Dibui 17 Tahun Penjara

Selasa, 08 September 2015 - 08:21 WIB
Dibui 17 Tahun Penjara
Dibui 17 Tahun Penjara
A A A
MEDAN - Shamsul Rahman alias Syamsul Anwar, pelaku utama penganiayaan, pembunuhan, dan eksploitasi pembantu rumah tangga (PRT), divonis 17 tahun penjara oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (7/9).

Dengan demikian seluruh terdakwa kasus penganiayaan, pembunuhan, dan eksploitasi pembantu rumah tangga (PRT), di Jalan Beo/Jalan Angsa, Medan Timur, pada akhir Oktober 2014sudah dijatuhi hukuman penjara.

Sebelumnya, enam terdakwa lain sudah divonis majelis hakim, yakni M Thoriq Anwar, anak Syamsul divonis 1 tahun 8 bulan penjara; dan Hanafi Bahri, pekerja Syamsul, divonis 5 tahun penjara. Kemudian Zainal Abidin, keponakan Syamsul, divonis 14 tahun penjara; Fery Syahputra, sopir pribadi Syamsul di vonis 17 tahun penjara; dan Kiki Andika, tukang cuci mobil Syamsul, divonis 2,5 tahun penjara. Sementara istri Syamsul, Bibi Randika, divonis 17 tahun penjara.

Dalam amar putusan yang dibacakan majelis hakim diketuai Ahmad Shalihin dijelaskan terdakwa Syamsul Anwar terbukti bersalah melanggar Pasal 2 Undang-Undang No 21/2007 tentang Tindak Pidana Pemberantasan Perdagangan Orang jo Pasal 44 ayat (1) dan ayat (3) UU RI No 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Hakim juga menilai, terdakwa Syamsul terbukti bersalah melanggar Pasal 181 KUHPidana jo Pasal 48 UU No 21/2007 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

“Memutuskan untuk menghukum terdakwa Syamsul Rahman alias Syamsul Anwar penjara selama 17 tahun. Memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan,” kata hakim membacakan putusannya di ruang Cakra I PN Medan, kemarin.

Selain penjara, hakim juga menghukum Syamsul agar membayar pidana denda sebesar Rp125 juta subsider tiga bulan kurungan. Bukan hanya itu, terdakwa Syamsul juga diperintahkan majelis hakim agar memberikan uang sejumlah Rp25 juta kepada ahli waris Hermin alias Cici, PRT yang meninggal dunia akibat dianiaya Syamsul Cs.

Dalam putusannya, hakim juga memerintahkan agar satu unit mobil Toyota Kijang Innova BK 3240 AE milik Syamsul disita sebagai barang bukti. Karena mobil itu dijadikan Syamsul sebagai kendaraan untuk membuang mayat Hermin alias Cici ke Kaban Jahe, Kabupaten Karo. “Atas putusan ini, baik terdakwa maupun penuntut umum memiliki hak yang sama, menerima atau melakukan upaya hukum banding. Bagaimana saudara terdakwa,” kata hakim.

Syamsul pun dengan mantap langsung menjawab banding tanpa pikir panjang. “Saya menyatakan banding, majelis,” katanya. Hakim pun kemudian memberikan waktu selama tujuh hari kepada Syamsul untuk memberikan memori bandingnya. Sementara Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sindu Hutomo menyatakan pikir-pikir. “Kami pikir-pikir dulu, majelis,” kata JPU dari Kejari Medan ini.

Seusai sidang Syamsul langsung diboyong petugas pengawal tahanan ke ruang tahanan PN Medan. Tak satu kata pun Syamsul mau berkomentar kepada wartawan soal putusan hakim itu. Dia hanya diam sambil berjalan menuju ruang tahanan. Sementara Iskandar Lubis, kuasa hukum Syamsul mengatakan, vonis yang dijatuhkan hakim tersebut sebagai bentuk balas dendam.

Menurutnya, hakim tidak mempertimbangkan upaya perdamaian yang dilakukan kliennya kepada keluarga Hermin alias Cici yang meninggal. “Setidaknya perdamaian itu kan meringankan hukuman. Tetapi apa yang kami dapat, hukumannya itu terlalu berat, jadi seperti balas dendam. Padahal pidana itu bukan hukuman balas dendam. Untuk itu, kami banding,” kata Iskandar.

