Peluk Cium dan Tangis Bahagia Sambut Satinah
A
A
A
UNGARAN - Sembilan tahun di tanah rantau dan lolos hukuman mati, Satinah, 42, semalam tiba di kampung halamannya di Dusun Mrunten Wetan RT 2 RW 3, Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.
Rindu yang selama ini membekap Satinah dan keluarga, akhirnya pecah dalam tangis kebahagiaan. “Syukur Alhamdulillah, ibu sudah bisa pulang dan berkumpul lagi dengan keluarga. Insya Allah, mulai malam ini Ibu (Satinah) akan tidur sekamar dengan saya lagi,” ujar Nur Apriyana, 22, anak semata wayang Satinah. Satinah tiba di halaman rumahnya sekitar pukul 18.30 WIB.
Satinah pulang memakai pesawat dan mendarat di Bandara Ahmad Yani Semarang sekitar pukul 17.15 WIB kemarin. Dia didampingi keluarga, staf dari Kementerian Luar Negeri, dan BNP2TKI. Saat ditanya mengenai kondisi kesehatannya, Satinah mengaku sudah merasa sehat. “Sudah baik, ini langsung mau pulang,” katanya.
Dari bandara, Satinah langsung pulang ke rumah. Bungsu dari enam bersaudara ini sesaat terpukau, seperti tak menyangka bisa melihat kembali orang-orang yang disayanginya. Turun dari Inova hitam H 9312 PR yang membawanya dari Kota Semarang, pandangan Satinah berpendar ke seliling. Berkaca-kaca, dia tak bisa menyembunyikan kebahagiaan. Terlebih ketika peluk dan cium kerinduan dari sang ibu, Ny Kemi, 74, menyambut kehadirannya .
Satu per satu saudara, kerabat dekat dan tetangga sekitar di Mrunten Wetan bergiliran melakukan hal sama. Satinah membalas dengan dekapan erat kendati kondisi fisiknya belum pulih dari sakit dan terlihat lelah seusai menempuh perjalanan Jakarta-Ungaran Barat. Senyum bahagia bercambur haru tergurat jelas dari raut muka Satinah. Isak tangis pun menyeruak diantara sambutan selamat datang tersebut.
“Senang bisa kembali kumpul dengan keluarga. Alhamdulillah saya masih hidup, panjang umur, ini semua karena kehendakNYA,” ujar Satinah terbata- bata. Satinah merupakan anak dari pasangan almarhum Jumardi dan Ny Kemi. Lima kakak kandungnya, yakni Ngaminah, Sugiman, Ngatmin, Jamal dan Paeri Al Feri semalam hadir semua di Dusun Mrunten Wetan.
“Saat inilah yang kami tunggu-tunggu. Sejak 2006 kami, kakak-kakaknya, tidak pernah bertemu dengan dik Satinah. Kami sudah sangat rindu dengannya,” ujar Jamal, 54, warga Dusun Setoyo, Kelurahan Keji, Ungaran Barat.
Bagi Jamal, Satinah adalah sosok adik yang terbilang mandiri. Meski merupakan anak bungsu, namun dia jarang njagakne kakak-kakaknya. “Kadang memang berkeluh kesah soal kehidupannya dengan kami, tapi hanya sebatas itu,” ujar dia. Yang pasti, lanjut Jamal, Satinah merupakan sosok baik dan sangat bertanggungjawab dengan keluarga.
Hal itu, dibuktikan dengan niatnya jadi TKI hingga beberapa kali sampai akhirnya terbentur masalah di Arab Saudi. “Kenangan masa kecilnya ya seperti pada umumnya anak desa mas. Manut orang tua maupun dengan kakakkakaknya. Yang momong dik Satinah itu saya dan kak Min (Ngatmin),” imbuhnya.
Kepala Dusun Mrunten Wetan, Yunimardianto, 25, menyatakan meski jarang tinggal di Mrunten Wetan namun Satinah dikenal sebagai figur yang komunikatif dan aktif di kegiatan masyarakat. Diketahui, sebelum jadi TKI, yang bersangkutan lebih sering berdomisili di Tegal, tempat dimana mantan suaminya berasal. “Ya karena memang umumnya orang desa demikian mas,” kata dia.
Penilaian baik inilah yang membuat puluhan warga Mrunten Wetan semalam berduyun-duyun mendatangi kediaman Satinah untuk ikut menyambut kedatangannya. Mereka menyingkirkan tuduhan Satinah melakukan pembunuhan majikan yang disematkan oleh pengadilan Arab Saudi.
Hadir ikut mengantar dan menyambut kedatangan Satinah, perwakilan dari Kemenlu, BP2TKI, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jateng Wika Bintang, Bupati Semarang Mundjirin dan pejabat teras Pemkab Semarang.
“Kami sangat berterimakasih kepada pemerintah pusat, Kemenlu, BP2TKI dan semua pihak yang telah membantu hingga mampu membebaskan dan memulangkan Ibu Satinah. Kami berharap hal ini mampu menyemangati upaya pembebasan dua TKI asal Jateng, Brebes dan Kendal, yang tersangkut kasus sama dengan Ibu Satinah,” kata Wika Bintang.
Menurut Wika, Pemprov Jateng dan Pemkab Semarang siap mendampingi Satinah bila akan memeriksa kesehatannya di rumah sakit. Sementara donasi dari masyarakat yang dikumpulkan untuk menyumbang Satinah hingga kini masih tersimpan di bank. “Uangnya masih di bank, jumlahnya sekitar Rp800 juta,” kata Wika.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengaku pihaknya melalui Disnakertrans akan membantu biaya pengobatan Satinah. “Saya sudah minta dibantu kesehatannya agar membaik,” kata dia.
