Sapi Pemakan Sampah Dijual Bebas
A
A
A
BANTUL - Sapi asal Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Piyungan banyak lari ke luar daerah. Kontrol pemerintah yang lemah mengakibatkan banyak sapi pemakan sampah ini yang dijual secara sembunyisembunyi oleh pemiliknya.
Para pemilik sapi langsung menjualnya ke tengkulak (blantik) untuk dijual kembali ke pasar-pasar.Salah seorang warga Dusun Guyangan, Desa Wonolelo, Kecamatan Pleret mengakui jika banyak warga di dusunnya yang memelihara sapi dan dibiarkan berkeliaran di TPS Piyungan. Dusun Guyangan memang sebagian ada yang digunakan untuk TPS Piyungan, sehingga warga banyak yang memanfaatkannya untuk memelihara sapi.
“Sapinya makan sampah nantinya,” paparnya, kemarin. Hanya saja, dia tidak mengetahui sapi-sapi tersebut dijual ke mana, kemungkinan besar dijual oleh blantik sapi ke pasarpasar hewan. Karena jika dijual ke tempat pemotongan hewan, kemungkinan sangat minim karena kualitas daging yang dihasilkan juga sangat rendah. Jika dijual ke pasar tradisional bisa disamarkan dengan sapisapi lainnya, sebab secara fisik, sapi-sapi pemakan sampah tidak ada bedanya.
Hanya saja, sapi-sapi pemakan sampah baru diketahui bedanya ketika sudah disembelih. Ketika disembelih, biasanya di dalam tubuh sapi ditemukan ada berbagai macam sampah di dalam tubuhnya. Sampah seperti selendang, plastik, kertas berlogo, bahkan pembalut bisa ditemukan di dalam tubuh sapi. “Kalau dagingnya, tidak enak, keras, dan airnya banyak,” tuturnya.
Warga Dusun Guyangan sebenarnya ada yang memelihara sapi, namun jumlahnya kalah banyak dengan warga dusun lain. Setiap menjelang Hari Raya Idul Adha seperti sekarang ini, banyak pemilik sapi yang menjualnya. Kemungkinan besar, sapi-sapi tersebut dijual ke luar Bantul, sebab jika warga sekitar tidak mungkin bersedia membeli sapi pemakan sampah tersebut.
Ketua Paguyuban Pengusaha Daging Sapi Segoroyoso (PPDSS) Ilham Ahmadi mengakui, memang sapi-sapi pemakan sampah di TPS Piyungan rawan masuk ke pasar sapi. Kendati pemerintah melalui Dinas Pertanian dan Kehutanan (Dispertahut) Bantul menyatakan sapi-sapi tersebut tidak direkomendasikan untuk dikonsumsi, namun pengawasan yang minim mengakibatkan sapi-sapi pemakan sampah ini tetap bisa dijual bebas. “Dilarang tetap saja bisa dijual, wong pengawasannya sama sekali tidak ada,” ujarnya.
Ilham menambahkan, jika memang serius dengan pelarangan penjualan sapi pemakan sampah tersebut, harusnya pemerintah melakukan langkah antisipatif. Pemerintah harusnya mendata dan meneliti sapi-sapi tersebut. Dengan adanya pendataan tersebut, rekam jejak sapi mengalir ke mana dapat diketahui dengan mudah.
Ilham sendiri mengaku tidak mengetahui ke mana sapisapi pemakan sampah tersebut dijual. Hanya saja, ia menyebutkan jika sapi-sapi tersebut dijual ke luar Bantul. Ia menengarai penjualan paling dekat, sapisapi tersebut ada di pasar-pasar hewan di Kota Yogyakarta.
Sapi-sapi tersebut diselundupkan langsung ke pasar tradisional karena tampilan fisiknya hampir sama dengan sapi yang lain. “Kalau disembelih, bentuk perutnya bulat dan ada berbagai macam sampah di dalamnya,” ungkapnya.
Erfanto linangkung
Para pemilik sapi langsung menjualnya ke tengkulak (blantik) untuk dijual kembali ke pasar-pasar.Salah seorang warga Dusun Guyangan, Desa Wonolelo, Kecamatan Pleret mengakui jika banyak warga di dusunnya yang memelihara sapi dan dibiarkan berkeliaran di TPS Piyungan. Dusun Guyangan memang sebagian ada yang digunakan untuk TPS Piyungan, sehingga warga banyak yang memanfaatkannya untuk memelihara sapi.
“Sapinya makan sampah nantinya,” paparnya, kemarin. Hanya saja, dia tidak mengetahui sapi-sapi tersebut dijual ke mana, kemungkinan besar dijual oleh blantik sapi ke pasarpasar hewan. Karena jika dijual ke tempat pemotongan hewan, kemungkinan sangat minim karena kualitas daging yang dihasilkan juga sangat rendah. Jika dijual ke pasar tradisional bisa disamarkan dengan sapisapi lainnya, sebab secara fisik, sapi-sapi pemakan sampah tidak ada bedanya.
Hanya saja, sapi-sapi pemakan sampah baru diketahui bedanya ketika sudah disembelih. Ketika disembelih, biasanya di dalam tubuh sapi ditemukan ada berbagai macam sampah di dalam tubuhnya. Sampah seperti selendang, plastik, kertas berlogo, bahkan pembalut bisa ditemukan di dalam tubuh sapi. “Kalau dagingnya, tidak enak, keras, dan airnya banyak,” tuturnya.
Warga Dusun Guyangan sebenarnya ada yang memelihara sapi, namun jumlahnya kalah banyak dengan warga dusun lain. Setiap menjelang Hari Raya Idul Adha seperti sekarang ini, banyak pemilik sapi yang menjualnya. Kemungkinan besar, sapi-sapi tersebut dijual ke luar Bantul, sebab jika warga sekitar tidak mungkin bersedia membeli sapi pemakan sampah tersebut.
Ketua Paguyuban Pengusaha Daging Sapi Segoroyoso (PPDSS) Ilham Ahmadi mengakui, memang sapi-sapi pemakan sampah di TPS Piyungan rawan masuk ke pasar sapi. Kendati pemerintah melalui Dinas Pertanian dan Kehutanan (Dispertahut) Bantul menyatakan sapi-sapi tersebut tidak direkomendasikan untuk dikonsumsi, namun pengawasan yang minim mengakibatkan sapi-sapi pemakan sampah ini tetap bisa dijual bebas. “Dilarang tetap saja bisa dijual, wong pengawasannya sama sekali tidak ada,” ujarnya.
Ilham menambahkan, jika memang serius dengan pelarangan penjualan sapi pemakan sampah tersebut, harusnya pemerintah melakukan langkah antisipatif. Pemerintah harusnya mendata dan meneliti sapi-sapi tersebut. Dengan adanya pendataan tersebut, rekam jejak sapi mengalir ke mana dapat diketahui dengan mudah.
Ilham sendiri mengaku tidak mengetahui ke mana sapisapi pemakan sampah tersebut dijual. Hanya saja, ia menyebutkan jika sapi-sapi tersebut dijual ke luar Bantul. Ia menengarai penjualan paling dekat, sapisapi tersebut ada di pasar-pasar hewan di Kota Yogyakarta.
Sapi-sapi tersebut diselundupkan langsung ke pasar tradisional karena tampilan fisiknya hampir sama dengan sapi yang lain. “Kalau disembelih, bentuk perutnya bulat dan ada berbagai macam sampah di dalamnya,” ungkapnya.
Erfanto linangkung
(ftr)