Gelombang PHK Dikhawatirkan Berlanjut

Rabu, 02 September 2015 - 08:09 WIB
Gelombang PHK Dikhawatirkan Berlanjut
Gelombang PHK Dikhawatirkan Berlanjut
A A A
JAKARTA - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di berbagai daerah dan mencakup hampir semua sektor industri. Pemerintah diminta merespons serius, terutama demi mencegah makin banyaknya tingkat pengangguran.

Data Dinas Tenaga Kerja Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau mencatat sebanyak 1.401 buruh terkena PHK sepanjang Januari-Juni 2015. Di Jawa Timur, 1.275 karyawan dari 158 perusahaan telah dirumahkan hingga Agustus ini.

Jumlah tersebut diperkirakan bertambah mengingat beberapa kabupaten/kota belum menyerahkan data terbaru. Di Bantul, Yogyakarta, beberapa perusahaan skala menengah kolaps, mengakibatkan ratusan karyawan kehilangan mata pencaharian. “PHK terjadi sejak rupiah (kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat) menyentuh angka Rp13.000. Perusahaan tak mampu lagi menanggung beban karena produksi mereka terus turun,” ujar Kepala Seksi Hubungan Industrial Disnakertrans Bantul Annursina Karti kemarin.

Annursina mengkhawatirkan gelombang PHK berlanjut karena belum ada tanda-tanda perbaikan di sektor industri tersebut. Berdasarkan laporan yang masuk ke Disnakertrans, setidaknya 5% dari seluruh perusahaan di Bantul tidak sehat kondisi keuangannya kini. Ketua Umum DPP Partai Perindo Hary Tanoesodibjo (HT) mengingatkan, pelemahan ekonomi telah memukul sektor industri.

Banyak home industry gulung tikar sehingga berujung pada PHK karyawan. Situasi ini tentu tidak boleh dibiarkan. “Pemerintah wajib merespons dengan positif dan mencari jalan keluar secepatnya agar kondisi ekonomi nasional bisa pulih kembali. Fokus saat ini adalah mempercepat investasi dan belanja pemerintah serta memangkas semua hambatannya,” kata HT.

Pemerintah memastikan 26.000 buruh dari berbagai sektor industri terkena PHK. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebelumnya menyerukan kepada perusahaanperusahaan untuk menjadikan PHK sebagai langkah terakhir di tengah keterpurukan ekonomi. Menankertrans Hanif Dhakiri mengungkapkan, pemerintah intensif menggelar koordinasi dengan perusahaan-perusahaan itu agar gelombang PHK tidak terjadi.

Hingga kemarin, PHK berlangsung di berbagai daerah, antara lain menimpa karyawan ratusan karyawan PT Primissima di Sleman, Yogyakarta. Mereka kemarin mendatangi kantor perusahaan untuk menuntut hak-hak yang belum dibayar. “Kami rata-rata sudah bekerja dua tahun, tetapi tidak diangkat sebagai karyawan tetap. Inilah yang menjadi alasan perusahaan tidak memberikan pesangon,” ungkap Anwari, salah satu buruh. Situasi serupa kini mengancam ratusan buruh di Kota Pekalongan.

Sedikitnya 6.000 buruh di 13 perusahaan menghadapi ancaman PHK berdasarkan data yang masuk di DPC SerikatPekerjaNasional. Ribuan buruh itu sebagian besar dari perusahaan padat karya, antara lain garmen dan furnitur. Di Kabupaten Musirawas, Sumatera Selatan, sejumlah perusahaan bahkan telah mengirimkan surat tembusan ke Kantor Disnaker untuk melakukan PHK. Pemutusan hubungan kerja akan diterapkan mulai dari tenaga harian lepas hingga karyawan.

“PHK akan dilakukan dalam waktu dekat. Perusahaan-perusahaan itu mengaku tidak dapat menjalankan roda manajemen karena antara pendapatan dan pengeluaran tidak seimbang lagi. Hal ini diperparah dengan nilai rupiah yang makin anjlok,” kata Kepala Disnakertrans Murtin. Menurutnya, sebagian dari perusahaan itu mencoba menahan diri untuk tidak melakukan pemangkasan besar-besaran. Namun dia tidak dapat mengetahui sampai kapan mereka bakal bertahan.

Buruh di Sumut Belum Ada yang di PHK

Sementara itu,Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sumatera Utara Bukit Tambunan menjelaskan, hingga saat ini pihaknya belum menerima laporan dari pengusaha maupun organisasi buruh tentang buruh yang terkena PHK.

“Belum ada ancaman PHK, masih amanaman saja di Sumut. Kita berharap jangan ada yang memperkeruh suasana. Melihat kondisi saat ini buruh jangan melakukan tuntutan yang berlebihan kepada pengusaha,” katanya. Meski belum ada buruh yang terkena PHK akibat dampak ekonomi memburuk namun seribuan buruh berunjuk rasa di depan Kantor Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) dengan memblokade Jalan Pangeran Diponegoro, Selasa (1/9).

Massa buruh mengeluh lesunya perekonomian saat ini yang bisa berimbas terhadapmereka. Koordinatoraksi, Minggu Saragih mengatakan, melemahnya nilai tukar rupiah menjadi mimpi buruk bagi buruh. Sebab sekarang buruh dihadapkan pada ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK).

“Kami tak henti-hentinya menyuarakan terhadap pemerintah, khususnya Pemprov Sumut dan Disnaker Sumut, agar dapat menaikkan upah minimum tahun 2016 sebesar 25%. Kami juga menuntut pemerintah menurunkan harga sembako dan bahan bakar minyak,” kata Saragih. Dikatakannya, situasi ini makin membuat buruh Indonesia masuk dalam penderitaan dan semakin tidak menentu. Kalangan pengusaha, katanya, juga merasakan dampak serius karena material impor akan menjadikan perusahaan merugi.

Langkah perumahan sampai ancaman PHK buruh di sektor padat karya pun sudah di depan mata. “Kami elemen buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh Indonesia (GBI) mendesak pemerintah melakukan langkah konkret,” katanya.

Dalam aksi kemarin, buruh juga menyentil keras sembilan program Presiden Joko Widodo yang populer dengan sebutan Nawacita. Kesulitan ekonomi semakin menghimpit masyarakat saat ini membuat mereka mengganti sebutan Nawacita menjadi dukacita. Saragih menambahkan, buruh sangat kecewa dengan pemerintahan saat ini yang terkesan mengancam buruh di PHK lantaran semakin banyak pekerja asing menyerbu Indonesia.

Bukit Tambunan berjanji 11 tuntutan buruh dan umumnya tuntutan itu adalah kewenangan pemerintah pusat agar segera diteruskan ke Jakarta.

Fakrur rozi/ irwan siregar/ erfanto linangkung/ ihya ulumuddin/ romi kurniawan/ nanang wijayanto/ sucipto/ridwansyah
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 2.0216 seconds (0.1#10.140)