AGUS JOKO/AMIN FUZI
Rindu yang selama ini membekap Satinah dan keluarga, akhirnya pecah dalam tangis kebahagiaan. “Syukur Alhamdulillah, ibu sudah bisa pulang dan berkumpul lagi dengan keluarga. Insya Allah, mulai malam ini Ibu (Satinah) akan tidur sekamar dengan saya lagi,” ujar Nur Apriyana, 22, anak semata wayang Satinah. Satinah tiba di halaman rumahnya sekitar pukul 18.30 WIB.
Satinah pulang memakai pesawat dan mendarat di Bandara Ahmad Yani Semarang sekitar pukul 17.15 WIB kemarin. Dia didampingi keluarga, staf dari Kementerian Luar Negeri, dan BNP2TKI. Saat ditanya mengenai kondisi kesehatannya, Satinah mengaku sudah merasa sehat. “Sudah baik, ini langsung mau pulang,” katanya.
Dari bandara, Satinah langsung pulang ke rumah. Bungsu dari enam bersaudara ini sesaat terpukau, seperti tak menyangka bisa melihat kembali orang-orang yang disayanginya. Turun dari Inova hitam H 9312 PR yang membawanya dari Kota Semarang, pandangan Satinah berpendar ke seliling. Berkaca-kaca, dia tak bisa menyembunyikan kebahagiaan. Terlebih ketika peluk dan cium kerinduan dari sang ibu, Ny Kemi, 74, menyambut kehadirannya .
Satu per satu saudara, kerabat dekat dan tetangga sekitar di Mrunten Wetan bergiliran melakukan hal sama. Satinah membalas dengan dekapan erat kendati kondisi fisiknya belum pulih dari sakit dan terlihat lelah seusai menempuh perjalanan Jakarta-Ungaran Barat. Senyum bahagia bercambur haru tergurat jelas dari raut muka Satinah. Isak tangis pun menyeruak diantara sambutan selamat datang tersebut.
“Senang bisa kembali kumpul dengan keluarga. Alhamdulillah saya masih hidup, panjang umur, ini semua karena kehendakNYA,” ujar Satinah terbata- bata. Satinah merupakan anak dari pasangan almarhum Jumardi dan Ny Kemi. Lima kakak kandungnya, yakni Ngaminah, Sugiman, Ngatmin, Jamal dan Paeri Al Feri semalam hadir semua di Dusun Mrunten Wetan.
“Saat inilah yang kami tunggu-tunggu. Sejak 2006 kami, kakak-kakaknya, tidak pernah bertemu dengan dik Satinah. Kami sudah sangat rindu dengannya,” ujar Jamal, 54, warga Dusun Setoyo, Kelurahan Keji, Ungaran Barat.
Bagi Jamal, Satinah adalah sosok adik yang terbilang mandiri. Meski merupakan anak bungsu, namun dia jarang njagakne kakak-kakaknya. “Kadang memang berkeluh kesah soal kehidupannya dengan kami, tapi hanya sebatas itu,” ujar dia. Yang pasti, lanjut Jamal, Satinah merupakan sosok baik dan sangat bertanggungjawab dengan keluarga.
Hal itu, dibuktikan dengan niatnya jadi TKI hingga beberapa kali sampai akhirnya terbentur masalah di Arab Saudi. “Kenangan masa kecilnya ya seperti pada umumnya anak desa mas. Manut orang tua maupun dengan kakakkakaknya. Yang momong dik Satinah itu saya dan kak Min (Ngatmin),” imbuhnya.
Kepala Dusun Mrunten Wetan, Yunimardianto, 25, menyatakan meski jarang tinggal di Mrunten Wetan namun Satinah dikenal sebagai figur yang komunikatif dan aktif di kegiatan masyarakat. Diketahui, sebelum jadi TKI, yang bersangkutan lebih sering berdomisili di Tegal, tempat dimana mantan suaminya berasal. “Ya karena memang umumnya orang desa demikian mas,” kata dia.
Penilaian baik inilah yang membuat puluhan warga Mrunten Wetan semalam berduyun-duyun mendatangi kediaman Satinah untuk ikut menyambut kedatangannya. Mereka menyingkirkan tuduhan Satinah melakukan pembunuhan majikan yang disematkan oleh pengadilan Arab Saudi.
Hadir ikut mengantar dan menyambut kedatangan Satinah, perwakilan dari Kemenlu, BP2TKI, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan Provinsi Jateng Wika Bintang, Bupati Semarang Mundjirin dan pejabat teras Pemkab Semarang.
“Kami sangat berterimakasih kepada pemerintah pusat, Kemenlu, BP2TKI dan semua pihak yang telah membantu hingga mampu membebaskan dan memulangkan Ibu Satinah. Kami berharap hal ini mampu menyemangati upaya pembebasan dua TKI asal Jateng, Brebes dan Kendal, yang tersangkut kasus sama dengan Ibu Satinah,” kata Wika Bintang.
Menurut Wika, Pemprov Jateng dan Pemkab Semarang siap mendampingi Satinah bila akan memeriksa kesehatannya di rumah sakit. Sementara donasi dari masyarakat yang dikumpulkan untuk menyumbang Satinah hingga kini masih tersimpan di bank. “Uangnya masih di bank, jumlahnya sekitar Rp800 juta,” kata Wika.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengaku pihaknya melalui Disnakertrans akan membantu biaya pengobatan Satinah. “Saya sudah minta dibantu kesehatannya agar membaik,” kata dia.
AGUS JOKO/AMIN FUZI
(ftr)