Kelas Siluman Pakai Kursi Plastik
A
A
A
MEDAN - Keberadaan kelas “siluman” di beberapa SMA negeri mulai diusut meskipun keberadaannya ditutupi pihak sekolah. Siswa di kelas ini mencapai 41 orang dan ada yang memakai kursi plastik.
Kemarin, Komisi B DPRD Kota Medan melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke SMA Negeri 3 dan SMA Negeri 4 Medan, Selasa (1/9). Sidak yang dipimpin Ketua Komisi B DPRD Medan, Irsal Fikri, bersama beberapa anggota komisi, menemukan banyak kejanggalan dalam proses belajar mengajar kelas tersebut.
“Kok bisa ada siswa kursinya aneh sendiri. Siswanya juga sampai 41 orang dalam satu kelas. Kelasnya sendiri hanya berukuran 7x8 meter,” tanya anggota Komisi B, Jumadi, saat memasuki kelasX-IS2SMANegeri 3Medan. Begitu juga ketika masuk Kelas X-IS 4. Rombongan melihat siswa belajar menggunakan kursi plastik yang bisa digunakan di teras atau warung bakso.
“Wajarlah duduk pakai bangku plastik. Pasti masuknya belakangan,” ucap Jumadi lagi. Anggota Komisi B DPRD Medan lainnya, Ibnu Ubay Dilla, mengungkapkan, pada kelas X-IS 1 jumlah siswa mencapai 44 orang. Banyaknya jumlah siswa tersebut sangat disayangkan politisi asal Partai Bulan Bintang (PBB) itu.
“Coba lihat ruangannya kecil, jarak siswa yang duduk paling depan dengan papan tulis hanya beberapa sentimeter. Bagaimana proses belajar mengajar mau berjalan efektif kalau kelas cukup padat?” ucapnya. Wakil Kepala SMA Negeri 3 Bidang Humas, Zulfa, membantah bahwa siswa yang berada di kelas X-IS 2 merupakan siswa ‘siluman’ atau sisipan. “Memang bangkunya beda sendiri karena ruangannya sudah penuh. Makanya kami berikan kursi seperti di bangku kuliah,” ujarnya.
Dia menambahkan, kelas X pada tahun ajaran baru 2015/ 2016 berjumlah 18 kelas. Masing-masing kelas diisi 40 siswa. “Kuota awal kita pada saat pengumuman penerimaan siswa baru sekitar 631 orang. Karena peminatnya banyak, kami buka beberapa kelas baru,” sebutnya.
Selain itu, banyaknya siswa kelas X dikarenakan 27 orang merupakan siswa tinggal kelas. Hanya saja dari sidak ini terbukti fakta baru. Dimana, keberadaan siswa sisipan tersebut tidak terlepas dari adanya intervensi dari oknum anggota Dewan dari Komisi B DPRD Medan. Anggota Dewan tersebut memberikan memo agar memasukkan nama-nama siswa yang diajukannya. Ini berdasarkan pernyataan yang disampaikan Wakil Kepala SMA Negeri 3 Medan Bidang Kesiswaan, Adi Wijaya.
Dia mengatakan, penambahan ruang kelas baru tidak lepas dari tekanan beberapa pihak. Salah satu di antaranya anggota Komisi B DPRD Medan. Sementara saat sidak di SMA Negeri 4Medan, KepalaSMANegeri 4 Medan, Ramly, mengaku terpaksa membuka satu kelas tambahan karena banyaknya peminat di sekolah tersebut.
Kuotanya sendiri hanya berjumlah sepuluh kelas. Pihak sekolah terpaksa memanfaatkan ruang koperasi menjadi ruang kelas untuk menampung siswa tambahan tersebut. “Terpaksa dibuka ruangkelasbaru. Kamigunakan ruang koperasi,” ucapnya. Diketahui, kegiatan sidak ini memunculkan pendapat berbeda di antara pimpinan Komisi B DPRD Medan. Seperti yang disampaikan Sekretaris Komisi B DPRD Medan, Bahrumsyah.
Menurutnya, kegiatan tersebut tidak memiliki substansi yang jelas. Begitu juga dengan tujuan sidak tersebut. Menurutnya lebih baik para kepala sekolah negeri yang membuka kelas tambahan tersebut diundang rapat dengar pendapat untuk menjelaskan semua itu. Dengan begitu persoalan ini semakin jelas.
“Substansinya tidak jelas, data juga tidak jelas. Mereka pasti berkilah dan mengelak. Lebih baik diundang RDP. Ditanya satu persatu, berapa kuota penerimaan siswa. Kenapa ada sisipan. Siapa yang meminta sisipan terutama dari Dewan. Tunjukkan satu persatu. Jangan dulu sebut nama dari pihak luar. Anggota Dewan dulu yang meminta sisipan biar jelas semua. Jadi, tidak ditutup-tutupi,” ungkapnya.
