga politisi PKS, Raudin Purba, yang mengaku telah menerima undangan KPK.
“Saya dipanggil Kamis (17/9) pukul 9.00 WIB, tidak apa-apa saya akan mencoba jawab pertanyaan penyidik sebagaimana yang saya ketahui," katanya. Sementara itu Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi SP membenarkan Satgas KPK melakukan penyelidikan terhadap sejumlah anggota dan mantan anggota DPRD Sumut. Penyelidikan ini terkait dugaan batalnya hak interpelasi yang diajukan oleh DPRD Sumut pada Maret 2015 lalu.
Penyelidikan itu dilakukan dalam bentuk meminta keterangan kesejumlah anggota DPRD di Mako Brimob Polda Sumut. Johan Budi melanjutkan, Satgas KPK saat ini masih fokus melakukan upaya pengumpulan bahan keterangan (pulbaket). Semua itu dalam rangka untuk menyelidiki apakah dalam kaitan interpelasi terjadi dugaan tindak pidana korupsi. “Pulbaket itu di Medan dan Jakarta. Kalau di Jakarta beberapa waktu lalu,” kata Johan Budi.
Pada pemeriksaan itu pihaknya melihat apakah pada proses pelaksanaan hak interpelasi itu terjadi dugaan tindak pidana korupsi. Baik sebelum, saat proses maupun batalnya hak dewan itu. Sebelumnya dugaan ketidakberesan hak interpelasi ini pernah disampaikan ketika mendapatkan pengaduan dari masyarakat beberapa waktu lalu. Namun ketika itu belum mendapatkan tersangkanya. Kini untuk hak interpelasi, KPK baru mendapatkan tersangka, Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho.
Selanjutnya akan ditelusuri siapa pihak yang terkait dalam dugaan tersebut. Diketahui pada Maret 2015, DPRD Sumut sempat mengajukan hak interpelasi kepada Gatot Pujo Nugroho atas hasil pemeriksaan keuangan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan Pemerintah Provinsi Sumut tahun 2013. Namun rencana itu akhirnya gagal karena tidak mendapatkan persetujuan secara penuh dari anggota DPRD.
Hak interpelasi tersebut diajukan menyangkut empat hal, yaitu pengelolaan keuangan daerah, penerbitan Peraturan Gubernur Sumut Nomor 10 Tahun 2015 tentang Penjabaran APBD 2015, kebijakan pembangunan Pemprov Sumut, dan etika Gubernur Sumut Gatot sebagai kepala daerah. Namun DPRD Sumut batal menggunakan hak tersebut. Keputusan atas hak interpelasi dilakukan melalui pemungutan suara di dalam rapat paripurna DPRD Sumut.
Dari 88 anggota DPRD Sumut yang hadir, 52 orang menolak penggunaan hak tersebut, sisanya 35 orang menyatakan setuju dan 1 orang abstain. Dugaan ketidakberesan atas hak interpelasi ini pun langsung ditindaklanjuti KPK dengan menggeledah kantor gubernur, dinas, dan DPRD Sumatera Utara.
Dari hasil penggeledahan, penyidik mengamankan beberapa dokumen, salah satunya terkait hak interpelasi yang akan diajukan oleh DPRD Sumut tersebut.
Fakrur rozi/ frans marbun/ ilham safutra
Pada pemeriksaan hari pertama, 24 anggota dan mantan DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 dimintai keterangan penyidik KPK di Markas Komando Brimob Polda Sumut, Jalan KH Wahid Hasyim Medan.
Menurut rencana pemeriksaan dilakukan hingga Kamis (17/9) mendatang. Kemarin, pemeriksaan berlangsung tertutup dan dilakukan sebanyak dua gelombang. Yakni mulai diperiksa pagi hari mulai pukul 7.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB. Lalu, dilanjutkan usai istirahat siang yakni pukul 13.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB. Sayangnya, wartawan hanya diperbolehkan melakukan peliputan sampai batas halaman Mako Brimob saja.
Petugas menyediakan tenda untuk ruang menunggu para awak media. Alhasil, awak media tidak bisa melihat langsung proses pemeriksaan yang berlangsung di dalam gedung utama. Awak media pun bahkan harus gigit jari karena tak satupun dari pihak penyidik KPK mau memberikan keterangan resmi usai proses pemeriksaan tersebut.
Sementara anggota dan mantan anggota DPRD Sumut yang selesai diperiksa, juga terlihat tergesa-gesa masuk ke mobilnya. Terkesan mereka menghindar pertanyaan dari wartawan. Seperti Sonny Firdaus dan Mulyani (Partai Gerindra) serta Rinawati Sianturi (PPRN/sekarang Partai Hanura). Bahkan sebagian anggota Dewan usai menjalani pemeriksaan tetap mematikan nomor telepon selulernya hingga sulit untuk dikonfirmasi. Lain halnya dengan Abu Bokar Tambak.
Mantan anggota DPRD Sumut dari Partai Bintang Reformasi (PBR) yang kembali beraktivitas sebagai advokat terlihat santai saat bertemu wartawan. Usai pemeriksaan, Bokar menjelaskan dia ditanyai oleh penyidik KPK sebanyak sembilan pertanyaan. Dia juga mengatakan ditanyai KPK terkait apakah ada menerima sesuatu hal dari Gubernur Sumatera Gatot Pujo Nugroho terkait gagalnya hak interpelasi. “KPK juga menanyakan tentang prosedur interpelasi.”