Vonis yang dijatuhkan majelis hakim ini diketahui lebih ringan dari tuntutan jaksa. Karena sebelumnya, JPU Sindu Hutomo menuntut Syamsul agar dihukum 20 tahun penjara. Selain penjara, jaksa juga menuntut agar terdakwa membayar pidana denda sebesar Rp120 juta subsider enam bulan kurungan.

Bukan hanya itu, jaksa menuntut terdakwa Syamsul Anwar membayar Rp100 juta kepada ahli waris Hermin alias Cici yang meninggal dunia akibat penganiayaan. Jaksa juga menuntut agar terdakwa Syamsul membayarkan upah korban Endang Murdianingsih sebesar Rp75 juta.

Kepada Rukmiyani sebesar Rp75 juta, dan kepada Anis Rahayu sebesar Rp75 juta. Sekadar diketahui, Syamsul Anwar merupakan pemilik CV Maju Jaya, perusahaan penyalur PRT sejak 2007 hingga 2014. CV Maju Jaya menyalurkan PRT untuk wilayah Medan.

Syamsul dan Bibi Randika mendatangkan PRT, yakni Endang Murdianingsih, 55, asal Madura; Rukmiyani, 42, asal Demak; Anis Rahayu, 31, asal Malang; serta Hermin alias Cici, dengan iming-iming akan dipekerjakan di Medan dan Malaysia. Para PRT dijanjikan akan memperoleh gaji dari Rp1 juta hingga Rp2 juta per bulan.

Khusus untuk PRT Endang Murdianingsih dijanjikan akan diberangkatkan bekerja di Malaysia dengan gaji RM 1.200 per bulan. “Namun, setelah para PRT ini tiba di Medan, ternyata dipekerjakan di rumah terdakwa Syamsul Anwar tanpa digaji,” kata Sindu.

Selama bekerja di rumah terdakwa, lanjut jaksa, ternyata para PRT ini bukan mendapatkan gaji malah disiksa dan dipekerjakan tidak manusiawi. Sebab setiap PRT tidak diperkenankan keluar rumah terdakwa dan tidak boleh menjalin komunikasi dengan keluarganya dan pihak luar. “Di rumah terdakwa dijaga Ferry Syaputra agar para PRT tidak bisa keluar,” kata jaksa.

Sementara setiap hari para PRT diawasi ketat oleh Zahir, Ferry, Kiki Andika, HB dan MTA, anak Syamsul Anwar. Sadisnya, para PRT tersebut makan setiap hari sangat dibatasi. “Selain dipekerjakan tidak manusiawi, para PRT ini diberikan makan dedak dan tulangtulang ikan oleh terdakwa Syamsul Anwar dan istrinya, Bibi Randika. Bila tidak mau memakannya akan dipukuli,” kata jaksa.

Publik Nilai Vonis Tidak Adil

Lantas apa kata pengamat hukum atas vonis 17 tahun terhadap terdakwa Syamsul Anwar ? Pengamat hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Muhammad Khaidir Harahap mengatakan, vonis yang dijatuhkan untuk Syamsul jika dilihat dari kaca mata masyarakat tentu dinilai tidak adil atau terlalu rendah.

Alasannya, hal itu dapat terlihat dari perbuatan terdakwa kepada PRT yang menjadi korban. Akan tetapi setelah masuk ke persidangan, hakim hanya berpatokan kepada saksi-saksi dan bukti yang ada. Jadi, jika melihat dari tuntutan jaksa sudah bisa dikatakan adil. Sebab, jaksa menuntutnya 20 tahun penjara dan hakim menjatuhkan 17 tahun penjara.

“Jika melihat dari sisi hukum vonis yang dijatuhkan oleh hakim ini sudah sesuai, artinya dijatuhkan lebih dari sepertiga tuntutan jaksa. Makanya tidak heran kalau jaksa di sini menanggapinya dengan pikirpikir,” kata Khaidir.

Dijelaskan Khaidir, dalam putusan, hakim kerap memvonis di bawah tuntutan karena beberapa pertimbangan. Seperti terdakwa tidak pernah dihukum sebelumnya atau terdakwa berkelakuan baik selama persidangan dan ada perdamaian terhadap korban.

“Nah, masalah vonisnya sama dengan istrinya, kembali kita lihat dari tuntutannya. Di sini jaksakan menuntutnya juga dengan tuntutan yang sama, tentu hakim juga melihat dari tuntutan jaksa ini untuk memvonis,”jelasnya.

Panggabean hasibuan
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7099 seconds (0.1#10.140)