Korban Penggusuran Kodam IV/Diponegoro Mengadu ke Jokowi

Kamis, 03 September 2015 - 22:53 WIB
Korban Penggusuran Kodam IV/Diponegoro Mengadu ke Jokowi
Korban Penggusuran Kodam IV/Diponegoro Mengadu ke Jokowi
A A A
SEMARANG - Warga Kelurahan Srondol Kulon, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang, sedang menyusun aduan untuk dikirimkan ke Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi), Komisi III DPR RI, dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Mereka adalah korban penggusuran yang dilakukan prajurit Kodam IV/Diponegoro pada Sabtu 25 Agustus 2015 lalu. Jumlah warga yang menjadi korban penggusuran 21 orang.

Mereka adalah warga yang sebelumnya bertempat tinggal di Jalan Setia Budi RT04/RW02. Warga sendiri melalui kuasa hukumnya telah mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Negeri Semarang dan diterima resmi 19 Agustus 2015.

“Warga akan mengumpulkan tanda tangan dan membuat aduan untuk dikirimkan ke Presiden RI, Komisi III DPR, dan Komnas HAM. Ini terkait penggusuran yang dilakukan prajurit Kodam IV/Diponegoro atas tanah dalam sengketa sipil, yang sebelumnya sudah dilaporkan ke Polda Jawa Tengah,” ungkap Kuasa Hukum Warga Theodorus Yosep Parera, Kamis (3/9/2015).

Puluhan rumah yang digusur itu menempati tanah seluas sekira 6.400 meter persegi dan telah mendirikan bangunan rumah dan atau bangunan tempat usaha di atasnya sejak tahun 1950 secara turun–temurun dari ahli waris sebelumnya.

Namun ternyata terbit lima sertifikat SHM atas tanah–tanah itu, dimiliki sipil. Yakni Veronika Maria Winarti Ongko Juwono, Antonius Sukiato Ongko Juwono, Swannywati Ongko Juwono, Ninarti Ongko Juwono dan Tjitra Kumala Dewi Wongso.

Semua pemilik sertifikat tanah itu beralamat di Jakarta. Sertifikat atas tanahnya SHM nomor 3424, SHM nomor 3425, SHM nomor 3426, SHM nomor 3427 dan SHM nomor 3428 itu diterbitkan pada 2009.

Warga menduga, proses permohonan hak atas tanah negara hingga dikeluarkannya beberapa sertifikat SHM itu diduga telah terjadi suatu tindak pidana. Sebab ini, warga melapor ke Polda Jawa Tengah dan diterima resmi sesuai register Surat Tanda Penerimaan Laporan No.Pol:STPL/193/XII/2011/Jateng/Dit.ReskrimUm tanggal 17 Desember 2011.

“Penanganannya sampai sekarang pun belum selesai. Kenapa tiba–tiba tentara melakukan penggusuran. Kalau alasannya penertiban aset militer, sejauh ini mereka tidak bisa tunjukkan buktinya,” tambahnya.

Sementara itu, terkait sidang gugatan yang sudah didaftarkan ke Pengadilan Negeri Semarang, Yosep menyebut sudah ada jadwal sidang perdananya.

“Nanti sidangnya (perdana) 30 September 2015. Nah, soal pengaduan yang akan dikirimkan warga, nanti rencana sebelum sidang perdana akan dikirimkan, artinya sebelum 30 September,” tambahnya.

Pada gugatan, warga menggugat Presiden C.q Panglima TNI C.q KSAD C.q Pangdam IV/Diponegoro juga menggugat warga sipil yang tiba–tiba punya sertifikat SHM. Nominal totalnya Rp21,184 miliar.

Terinci, kerugian materil Rp10,648,500.000. Itu adalah ganti rugi atas kerusakan bangunan dan barang milik 21 warga yang menempati lokasi. Sementara kerugian moril yakni perasaan cemas, takut, dan was–was adalah Rp10,5miliar.

"Hasil hitungan 21 warga masing–masing menutut ganti rugi moril Rp500 juta," ungkapnya.

Sementara itu, Ketua RT04/RW02, Kelurahan Srondol Kulon, Kecamatan Banyumanik Semarang, Trinoto menyebut, warganya sejauh ini tinggal di tempat–tempat seadanya dan tempat kos. Tempat kos itu disediakan TNI.

“Tapi kondisinya tidak layak. Masa keluarga disuruh nempatin kos ukurannya 3x3 meter. Ya untuk barang–barang saja tidak muat, di daerah Banyumanik,” tambahnya.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.7283 seconds (0.1#10.140)