“Apakah ada transaksional sewaktu proses interpelasi, seperti itulah. Saya bilang, saya tidak ada terima uang,” tukasnya. Sementara, mantan anggotaDPRD SumutKhairulFuad saat ditanya wartawan sewaktu hendak memasuki wilayah Mako Brimob hanya berkata singkat. “Biasalah, penuhi panggilanKPK. Terkaitinterpelasi,” ucapnya. Fuad keluar dari markas Brimob sekitar puku 17.30 WIB.
Saat itu dia keluar bersama koleganya John Hugo Silalahi dan Rahmat P Hasibuan. Tapi kali ini, Fuad tak mau diwawancarai lagi. “Nanti ditinggal orang ini aku ya,” ujarnya sambil naik ke mobil yang mengangkut mereka bertiga. Tak lama berselang, sejumlah mobil dinas DPRD Sumut yang diduga biasa digunakan Mustofawiyah masuk ke belakang komplek Brimob. Rupanya mereka menjemput anggota Dewan itu dari pintu belakang.
Akhirnya tak satu pun anggota Dewan yang bisa diwawancara usai menjalani pemeriksaan hingga sore hari. Lalu, pada pukul18.00WIB, sekitar 20 penyidik KPK keluar dari gedung utama Mako Brimob dan langsung menaiki bus yang membawa mereka. Dari sekian banyak penyidik, hanya satu yang menjawab saat ditanya wartawan.
“Tanya Mas Johan (Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi) saja. Untuk hari ini sudah selesai pemeriksaannya. Semua yang diperiksa juga sudah pulang,” bebernya. Direncanakan pada Selasa (15/9) hari ini pemeriksaan akan berlanjut di lokasi yang sama. “Kalau giliran saya dipanggil Selasa pukul 13.00 WIB,” kata anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dari Fraksi Demokrat Nurhasanah. Begitu juga politisi PKS, Raudin Purba, yang mengaku telah menerima undangan KPK.
“Saya dipanggil Kamis (17/9) pukul 9.00 WIB, tidak apa-apa saya akan mencoba jawab pertanyaan penyidik sebagaimana yang saya ketahui," katanya. Sementara itu Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi SP membenarkan Satgas KPK melakukan penyelidikan terhadap sejumlah anggota dan mantan anggota DPRD Sumut. Penyelidikan ini terkait dugaan batalnya hak interpelasi yang diajukan oleh DPRD Sumut pada Maret 2015 lalu.
Penyelidikan itu dilakukan dalam bentuk meminta keterangan kesejumlah anggota DPRD di Mako Brimob Polda Sumut. Johan Budi melanjutkan, Satgas KPK saat ini masih fokus melakukan upaya pengumpulan bahan keterangan (pulbaket). Semua itu dalam rangka untuk menyelidiki apakah dalam kaitan interpelasi terjadi dugaan tindak pidana korupsi. “Pulbaket itu di Medan dan Jakarta. Kalau di Jakarta beberapa waktu lalu,” kata Johan Budi.
Pada pemeriksaan itu pihaknya melihat apakah pada proses pelaksanaan hak interpelasi itu terjadi dugaan tindak pidana korupsi. Baik sebelum, saat proses maupun batalnya hak dewan itu. Sebelumnya dugaan ketidakberesan hak interpelasi ini pernah disampaikan ketika mendapatkan pengaduan dari masyarakat beberapa waktu lalu. Namun ketika itu belum mendapatkan tersangkanya. Kini untuk hak interpelasi, KPK baru mendapatkan tersangka, Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho.
Selanjutnya akan ditelusuri siapa pihak yang terkait dalam dugaan tersebut. Diketahui pada Maret 2015, DPRD Sumut sempat mengajukan hak interpelasi kepada Gatot Pujo Nugroho atas hasil pemeriksaan keuangan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan Pemerintah Provinsi Sumut tahun 2013. Namun rencana itu akhirnya gagal karena tidak mendapatkan persetujuan secara penuh dari anggota DPRD.
Hak interpelasi tersebut diajukan menyangkut empat hal, yaitu pengelolaan keuangan daerah, penerbitan Peraturan Gubernur Sumut Nomor 10 Tahun 2015 tentang Penjabaran APBD 2015, kebijakan pembangunan Pemprov Sumut, dan etika Gubernur Sumut Gatot sebagai kepala daerah. Namun DPRD Sumut batal menggunakan hak tersebut. Keputusan atas hak interpelasi dilakukan melalui pemungutan suara di dalam rapat paripurna DPRD Sumut.
Dari 88 anggota DPRD Sumut yang hadir, 52 orang menolak penggunaan hak tersebut, sisanya 35 orang menyatakan setuju dan 1 orang abstain. Dugaan ketidakberesan atas hak interpelasi ini pun langsung ditindaklanjuti KPK dengan menggeledah kantor gubernur, dinas, dan DPRD Sumatera Utara.
Dari hasil penggeledahan, penyidik mengamankan beberapa dokumen, salah satunya terkait hak interpelasi yang akan diajukan oleh DPRD Sumut tersebut.
Fakrur rozi/ frans marbun/ ilham safutra
(ars)