Reza shahab
Kemarin, Komisi B DPRD Kota Medan melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke SMA Negeri 3 dan SMA Negeri 4 Medan, Selasa (1/9). Sidak yang dipimpin Ketua Komisi B DPRD Medan, Irsal Fikri, bersama beberapa anggota komisi, menemukan banyak kejanggalan dalam proses belajar mengajar kelas tersebut.
“Kok bisa ada siswa kursinya aneh sendiri. Siswanya juga sampai 41 orang dalam satu kelas. Kelasnya sendiri hanya berukuran 7x8 meter,” tanya anggota Komisi B, Jumadi, saat memasuki kelasX-IS2SMANegeri 3Medan. Begitu juga ketika masuk Kelas X-IS 4. Rombongan melihat siswa belajar menggunakan kursi plastik yang bisa digunakan di teras atau warung bakso.
“Wajarlah duduk pakai bangku plastik. Pasti masuknya belakangan,” ucap Jumadi lagi. Anggota Komisi B DPRD Medan lainnya, Ibnu Ubay Dilla, mengungkapkan, pada kelas X-IS 1 jumlah siswa mencapai 44 orang. Banyaknya jumlah siswa tersebut sangat disayangkan politisi asal Partai Bulan Bintang (PBB) itu.
“Coba lihat ruangannya kecil, jarak siswa yang duduk paling depan dengan papan tulis hanya beberapa sentimeter. Bagaimana proses belajar mengajar mau berjalan efektif kalau kelas cukup padat?” ucapnya. Wakil Kepala SMA Negeri 3 Bidang Humas, Zulfa, membantah bahwa siswa yang berada di kelas X-IS 2 merupakan siswa ‘siluman’ atau sisipan. “Memang bangkunya beda sendiri karena ruangannya sudah penuh. Makanya kami berikan kursi seperti di bangku kuliah,” ujarnya.
Dia menambahkan, kelas X pada tahun ajaran baru 2015/ 2016 berjumlah 18 kelas. Masing-masing kelas diisi 40 siswa. “Kuota awal kita pada saat pengumuman penerimaan siswa baru sekitar 631 orang. Karena peminatnya banyak, kami buka beberapa kelas baru,” sebutnya.
Selain itu, banyaknya siswa kelas X dikarenakan 27 orang merupakan siswa tinggal kelas. Hanya saja dari sidak ini terbukti fakta baru. Dimana, keberadaan siswa sisipan tersebut tidak terlepas dari adanya intervensi dari oknum anggota Dewan dari Komisi B DPRD Medan. Anggota Dewan tersebut memberikan memo agar memasukkan nama-nama siswa yang diajukannya. Ini berdasarkan pernyataan yang disampaikan Wakil Kepala SMA Negeri 3 Medan Bidang Kesiswaan, Adi Wijaya.
Dia mengatakan, penambahan ruang kelas baru tidak lepas dari tekanan beberapa pihak. Salah satu di antaranya anggota Komisi B DPRD Medan. Sementara saat sidak di SMA Negeri 4Medan, KepalaSMANegeri 4 Medan, Ramly, mengaku terpaksa membuka satu kelas tambahan karena banyaknya peminat di sekolah tersebut.
Kuotanya sendiri hanya berjumlah sepuluh kelas. Pihak sekolah terpaksa memanfaatkan ruang koperasi menjadi ruang kelas untuk menampung siswa tambahan tersebut. “Terpaksa dibuka ruangkelasbaru. Kamigunakan ruang koperasi,” ucapnya. Diketahui, kegiatan sidak ini memunculkan pendapat berbeda di antara pimpinan Komisi B DPRD Medan. Seperti yang disampaikan Sekretaris Komisi B DPRD Medan, Bahrumsyah.
Menurutnya, kegiatan tersebut tidak memiliki substansi yang jelas. Begitu juga dengan tujuan sidak tersebut. Menurutnya lebih baik para kepala sekolah negeri yang membuka kelas tambahan tersebut diundang rapat dengar pendapat untuk menjelaskan semua itu. Dengan begitu persoalan ini semakin jelas.
“Substansinya tidak jelas, data juga tidak jelas. Mereka pasti berkilah dan mengelak. Lebih baik diundang RDP. Ditanya satu persatu, berapa kuota penerimaan siswa. Kenapa ada sisipan. Siapa yang meminta sisipan terutama dari Dewan. Tunjukkan satu persatu. Jangan dulu sebut nama dari pihak luar. Anggota Dewan dulu yang meminta sisipan biar jelas semua. Jadi, tidak ditutup-tutupi,” ungkapnya.
Reza shahab
(ars)